Oleh: Ust. Muafa
Nama ini tentu tidak asing lagi bagi kaum muslimin, khususnya di Indonesia. Beliau adalah pengarang kitab Ihya Ulumiddin, panutan ahli tashowwuf, pakar dalam fikih Asy-Syafi’I, mendalam dalam filsafat, dan bagaikan lautan dalam ilmu kalam. Kunyah beliau adalah Abu Hamid. Nama aslinya adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad. Nama yang unik, karena sampai tiga generasi semuanya memakai nama mulia; Muhammad.
Hanya saja terkait laqob yang dengannya beliau populer-, ada sedikit persoalan. Sebenarnya pelafalan mana yang lebih tepat; Al-Ghozali ( الْغَزَالِيُّ ) ataukah Al-Ghozzali ( الْغَزَّالِيُّ ) ?
Kaum muslimin di Indonesia pada zaman sekarang lebih mengenal pelafalan Al-Ghazali (tanpa tasydid pada huruf zay). Ilmuwan-ilmuwan Eropa juga menyebutnya Al-Ghazali. Hanya saja adapula sebagian kaum muslimin yang menyebutnya Al-Ghozzali ( الْغَزَّالِيُّ ) dengan mentasydidkan huruf zay.
Manakah di antara dua pelafalan itu yang paling tepat?
Yang lebih tepat sebenarnya adalah melafalkannya Al-Ghozzali ( الْغَزَّالِيُّ ), yakni dengan mentasydidkan huruf zay. Alasannya, lafaz Al-Ghazzali berasal dari kata Ghozzal ( الْغَزَّالُ ) yang bermakna tukang tenun. Al-Ghozzali dinisbatkan pada pekerjaan ini karena ayahnya adalah seorang tukang tenun bulu yang hasilnya dijual pada tokonya. Laqob ini sama seperti orang yang diberi gelar ‘atthori (العطّاري ) karena dia penjual minyak wangi atau khobbazi (الخبّازي ) karena dia menjual roti. Ibnu ‘Imad berkata:
والغزّالي: هو الغزّال، وكذا العطّاري والخبّازي [1] ، على لغة أهل خراسان. قاله في «العبر» [2] .وقال الإسنوي في «طبقاته» [3] : الغزّالي إمام باسمه تنشرح الصدور، وتحيا النفوس، وبرسمه تفتخر المحابر وتهتزّ الطّروس، وبسماعه تخشع الأصوات وتخضع الرؤوس.
ولد بطوس، سنة خمسين وأربعمائة، وكان والده يغزل الصّوف ويبيعه في حانوته
“Al Ghozzali bermakna Al Ghozzal yakni tukang tenun. Demikian pula Al-‘Atthori yang bermakna tukang parfum dan Al Khobbazi yang bermakna tukang roti menurut istilah penduduk Khurosan. Demikianlah yang beliau katakan dalam kitab Al ‘Ibar. Al Isnawi berkata dalam Thobaqotnya, Al Ghozzali adalah seorang imam yang dengan namanya dada menjadi lapang, jiwa menjadi hidup, tinta-tinta menjadi berbangga ketika menulis namanya, kertas-kertas terguncang mendengar namanya, suara-suara akan jadi khusyuk dan kepala-kepala akan tertunduk. Beliau dilahirkan di Thus tahun 450 H. Ayahnya menenun bulu dan menjualnya di tokonya.”
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa pelafalan yang benar adalah Al-Ghozali dengan alasan bahwa Al-Ghozzali sendiri mengatakan demikian dan itu bentuk nisbat pada nama desa yang bernama Ghozalah (غَزَالَةُ) misalnya sebagaimana yang disebutkan Adz-Dzahabi dalam Siyar A’lam An-Nubala’ berikut ini:
قَرَأْت بِخَطِّ النَّوَاوِي -رَحِمَهُ اللهُ-: قَالَ الشَّيْخُ تَقِيّ الدين بن الصَّلاَحِ: وَقَدْ سُئِلَ: لِمَ سُمِّيَ الغَزَّالِي بِذَلِكَ، فَقَالَ: حَدَّثَنِي مِنْ أَثِقُ بِهِ، عَنْ أَبِي الْحرم المَاكسِي الأَدِيْب، حَدَّثَنَا أَبُو الثَّنَاء مَحْمُوْد الفَرَضِيّ، قَالَ: حَدَّثَنَا تَاجُ الإِسْلاَم ابْن خَمِيْس، قَالَ لِي الغَزَالِي: النَّاس يَقُوْلُوْنَ لِي: الغَزَّالِي، وَلَسْتُ الغَزَّالِي، وَإِنَّمَا أَنَا الغَزَالِيُّ مَنْسُوْب إِلَى قَرْيَةٍ يُقَالَ لَهَا: غَزَالَةُ، أَوْ كَمَا قَالَ
“Aku membaca dengan tulisan An-Nawawi rahimahullah, beliau mengatakan: ‘Syaikh Taqiyuddin Ibnu Ash Sholah berkata sementara beliau ditanya kenapa Al Ghozzali dinamakan demikian?’ Maka beliau menjawab: ‘Aku diberitahu orang yang aku percaya dari Abu Al Harom Al Makasi Al Adib, Abu Ats-Tsana’ Mahmud Al Farodhi memberitahu kami, beliau berkata: ‘Tajul Islam Ibnu Khomis memberitahu kami, Al Ghozzali berkata kepadaku: ‘Orang-orang memanggilku Al Ghozzali padahal aku bukan seorang tukang tenun. Namaku adalah Al-Ghozali dinisbatkan pada sebuah desa yang bernama Ghozalah.’ atau yang seperti beliau katakan.’”
Maka riwayat di atas tidak bisa dijadikan sebagai tumpuan, karena di dalam sanadnya terdapat perawi majhul sehingga tidak bisa dipegang bahwa Al-Ghozzali yang mengatakan demikian.
Demikian pula informasi senada dalam sebuah riwayat dari cucu Al-Ghozzali sebagaimana tersebut dalam kitab Al-Mishbah Al-Munir Fi Ghoribi Asy-Syarhi Al-Kabir;
وَغَزَالَةٌI قَرْيَةٌ مِنْ قُرَى طُوسَ وَإِلَيْهَا يُنْسَبُ الْإِمَامُ أَبُو حَامِدٍ الْغَزَالِيُّ أَخْبَرَنِي بِذَلِكَ الشَّيْخُ مَجْدُ الدِّينِ مُحَمَّدُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ مُحْيِي الدِّينِ مُحَمَّدِ بْنِ أَبِي طَاهِرٍ شُرْوَانَ شَاه بْنِ أَبِي الْفَضَائِلِ فخراور بْنِ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ سِتِّ النِّسَاءِ بِنْتِ أَبِي حَامِدٍ الْغَزَالِيِّ بِبَغْدَادَ سَنَةَ عَشْرٍ وَسَبْعِمِائَةٍ وَقَالَ لِي أَخْطَأَ النَّاسُ فِي تَثْقِيلِ اسْمِ جَدِّنَا وَإِنَّمَا هُوَ مُخَفَّفٌ نِسْبَةٌ إلَى غَزَالَةَ الْقَرْيَةِ الْمَذْكُورَةِ
“Ghozalah adalah sebuah desa di antara desa-desa Thus dan kepadanya Al Imam Abu Hamid Al Ghozali dinisbatkan. Informasi ini diberitahukan kepadaku oleh Asy Syaikh Majduddin Muhammad ibnu Muhammad bin Muhyiddin Muhammad bin Abi Thohir Syurwan Syah ibnu Abi Al Fadhoil Fakhrowir ibnu ‘Ubaidullah ibnu Sittinnisa’ binti Abi Hamid Al Ghozali di Baghdad pada tahun 710 H. Beliau mengatakan kepadaku: ‘Orang-orang salah ketika mentasydidkan nama kakek kami, yang benar adalah ditakhfif. Itu dinisbatkan pada Ghozalah yakni desa yang telah disebutkan.’”
Riwayat ini tidak bisa dijadikan pegangan, karena menurut informasi Yaqut Al-Hamawi, pakar geografi Islam yang mengarang kitab Mu’jam Al-Buldan, di desa yang bernama Thus -asal Al-Ghazzali-, beliau tidak pernah mendengar ada tempat yang bernama Ghozalah.
Ibnu As-Sam’ani sebagaimana dikutip dalam kitab Dhobthu Al-A’lam (hlm 110) juga pernah bertanya kepada penduduk Thus tentang desa yang bernama Ghozalah, ternyata mereka tidak mengenalinya:
“Aku menanyai penduduk Thus tentang desa ini ternyata mereka tidak mengenalnya.”
Informasi ini menunjukkan bahwa desa yang bernama Ghozalah itu tidak pernah ada, sehingga penisbatan pada desa tersebut adalah tidak benar.
Pelafalan Al-Ghozzali dengan mentasydidkan zay inilah yang dibenarkan ulama-ulama ahli bahasa yang besar-besar, juga pakar-pakar sejarah, serta pakar-pakar nasab. Az-Zabidi berkata:
وَقَالَ ابنُ الْأَثِير: إنّ الغَزالِيَّ مُخَفَّفاً خِلافُ المَشهورِ، وصوَّبَ فِيهِ التَّشديد، وَهُوَ منسوبٌ إِلَى الغَزَّال، بائِعِ الغَزْلِ، أَو الغَزّالِ على عادةِ أهلِ خُوارِزْمَ وجُرْجانَ كالعَصّارِيِّ إِلَى العَصّارِ، وَبَسَطَ ذَلِك السُّبْكِيُّ وابنُ خِلِّكانِ وابنُ شُهْبَةَ
“Ibnu Al Atsir berkata: ‘Sesungguhnya Al Ghozali dengan ditakhfif adalah cara membaca yang berbeda dari pada cara membaca yang masyhur.’ Ibnu Al Atsir membenarkan tasydid. Pelafalan Itu dinisbatkan pada Al Ghozzal yakni penjual tenunan atau seorang penenun sebagaimana kebiasaan penduduk Khuwarizm dan Jurjan seperti lafaz ‘Asshori untuk tukang peras. As-Subki telah membahas panjang lebar masalah ini. Demikian pula Ibnu Khillikan dan Ibnu Syuhbah.”
An-Nawawi juga menegaskan yang benar adalah dengan mentasydidkan zay. Beliau menyebut riwayat yang melafalkan tanpa tasydid zay dengan sighat tamridh:
الغزالي هو محمد بن محمد بن محمد بن أحمد وهكذا يقال بتشديد الزاي وقد روي عنه أنه أنكر هذا وقال إنما أنا الغزالي بتخفيف الزاي منسوب إلى قرية من قرى طوس يقال لها غزالة
“Al Ghozzali adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad. Demikianlah (laqob) beliau dilafalkan dengan mentasydidkan zay. Telah diriwayatkan darinya bahwasanya beliau mengingkari hal ini dan beliau mengatakan: ‘Aku adalah Al Ghozali dengan mentakhfif zay. Dinisbatkan pada desa Thus yang bernama Ghozalah.’”
Demikian pula penjelasan Ibnu Khollikan dalam kitabnya Wafayat Al-A’yan:
والغزالي – بفتح الغين المعجمة وتشديد الزاي المعجمة وبعد الألف لام – هذه النسبة إلى الغزال، على عادة أهل خوارزم وجرجان فانهم ينسبون إلى القصار القصاري، وإلى العطار العطاري، وقيل: إن الزاي مخففة نسبة إلى غزالة وهي قرية من قرى طوس، وهو خلاف المشهور، ولكن هكذا قاله السمعاني في كتاب الأنساب، والله أعلم
“Al Ghozzali dengan memfathahkan ghain dan mentasydidkan zay setelah alif dan lam. Ini adalah nisbat pada Al Ghozzal sebagaimana kebiasaan penduduk Khuwarizm dan Jurjan. Mereka menisbatkan pada Al Qosshor (tukang pemutih pakaian) dengan nama Qosshori, dan pada Al ‘Atthor (tukang parfum) dengan nama ‘Atthori. Pendapat yang lain huruf zay-nya ditakhfif sebagai bentuk nisbat ke Ghozalah yakni sebuah desa dari desa Thus. Dan ini adalah cara membaca yang berbeda dengan cara membaca yang masyhur. Tetapi inilah yang dikatakan As-Sam’ani dalam kitab Al Ansab. Wallahu a’lam.”
Syair-syair kuno di masa lalu sangat jelas menunjukkan para ulama dan masyarakat pada zaman itu melafalkan Al-Ghozzali dengan mentasydidkan zay. Hal ini bisa dilacak pada syair-syair Muhammad bin Al-Mahalli atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Ash-Shoigh Ath-Thoyyib dari abad ke 6 H, juga Muhammad bin Abdullah Al-Azhari dalam Mustaufa Ad-Dawawin, Al-Badri dalam Sihru Al-‘Uyun, As-Suyuthi dalam Al-Muhadhorot, Ibnu Hujjah, Jamaluddin bin Nabatah, Abu Bakr Ar-Rozi, Ash-Shofadi, dan Abu Al-Fath Al-Maliki. (dhobthu al-a’lam, 110-112)
Terkait pengharokatan nama tokoh, pendapat ulama-ulama tarikh, nasab dan bahasa lebih layak menjadi tumpuan karena mereka lebih tahu dalam hal ini.
Dengan demikian pelafalan yang lebih tepat untuk laqob tokoh kita ini adalah Al-Ghozzali, bukan Al-Ghozali. Wallahua’lam.