oleh: Ust. Muafa
Dalam istilah fikih islam, Shalat gerhana disebut Shalat Kusuf (صَلاَةُ الْكُسُوْفِ) atau Shalat Khusuf (صَلاَةُ اْلخُسُوْفِ). Kusuf dan Khusuf keduanya bermakna sama yaitu gerhana. Namun secara bahasa, orang Arab sering menggunakan Kusuf untuk gerhana matahari sementara istilah Khusuf digunakan untuk gerhana bulan (lihat kitab An-Nihayah Fi Ghoribi Al-Hadits Wa Al-Atsar). Pembedaan ini tidak bersifat mengikat dan kaku. Orang boleh menggunakan Kusuf untuk matahari dan Khusuf untuk bulan sebagaimana Khusuf boleh dipakai untuk matahari dan Kusuf untuk bulan. Hadis dalam Shahih Bukhari sendiri memakai kata Khusuf untuk menyebut gerhana matahari.
Hukum Shalat gerhana
Hukum Shalat gerhana adalah Sunnah Muakkad tanpa membedakan apakah gerhana matahari maupun gerhana bulan, dalam kondisi safar maupun Muqim. Adapun pendapat yang menyatakan bahwa Shalat gerhana hanya disunnahkan untuk gerhana matahari sementara gerhana bulan tidak, dengan beralasan Nabi ﷺ tidak pernah Shalat gerhana bulan, maka pendapat ini tertolak oleh Hadis berikut;
عن الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Artinya : “Dari Al-Mughiroh Bin Syu’bah beliau berkata; Matahari mengalami gerhana di hari wafatnya Ibrahim (putra Rasulullah ﷺ). Maka orang-orang berkata; Dia (matahari) mengalami gerhana karena kematian Ibrahim. Maka Rasulullah ﷺ bersabda; Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat di antara ayat-ayat Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihatnya, maka berdoalah, dan Salatlah sampai terang (normal) kembali” (H.R.Bukhari)
Hadis di atas jelas menyebut gerhana matahari dan bulan. Perintah untuk Salat gerhana tidak dikhususkan untuk gerhana matahari. Karena itu sunnahnya Salat gerhana berlaku untuk gerhana matahari sekaligus gerhana bulan. Diriwayatkan, Ibnu Abbas Salat gerhana bulan di Bashroh mengimami penduduknya dan mengatakan bahwa beliau melihat Rasulullah ﷺ melakukannya.
Untuk gempa, gunung meletus, banjir, angin kencang dan tanda-tanda alam yang lain, maka tidak disyariatkan Salat karena Nash yang ada hanya untuk gerhana. Tanda-tanda alam yang lain tidak bisa diqiyaskan karena tidak ada Qiyas dalam ibadah.
sumber image : pacitanku.com
Sunnah Berjamaah
Salat gerhana sunnah dilakukan secara berjamaah. Dalilnya adalah Hadis berikut;
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ
Artinya : “Dari Aisyah istri Nabi ﷺ bahwasanya beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa hidup Nabi ﷺ. Maka beliau keluar menuju masjid lalu membariskan orang-orang di belakang beliau “ (H.R.Bukhari)
Lafadz “فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ” (lalu membariskan orang-orang dibelakang beliau) menunjukkan Nabi ﷺ membariskan kaum Muslimin di belakangnya untuk membuat Shof Jamaah. Karena itu Hadis ini menjadi Dalil kesunnahannya. Namun Salat Munfarid (sendirian) juga sah. Dasarnya adalah perintah mutlak dari Nabi ﷺ yang memerintahkan Salat gerhana pada Hadis sebelumnya, yaitu lafadz “وَصَلُّوا” (Salatlah kalian). Perintah “Salatlah kalian” ini bersifat mutlak, bisa dilakukan berjamaah sebagaimana bisa dilakukan sendirian. Muslim yang melakukannya secara berjamaah berarti telah melaksanakan Hadis tersebut sebagaimana muslim yang melakukannya Munfarid juga telah melaksanakan Hadis tersebut.
Keikutsertaan Wanita dalam Shalat Gerhana
Wanita diizinkan ikut Salat gerhana, karena Aisyah dan Asma ikut Shalat gerhana saat Rasulullah ﷺ menyelenggarakannya.
عَنْ أَسْمَاءَ قَالَتْ دَخَلْتُ عَلَى عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَهِيَ تُصَلِّي قَائِمَةً وَالنَّاسُ قِيَامٌ فَقُلْتُ مَا شَأْنُ النَّاسِ فَأَشَارَتْ بِرَأْسِهَا إِلَى السَّمَاءِ فَقُلْتُ آيَةٌ فَقَالَتْ بِرَأْسِهَا أَيْ نَعَمْ
Artinya : “Dari Asma’ beliau berkata; Aku masuk menemui Aisyah sementara dia sedang Salat sambil berdiri dan orang-orang juga berdiri. Maka aku bertanya “Orang-orang kenapa?” Maka Aisyah memberi isyarat dengan kepalanya ke arah langit (menunjukkan bahwa terjadi gerhana matahari). Maka aku bertanya; ayat? maka dia menjawab dengan isyarat kepalanya; ya” (H.R.Bukhari)
Waktu pelaksanaan
Awal waktu saat Salat gerhana mulai diizinkan adalah ketika gerhana mulai terjadi. Pada saat itu Shalat gerhana sudah boleh dilakukan. Jika pelaksanaannya sebelum terjadi gerhana, lalu ditengah-tengah Salat baru gerhananya terjadi maka salatnya tidak sah karena Salat tersebut dilakukan sebelum masuk waktu. Hal ini sama dengan orang yang Salat zhuhur jam 10 pagi atau Salat ashar jam 13.00. Akhir waktunya ditandai ketika matahari/bulan kembali normal. Dalam rentang waktu tersebut Salat gerhana sah dilakukan. Seorang muslim bisa memilih di awal waktu, ditengahnya atau di akhir. Jika dia Salat di akhir waktu, lalu ditengah Shalat gerhana sudah lenyap, maka Shalatnya tetap disempurnakan dan dihitung sah, karena dia telah mengawali Salat pada waktunya. Dalil yang menunjukkan waktu pelaksanaan Salat gerhana dimulai saat gerhana dan habis saat gerhana lenyap adalah Hadis sebelumnya yaitu;
عن الْمُغِيرَةَ بْنَ شُعْبَةَ يَقُولُ انْكَسَفَتْ الشَّمْسُ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ انْكَسَفَتْ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
Artinya : “Dari Al-Mughiroh Bin Syu’bah beliau berkata; Matahari mengalami gerhana di hari wafatnya Ibrahim (putra Rasulullah ﷺ). Maka orang-orang berkata; Dia (matahari) mengalami gerhana karena kematian Ibrahim. Maka Rasulullah ﷺ bersabda; Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat di antara ayat-ayat Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihatnya, maka berdoalah, dan Shalatlah sampai terang (normal) kembali” (H.R.Bukhari)
Lafadz “فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا” (Jika kalian melihatnya) menunjukkan awal waktu karena pada saat terjadi gerhana, barulah Salat disyariatkan, sementara lafadz “حَتَّى يَنْجَلِيَ” (sampai terang/normal kembali) menunjukkan akhir waktu karena diawali Harf “hatta” yang menunjukkan batas tujuan akhir.
Jika gerhana berbenturan dengan Salat yang lain, misalnya Salat Jumat, Salat Ied, Salat Istsqo dll, maka yang didahulukan adalah yang paling wajib, dan yang lebih kuat kesunnahannya.
Jika gerhana terjadi pada waktu yang dilarang untuk Salat, misalnya terjadi sesudah Ashar, atau sesudah Shubuh, atau saat matahari tepat di atas kepala, maka Salat gerhana tidak disyariatkan. Karena waktu-waktu yang dilarang dipakai untuk Salat bersifat umum untuk semua Salat termasuk Salat gerhana.
Tempat Pelaksanaan
Disunnahkan Salat gerhana dilakukan di Masjid karena Rasulullah ﷺ melakukannya di Masjid. Kesunnahan ini tidak membedakan apakah Salat gerhananya dilakukan berjamaah ataukah Munfarid.
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ
Artinya : “Dari Aisyah istri Nabi ﷺ bahwasanya beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa hidup Nabi ﷺ. Maka beliau keluar menuju masjid lalu membariskan orang-orang di belakang beliau “ (H.R.Bukhari)
Jika dilakukan tidak di masjid seperti di rumah, lapangan, halaman dll, maka tetap sah karena masjid bukan syarat keabsahannya.
Adzan dan Iqomat
Tidak disyariatkan Adzan dan Iqomat untuk mengawali Salat gerhana tetapi cukup menyerukan الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ Dasarnya adalah Hadis berikut;
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو – رضى الله عنهما – قَالَ لَمَّا كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نُودِىَ إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ
Artinya : “Dari Abdullah bin ‘Amr beliau berkata; Tatkala matahari mengalami gerhana di masa Rasulullah ﷺ maka diumumkan ‘Assholata Jami’ah” (H.R.Bukhari)
Jumlah Rokaat
Jumlah Rokaat Salat gerhana adalah dua. Dasarnya akan difahami dari sejumlah Hadis yang akan disebutkan di bawah
Tatacara Pelaksanaan
Untuk memudahkan dalam memahami, tatacara pelaksanaan Salat gerhana akan dijelaskan dalam bentuk urutan sebagai berikut;
- Niat. Cukup menyengaja dalam hati, tidak harus dilafalkan.
- Takbiratul ihram
- Membaca doa iftitah. Doa iftitah yang dibaca bebas, bisa memilih yang pendek, pertengahan maupun yang panjang, asalkan didasarkan pada riwayat yang shahih. Doa iftitah dibaca pelan
- Membaca Ta’awudz. Ta’awudz juga dibaca dengan pelan
- Membaca surat Al-Fatihah. Surat Al-Fatihah dibaca dengan keras
- Membaca surat. Jika mampu membaca surat Al-Baqoroh atau surat lain yang panjangnya kira-kira sama. Jika tidak mampu surat Al-Baqoroh, maka bebas memilih surat yang lain, baik yang panjang maupun yang pendek.
- Ruku’. Ruku’ dilakukan dengan lama, kira-kira selama orang membaca 100 ayat. Bacaan Tasbih saat Rukuk bebas asalkan didasarkan pada riwayat yang shahih
- I’tidal. Pada saat ini, bacaan Tasmi’ (سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) Dilafalkan
- Membaca Al-Fatihah kedua. Selesai membaca Tasmi’, tangan disedekapkan lagi lalu membaca Al-Fatihah untuk yang kedua kali. Inilah yang membedakan dengan Salat-Salat biasa. Jika pada Salat biasa setelah I’tidal langsung Sujud, maka pada Salat gerhana setelah I’tidal berdiri lagi untuk membaca.
- Membaca surat. Jika mampu membaca surat Ali Imran atau surat lain yang panjangnya kira-kira sama. Jika tidak mampu surat Ali Imran, maka bebas memilih surat yang lain baik yang panjang maupun yang pendek.
- Ruku’. Ruku’ dilakukan dengan lama, tetapi lebih pendek sedikit daripada Rukuk yang pertama. Bacaan Tasbih saat Rukuk bebas asalkan didasarkan pada riwayat yang shahih
- I’tidal. Pada saat ini, bacaan Tasmi’ (سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) Dilafalkan
- Sujud. Setelah I’tidal dan membaca Tasmi’, Sujud langsung dilakukan. Sujud juga diusahakan lama. Sujud dilakukan dua kali yang disela-selai duduk diantara dua Sujud sebagaimana Salat biasa
- Berdiri dari Sujud untuk melakukan Rokaat yang kedua. Pada Rokaat yang kedua ini yang dilakukan sama persis dengan Rokaat yang pertama, hanya saja durasi waktunya lebih pendek. Al-Fatihah dan surat dibaca, lalu Rukuk, lalu I’tidal lalu membaca lagi Al-Fatihah dan surat lalu Rukuk lalu I’tidal. Sebagaimana dalam Rokaat pertama dilakukan dua kali berdiri dan dua kali Rukuk, maka pada Rokaat yang kedua ini juga dilakukan dua kali berdiri dan dua kali Rukuk.
- Sujud. Setelah I’tidal, maka gerakan dilanjutkan dengan Sujud dua kali yang disela-selai duduk diantara dua Sujud. Sujud pada Rokaat yang kedua ini juga lama, tetapi lebih pendek daripada Sujud pada Rokaat pertama
- Salam
Dalil dari urutan ini adalah Hadis berikut yang didukung dan diperjelas dengan Hadis-Hadis yang lainnya;
عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ وَانْجَلَتْ الشَّمْسُ قَبْلَ أَنْ يَنْصَرِفَ
Artinya : “Dari Aisyah istri Nabi ﷺ beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa hidupnya Rasulullah ﷺ. Maka beliau keluar menuju masjid kemudian berdiri lalu bertakbir sementara orang-orang berbaris di belakang beliau. Kemudian Rasulullah ﷺ membaca (bacaan) lama. Lalu bertakbir, lalu Rukuk lama. Kemudian beliau mengangkat kepalanya lalu mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ. Lalu beliau berdiri kemudian membaca dengan panjang tetapi lebih pendek darpada bacaan yang pertama. Kemudian beliau bertakbir lalu Rukuk dengan lama tetapi lebih pendek daripada Rukuknya yang pertama. Kemudian berkata سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ kemudian bersujud. Kemudian beliau melakukan hal itu pada Rokaat yang lain (yang kedua) hingga beliau menggenapi empat Rukuk dan empat Sujud. Dan matahari telah menjadi terang (normal) sebelum beliau selesai. (H.R.Muslim)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ قَالَ خَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّاسُ مَعَهُ فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ سُورَةِ الْبَقَرَةِ
Artinya : Dari Abdullah Bin Abbas bahwasanya beliau berkata; Matahari mengalami gerhana pada masa Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ Shalat bersama orang-orang, lalu beliau berdiri lama sekitar (membaca) surat Al-Baqoroh” (H.R.Bukhari)
Tentang ketentuan Al-Fatihah dan surat dibaca dengan Jahr (keras) maka Dalilnya adalah Hadis berikut;
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جَهَرَ فِي صَلَاةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
Artinya : “Dari Aisyah bahwasanya Nabi ﷺ mengeraskan bacaannya pada saat Shalat gerhana” (H.R.Muslim)
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ صَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ وَجَهَرَ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ كُلَّمَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ».
Artinya : “Dari Aisyah dari Rasulullah ﷺ bahwasanya beliau Salat empat kali Rukuk dalam empat kali Sujud dan membaca dengan keras bacaannya. Setiap beliau mengangkat kepalanya beliau mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ (H.R.An-Nasai)
Adapun riwayat yang mengesankan bahwa Rasulullah ﷺ tidak membaca dengan keras, misalnya riwayat berikut;
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كُسِفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَقَامَ فَحَزَرْتُ قِرَاءَتَهُ فَرَأَيْتُ أَنَّهُ قَرَأَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ
Artinya : “Dari Aisyah beliau berkata; Matahari mengalami gerhana di masa Rasulullah ﷺ. Maka Rasulullah ﷺ keluar Shalat mengimami orang-orang, lalu beliau berdiri. Aku memperkirakan bacaan beliau, kukira beliau membaca surat Al-Baqoroh (H.R.Abu Dawud)
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ قَالَ صَلَّى بِنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي كُسُوفٍ لَا نَسْمَعُ لَهُ صَوْتًا
“Dari Samuroh bin Jundab beliau berkata; Rasulullah ﷺ mengimami kami dalam Salat gerhana yang mana kami tidak mendengar suara beliau (H.R. At-Tirmidzi)
Maka maknanya adalah; Aisyah tidak mendengar bacaan Nabi ﷺ dengan jelas karena posisi beliau berada di bagian belakang. Demikian pula Samuroh, bisa difahami bahwa beliau berada di Shof bagian paling belakang sehingga tidak mendengar suara Nabi ﷺ. Namun Nabi ﷺ tetap membaca dengan keras meskipun akhirnya tidak semua Jamaah bisa mendengar bacaan beliau.
Rukuk dalam Shalat Gerhana Bisa Ditambah
Dalam deskripsi tatacara yang dijelaskan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa tiap Rokaat dilakukan dua kali Rukuk. Jumlah ini bisa ditambah sehingga tiap Rokaat diizinkan melakukan Rukuk tiga kali atau empat kali. Ketentuan ini didasarkan pada Hadis berikut;
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى سِتَّ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
Artinya : “Dari Aisyah bahwasanya Nabi ﷺ Shalat enam kali Rukuk dan empat kali Sujud” (H.R.Muslim)
Enam kali Rukuk dalam dua Rokaat bermakna tiap Rokaat dilakukan tiga kali Rukuk.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِينَ كَسَفَتْ الشَّمْسُ ثَمَانَ رَكَعَاتٍ فِي أَرْبَعِ سَجَدَاتٍ
Artinya : “Dari Ibnu Abbas beliau berkata; Ketika matahari mengalami gerhana, Rasulullah ﷺ Salat delapan kali Rukuk dalam empat kali Sujud (H.R.Muslim)
Delapan kali Rukuk dalam dua Rokaat bermakna tiap Rokaat dilakukan empat kali Rukuk.
Khutbah Shalat Kusuf
Disunnahkan setelah selesai Salat Kusuf, Imam melakukan khutbah. Dasarnya adalah Hadis berikut;
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتْ … ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ انْجَلَتْ الشَّمْسُ فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا ثُمَّ قَالَ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ مَا مِنْ أَحَدٍ أَغْيَرُ مِنْ اللَّهِ أَنْ يَزْنِيَ عَبْدُهُ أَوْ تَزْنِيَ أَمَتُهُ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ وَاللَّهِ لَوْ تَعْلَمُونَ مَا أَعْلَمُ لَضَحِكْتُمْ قَلِيلًا وَلبَكَيْتُمْ كَثِيرًا
Artinya : “Dari Aisyah bahwasanya beliau berkata:…. Kemudian beliau berpaling sementara matahari telah menjadi terang (normal). Maka beliau berkhutbah di hadapan orang-orang. Beliau memuji Allah dan menyanjungnya kemudian berkata; Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua ayat di antara ayat-ayat Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang atau hidupnya. Jika kalian melihat hal itu, maka berdoalah kepada Allah, Salatlah dan bershodaqohlah. Kemudian beliau bersabda; Wahai ummat Muhammad. Tidak ada seseorang yang lebih pencemburu daripada Allah ketika (melihat) hamba laki-lakinya berzina atau hamba perempuannya berzina. Wahai ummat muhammad, demi Allah seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui pastilah kalian sedikit tertawa dan banyak menangis” (H.R.Bukhari).
Khutbah yang dilakukan cukup satu kali, tidak perlu dua kali dengan mengqiyaskan pada khutbah Jum’at. Jumlah khutbah cukup sekali karena zhohir Hadis di atas memang hanya sekali. Lagipula, dalam urusan ibadah tidak boleh ada qiyas. Hanya saja, khutbah dua kali adalah pendapat yang islami dan memiliki dasar yang cukup kuat, terutama penguat dari atsar tabi’in yang bernama ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘utbah sebagaimana tersebut dalam kitab Al-Umm karya As-Syafi’i. Oleh karena itu seyogyanya dalam perkara khutbah setelah salat gerhana ini disikapi lebih longgar sebagaimana khutbah dalam salat ied, salat istisqo’, dan khutbah ‘Arafah.
Amalan Sunnah Saat Gerhana
Selain Shalat, amalan lain yang disyariatkan saat terjadi gerhana adalah berdoa, dzikir, istighfar, shodaqoh, membebaskan budak dan semua amal-amal Taqorrub lainnya. Dasarnya adalah riwayat berikut;
عَنْ أَبِي مُوسَى …فَإِذَا رَأَيْتُمْ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
Artinya : “Dari Abu Musa:….Jika kalian melihat hal itu maka bersegeralah dengan gentar untuk mengingatnya, berdoa kepadanya dan meminta ampun kepadanya” (H.R.Bukhari)
عن أسماء قالت إن كنا لنؤمر بالعتق عند الخسوف
Artinya : “Dari Asma’ beliau berkata; Kami diperintahkan membebaskan (budak) pada saat gerhana” (H.R.Abu ‘Awanah)
Wallahua’lam