Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Syaikh Yasin Al-Marrokisyi (ياسين المراكشي) barangkali memang bukan nama yang familiar di telinga kita. Tetapi jika kita tahu bahwa beliau adalah salah satu guru istimewa An-Nawawi, maka itu akan menjadi alasan penting untuk membuat kita mengkaji sebagian kisah terkait beliau yang bisa menjadi ibrah penting untuk kita.
Telah diketahui bahwa An-Nawawi memiliki banyak guru dalam berbagai bidang ilmu seperti ilmu fikih, hadis, ushul fikih, nahwu, lughoh, dan lain-lain. Hanya saja, guru An-Nawawi yang secara khusus memberikan bimbingan terhadap An-Nawawi dalam hal ilmu pembersihan jiwa dan amal adalah syaikh Yasin Al-Marrokisyi ini.
Beliau adalah seorang ulama pengajar Al-Qur’an yang digelari “Al-Muqri’“ karena memiliki keahlian mengajarkan “qiroat sab’ah”. Profesinya adalah tukang bekam dan berdagang. Tokonya terletak di pinggir Jabiyah. Kulitnya digambarkan para sejarawan berwarna hitam. Beliau dikenal sebagai orang salih yang memiliki sejumlah mukasyafah dan karomah. Beliau berhaji lebih dari 20 kali dan usianya mencapai 80 tahun. Wafatnya tahun 687 H.
Yasin Al-Marrokisiyi inilah yang ketika pertama kali berfirasat bahwa An-Nawawi akan menjadi “orang besar” , yakni orang yang paling berilmu di zamannya. Sekitar tahun 640-an Al-Marrokisyi bertemu pertama kali dengan An-Nawawi yang waktu itu masih bocah di Nawa. Dalam pertemuan pertama kali itu, Al-Marrokisyi sudah membaca tanda-tanda istimewa pada An-Nawawi. Kisahnya firasat Al-Marrokisyi ini diceritakan Ibnu Al-‘Atthor, langsung dari lisan Yasin Al-Marrokisyi yang menceritakan dialognya dengan guru hafalan Al-Qur’an An-Nawawi. Ibu Al-‘Atthor menulis,
“ (Yasin Al-Marrokisyi berkata kepada guru tahfizh An-Nawawi;)” Bocah ini bisa diharapkan menjadi orang paling berilmu di zamannya”. Dia (guru tahfizh An-Nawawi itu) merespon, “Apakah engkau tukang ramal?’ Aku menjawab, ‘Tidak. Tetapi Allah yang membuatku mengucapkan hal itu” (Tuhfatu Ath-Tholibin hlm 44-45)
Karena firasat itu, Yasin Al-Marrokisyi benar-benar berpesan kepada ayah dan guru An-Nawawi agar memberi perhatian serius dalam pendidikannya. Ayahnya diberi saran agar An-Nawawi diajari menghafal Al-Qur’an dan menyibukkan diri dengan ilmu. Karena wasiat Yasin Al-Marrokisyi ini pulalah, ayah An-Nawawi memutuskan untuk “memondokkan” An-Nawawi di “ponpes” Ar-Rowahiyyah sampai An-Nawawi menjadi ulama besar sebagaimana kita saksikan hingga hari ini.
An-Nawawi sebagai murid beradab dan tahu hak-hak gurunya tidak melupakan jasa besar Al-Marrokisyi ini. An-Nawawi memutuskan untuk rutin mendatangi majelisnya, belajar adab kepadanya, mengharap berkahnya dan meminta nasihat dalam berbagai urusannya. Singkat kata Yasin Al-Marrokisyi adalah guru “spiritual” khusus An-Nawawi yang mengajari beliau dalam ilmu-ilmu pembersihan jiwa.
Karena An-Nawawi tidak hanya belajar ilmu Islam yang bersifat pemikiran, tetapi juga belajar ilmu Islam yang sifatnya amal, yakni membersihkan hati, menyucikan jiwa, mendidik akhlak, memperindah adab, dan menguatkan ibadah maka wajar jika An-Nawawi muncul sebagi seorang ulama yang bukan hanya pakar dalam ilmu-ilmu syar’i, tetapi juga menjadi pribadi yang sangat menarik dalam hal zuhud, wara’, ketakwaan dan kesalihan. Beliau orang yang sangat kuat beribadah, sangat berhati-hati, sangat kuat menahan nafsunya, benci perdebatan kosong, tekun beribadah, dan meninggalkan segala hal yang sia-sia.
Belajar dari kisah An-Nawawi dengan Yasin Al-Marrokisyi ini, ada satu pelajaran penting bagi kita semua. Tidak cukup orang hanya menyibukkan diri dengan ilmu yang bersifat pembahasan hujjah, perdebatan dengan segala ikhtilafnya. Hal itu karena ilmu yang seperti itu ada potensi membuat hati menjadi keras, membuat sombong, dan ujub .
Agar lebih dekat dengan cara hidup para Nabi, para Rasul dan orang-orang salih, seorang hamba memerlukan guru yang fokusnya membantunya dalam merawat hati, memperindah akhlak, dan menguatkannya dalam ibadah dan dzikir. Sangat beruntung jika seorang murid mendapatkan guru yang bukan hanya mengajari ilmu-ilmu syar’i yang bersifat pemikiran tetapi juga bisa menjadi pembimbing dalam hal kesalihan, pembersihan jiwa, pendidikan akhlak, ibadah dan dzikir, baik dalam hal ilmu maupun amal.
Jika tidak mampu mendapati guru, maka hendaklah seseorang memiliki, setidaknya, seorang sahabat yang paling berharga. Bukan sahabat yang hanya datang di saat ia mendapatkan kesenangan dunia dan menjauh saat ia mendapatkan kesempitan hidup. Satu sahabat terbaik dalam dien ini lebih baik daripada 1000 “sahabat palsu”.
Oh ya, menjadi anugerah Allah yang tak terkira jika sahabat dengan kualifikasi seperti itu adalah pasangan hidup kita sendiri.
أحبه ويحبني فيك
وبه تجعلني من السبعة الذين تظلهم يوم لا ظل إلا ظله