Related Articles

2 Comments

  1. Dutch Wife

    Terimakasih atas pelajaran dari Anda.

    Tapi bila menilik dari penjelasan Anda, seperti ada sesuatu yang kurang pas (mohon maaf)…
    Yang saya maksud adalah frasa “bil jumlah”. Coba kita lihat kembali perkataan dari Abul Baqa yang Anda tuliskan tadi. Kalau memang (benar yang tertulis) bahwa “bil jumlah” digunakan untuk “fi natijah at-tafshil” maka padanan dalam bahasa Indonesia, yaitu “ringkasnya”, kurang atau malah tidak tepat sama sekali.

    Sebab, pengertian “yusta’malu fi natijah at-tafshil” memiliki arti bahwa ‘pemerincian’ sudah dilakukan sebelumnya yang kemudian diikuti ‘hasil’ atau ‘kesimpulan’ (benar tidak ya?). Ini bisa dilihat pada perkataan An-Nawawi terkait cara-cara memukul tadi. Beliau memerinci cara-cara memukul, dari mulai pakai sapu tangan dan tangan atau (pertentangannya) pakai cambuk dan tongkat, kemudian beliau menyimpulkan semua itu dengan memberi tambahan penekanan pada pendapat yang beliau pilih, yaitu “at-takhfif”: yang ringan. Ini kalau dalam pelajaran bahasa Indonesia tingkat sekolah menengah pertama disebut sebagai kalimat induktif, yaitu pemerincian di awal dengan ‘kesimpulan’ yang lebih umum di akhir. Tapi harus diingat, yang tertera itu adalah ‘kesimpulan’ bukan ‘ringkasan’.

    Jadi, (kalau boleh berpendapat) sebenarnya padanan frasa “bil jumlah” dalam bahasa Indonesia yang lebih pas adalah: “secara keseluruhan”. Pun, yang perlu diingat bahwa pendapat saya ini tidak mutlak benar. Bisa jadi ada pendapat lain yang lebih meyakinkan (yang tentunya) lengkap dengan dalil argumentasi yang lebih kuat.

    Terimakasih

    Reply
    1. Admin

      Terima kasih tanggapannya.

      Terjemahan dalam batas tertentu beririsan dengan seni. Tata bahasanya adalah ilmu, tetapi bagaimana mengolah terjemahan sedekat mungkin dengan makna asal atau sampai taraf tathobuq/kongruen, banyak bersifat seni karena tergantung cita rasa sastra dan pendalaman makna kata.

      Usulan terjemahan “secara keseluruhan” untuk kata “bil jumlah” dalam pandangan saya masih terasa kurang akurat bahkan mengancam ambigu karena tidak kena ke tekanan makna “natijah”. Buktinya, dalam penggunaan bahasa Indonesia frase ‘”secara keseluruhan” ini tidak digunakan dalam konteks memerinci sesuatu baik sebelum maupun sesudahnya, meskipun bisa digunakan untuk laporn singkat kondisi sesuatu.

      Adapun soal frase “natijatut tafshil”, tidak maslaah perincian itu diletakkan sebelum atau sesudah frase “bil jumlah” karena Abu Al-Baqo’ tidak menyertakan zhorf pada definisinya.

      Reply

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

© 2014 - 2023 Allright Reserved. Design by IRTAQI Team.