Oleh: Ust. Muafa
Menyebutkan nama orang yang berkurban (المضحي) pada saat menyembelih hewan kurban hukumnya mubah tanpa membedakan apakah yang menyembelih adalah orang yang berkurban itu sendiri atau orang lain yang ditunjuk sebagai wakil untuk menyembelihkan hewan yang sudah disiapkan sebagai kurban.
Menyebutkan nama orang yang berkurban adalah bentuk pelafalan niat yang hukumnya mubah dilakukan baik dalam ibadah kurban maupun ibadah lainnya. Pelafalan niat dalam konteks ini adalah penegasan maksud sebuah ibadah, bahwa ibadah kurban yang dilakukan adalah persembahan seorang hamba kepada Robbnya yang tidak ada sekutu bagi-Nya.
Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melafalkan niatnya ketika hendak menyembelih kurbannya. Hadisnya adalah sebagai berikut;
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأَتَى بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدِهِ وَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِيِ (مسند أحمد (23/ 172)
dari Jabir bin Abdullah berkata; saya menyaksikan penyembelihan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di sebuah tempat shalat. Tatkala beliau selesai khutbahnya, beliau turun dari mimbarnya dan membawa kambing lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelih dengan tangan beliau dan berkata; BISMILLAH WA ALLOHU AKBAR, ini adalah dariku dan dari orang yang belum berkurban dari kalangan umatku. (H.R.Ahmad)
‘Alauddin Al-Kasany dalam kitabnya Bada-I’ As-Shona-I’ ketika berbicara niat dalam berkurban mengatakan bahwa pelafalan adalah bukti/dalil yang menunjukkan/mengekspresikan niat yang ada dalam hati. Beliau berkata;
بدائع الصنائع (10/ 281)
وَيَكْفِيهِ أَنْ يَنْوِيَ بِقَلْبِهِ وَلَا يُشْتَرَطُ أَنْ يَقُولَ بِلِسَانِهِ مَا نَوَى بِقَلْبِهِ كَمَا فِي الصَّلَاةِ ؛ لِأَنَّ النِّيَّةَ عَمَلُ الْقَلْبِ ، وَالذِّكْرُ بِاللِّسَانِ دَلِيلٌ عَلَيْهَا (في موضوع الأضحية)
cukup baginya berniat dengan hatinya dan tidak disyaratkan melafalkan dengan lisan apa yang diniatkan oleh hatinya sebagaimana dalam shalat. Niat adalah amal hati, dan penyebutan dengan lisan menjadi penunjuk niat tersebut (Bada-I’ As-Shona-I’, vol.10, hlm 281)
Penyebutan pelafalan niat oleh Al-Kasany pada saat berkurban dengan cara penyebutan yang positif menunjukkan bahwa beliau termasuk yang tidak mempermasalahkan pelafalan niat dalm berkurban, sekaligus menunjukkan bahwa hadis nabi di atas memang bermakna pelafalan niat oleh nabi.
Abdul Hayyi Yusuf dalam situs https://ar.Islamway.com/fatwa/32111 juga membolehkan pelafalan niat saat berkurban. Beliau berkata;
فلا مانع من أن يقول المضحي عند ذبح أضحيته: “اللهم هذه عن فلان وآل فلان”؛ اقتداء بالنبي الأكرم صلى الله عليه وسلم، وإلا فالنية في الأصل محلها القلب، والله أعلم.
Tidak masalah orang yang berkurban saat menyembelih kurbannya mengucapkan : Ya Allah, ini adalah kurban untuk fulan dan keluarga fulan (Fatwa Abdul Hayyi Yusuf)
Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni malah memandangnya termasuk hal yang baik karena dicontohkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Beliau berkata;
المغني (21/ 497)
وَلَيْسَ عَلَيْهِ أَنْ يَقُولَ عِنْدَ الذَّبْحِ عَمَّنْ لِأَنَّ النِّيَّةَ تُجْزِئُ لَا أَعْلَمُ خِلَافًا فِي أَنَّ النِّيَّةَ تُجْزِئُ ، وَإِنْ ذَكَرَ مَنْ يُضَحِّي عَنْهُ فَحَسَنٌ ؛ لِمَا رَوَيْنَا مِنْ الْحَدِيثِ
Tidak menjadi keharusan bagi orang yang berkurban pada saat menyembelih mengucapkan; Ini kurban untuk…dst karena niat saja sudah sah/cukup. Saya tidak mengetahui ada perselisihan bahwa niat saja sudah sah. Jika orang yang berkurban menyebut (dalam niatnya) kurbannya untuk siapa, maka hal tersebut adalah baik berdasarkan hadis yang telah kami riwayatkan (Al-Mughni, vol. 21, hlm 497)
Markazul Fatwa dibawah supervisi Abdullah Al-Faqih juga memberikan fatwa senada. Redaksi fatwanya adalah sebagai berikut;
فتاوى الشبكة الإسلامية (6/ 2746)
أما بخصوص التلفظ بالنية أثناء الذبح فإن قصدت به قول المضحي أو نائبه: اللهم هذا منك ولك، أو اللهم تقبل مني أو من فلان، فهذا لا حرج فيه؛ بل عده ابن قدامة من الأمور الحسنة عند كثير من العلماء. والله أعلم.
المفتي: مركز الفتوى بإشراف د.عبدالله الفقيه
Terkait pelafalan niat saat menyembelih, jika yang dimaksud adalah ucapan orang yang berkurban/wakilnya: “ya Allah ini dariMu dan untukMu” atau “Ya Allah terimalah dariku” atau “dari fulan”, maka ini tidak ada keberatan. Bahkan Ibnu Qudamah memandangnya termasuk perkara-perkara yang baik bagi mayoritas ulama. Wallahua’lam. Mufti: Markazul Fatwa dibawah supervisi Abdullah Al-Faqih (Fatawa As-Syabakah Al-Islamiyyah, vol.6, hlm 2746)
Semua komentar, penjelasan dan fatwa ulama di atas menunjukkan bahwa mereka secara eksplisit atau implisit mengakui bahwa hadis berkurban Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah pelafalan niat berkurban, sehingga dari situ biasa ditarik kesimpulan yang lebih umum yakni melafalkan niat dalam ibadah hukumnya mubah sebagaimana pelafalan niat dalam haji, umroh dan berkurban.
Ucapan nabi yang berbunyi;
هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِيِ
ini adalah dariku dan dari orang yang belum berkurban dari kalangan umatku
ucapan ini tidak bisa difahami sebagai doa, karena doa adalah permintaan hamba kepada Robbnya, sementara lafadz yang diucapkan Nabi bukanlah permintaan. Lafadz tersebut adalah ekspresi maksud dari melakukan ibadah berkurban, sehingga lebih tepat disebut sebagai pelafalan niat, bukan doa. Lafadz yang lebih layak difahami sebagai doa adalah lafadz semisal “Allahumma taqobbal minni..” (ya Allah terimalah dariku) dan yang semakna dengannya.
Menyebut nama orang yang berkurban tidak bisa dikatakan syarat sah atau sunnah karena penetapan hukum wadh’I mengharuskan nash khusus yang menunjukkan status hukum wadh’I tersebut. Jika pelafalan nama orang yang berkurban dicalonkan sebagai syarat sah, maka harus ada dalil khusus yang menunjukkan perbuatan tersebut adalah syarat sah, sebagaimana ada dalil khusus perintah wudhu sebagai syarat sah ibadah shalat.
Penyebutan nama orang yang berkurban lebih tepat juga tidak digolongkan masnunat/mandubat (hal-hal yang disunnahkan) karena pelafalan seperti itu adalah jenis pelafalan niat, sementara hukum asal pelafalan niat adalah dalam hati sebagaimana niat-niat ibadah lain yang tidak dilafalkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Lagipula tidak ada qorinah yang menguatkan kemandubannya sehingga bisa digolongkan masnunat, seperti seringnya dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, dibiasakan oleh para shahabat, dan lain lain.
Jadi, menyebut nama orang yang berkurban hukumnya mubah karena penyebutan nama seperti ini adalah jenis pelafalan niat ibadah kurban.