Oleh: Ust. Muafa
Jika sebuah ibadah ditentukan tempat pelaksanaannya oleh Allah, maka seorang mukmin wajib melaksanakan ibadah di tempat yang sudah ditentukan itu dan tidak boleh melakukannya di tempat lain. Contohnya ibadah haji. Ibadah ini telah ditentukan tempat pelaksanaannya, yakni di tanah suci. Maka tidak boleh orang beriman melakukannya di tempat lain atau menentukan tempat sendiri sebagai pengganti tanah suci. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dihukumi haram karena membuat-buat agama sendiri dan membuat ibadah statusnya tidak diterima karena tidak sah.
Adapun jika ibadah itu tidak ditentukan tempatnya dan hanya diperintahkan secara umum maka ibadah tersebut bisa dilaksanakan di tempat manapun secara makruf selama tidak melanggar nash-nash umum. Contohnya ibadah dzikir. Ibadah ini tidak ditentukan lokasi tertentu yang wajib terikat pada tempat tersebut. Oleh karena itu boleh saja berdzikir ditempat manapun seperti rumah, jalan, pasar, balai pertemuan, medan jihad, lautan, masjid dan lain-lain. Kendati masjid adalah tempat yang afdhol untuk berdzikir tetapi ibadah ini tidak diikat pada tempat tertentu, sehingga hukum asalnya ibadah dzikir ini bisa dilakukan di tempat manapun yang dikehendaki.
Adapun kurban, yang diperintahkan Allah adalah aktivitas berkurbannya dan dibatasi waktu pelaksanaannya. Perintah ini diberikan dalam bentuk umum dan mutlak tanpa diikat pelaksanaannya pada tempat tertentu. Oleh karena itu, tidak menjadi keharusan untuk menyembelih hewan kurban di tempat orang yang berkurban. Menyembelih hewan kurban boleh di mana saja selama tidak bertentangan dengan nash-nash umum, tanpa membedakan apakah tempat penyembelihan hewan kurban itu di tempat orang yang berkurban ataukah di luar tempat orang yang berkurban. Juga tidak membedakan apakah lokasi penyembelihan itu masih dalam radius jarak qoshor atau melebihinya. Semuanya tidak masalah karena Allah memang tidak menentukan tempat khusus untuk menyembelih hewan kurban.
Memang benar, daging kurban yang paling afdhol adalah diberikan kepada fakir miskin, kerabat dan tetangga yang dekat dengan orang yang berkurban. Hanya saja hal ini tidak bermakna keharusan menyembelih hewan kurban di tempat orang yang berkurban. Keutamaan itu hanya terkait dengan sasaran yang menerima distribusi daging kurban, sama sekali tidak terkait dengan lokasi penyembelihan hewan kurban.
Demikian pula terkait persoalan menyembelih sendiri dan menyaksikan penyembelihan hewan kurban bagi orang yang berkurban. Memang benar yang paling afdhol bagi orang yang berkurban itu adalah menyembelih sendiri hewan kurbannya, membaca bismilah, bertakbir dan menyaksikan prosesi penyembelihan itu. Hanya saja hal ini tidak bermakna keharusan penyembelihan harus di daerah tempat tinggal orang yang berkurban, karena bisa saja dia menyembelih di daerah lain sementara dia tetap bisa melaksanakan sunnah menyembelih sendiri dan menyaksikan hewan kurban itu.
Pendeknya, tidak ada dalil apapun yang bisa digunakan untuk menyimpulkan bahwa menyembelih hewan kurban harus di tempat/daerah tinggal orang yang berkurban. Oleh karena itu, boleh saja hewan kurban dikirim ke daerah lain, disembelih di sana dan juga dibagi-bagikan di sana. Penjelasan lebih detail tentang kebolehan membagi daging kurban ke daerah lain bisa dibaca dalam artikel pada tautan ini https://irtaqi.net/2017/08/28/hukum-membagi-kurban-ke-daerah-lain.
Rasulullah ﷺ pernah mengirim kurban beliau ke Mekah untuk disembelih di sana dan mewakilkan kepada Abu Bakar utuk menyembelihnya sementara beliau berada di Madinah. Al-Bukhari meriwayatkan,
“Dari Aisyah, radhiyallahu ‘anha, ia berkata, ‘Aku memintal kalung hewan kurban Nabi ﷺ kemudian beliau menandai hewan kurban tersebut dengan sedikit melukainya pada punuknya dan mengalunginya. Setelah itu beliau mengirimkannya ke Baitullah (Mekah) dan beliau tetap tinggal di Madinah. Namun, tidak ada sesuatupun yang halal bagi beliau menjadi haram -karena kurban ke Mekah tersebut- (H.R.Al-Bukhari)
Syaikh Al-Kurdi pernah ditanya hukum berkurban dari Jawa tapi lokasi penyembelihannya dan distribusi dagingnya di Mekah. Beliau menjawab bahwa hal tersebut sah dan dibolehkan. Dalam kitab “I’anatu Ath-Tholibin” disebutkan,
( الجواب ) نعم يصح ذلك ويجوز التوكيل في شراء الأضحية والعقيقة وفي ذبحها ولو ببلد غير بلد المضحي والعاق
“Beliau (Syaikh Al-Kurdi) rahimahullah ta’a di tanya, “Penduduk Jawa terbiasa menunjuk wakil untuk membeli hewan kurban di Mekah untuk kepentingan akikah atau kurban dan disembelih di Mekah, sementara orang yang berakikah atau berkurban berada di Jawa. Apakah yang seperti itu sah ataukah tidak? Berilah kami fatwa”.
Jawabannya;
Iya. Itu sah. Boleh menunjuk wakil untuk membeli binatang kurban dan akikah, termasuk pula (menunjuk wakil) untuk menyembelihnya meskipun di negeri yang bukan negeri orang yang berkurban atau berakikah (I’anatu Ath-Tholibin, juz 2 hlm 335)
Wallahua’lam.