Oleh: Ust. Muafa
Puasa Arofah adalah puasa pada bulan Dzulhijjah pada tanggal sembilan, yakni hari dimana jamaah haji melakukan wukuf di padang Arofah.
Hukum puasa Arofah adalah sunnah muakkadah. Dalilnya adalah hadis Nabi ﷺ yang menjelaskan keutamaan puasa Arofah. Diantaranya adalah hadis Muslim berikut ini:
صحيح مسلم (6/ 55)
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ
“…Puasa pada hari Arafah, aku berihtisab (mengharap janji ganjaran) kepada Allah, agar puasa itu bisa menghapus dosa setahun setahun penuh sebelumnya dan setahun sesudahnya..”
Dalam riwayat Muslim yang lain, hadis ini berbunyi:
صحيح مسلم (6/ 56)
وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَرَفَةَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ وَالْبَاقِيَةَ
“..Kemudian beliau ditanya tentang puasa pada Arafah, maka beliau menjawab: “Puasa itu akan menghapus dosa-dosa satu tahun yang lalu dan yang tersisa (yang akan datang).”
Adanya penjelasan ganjaran yang sungguh besar dari Rasulullah ﷺ dalam hadis di atas, menunjukkan Rasulullah ingin umatnya melaksanakan puasa tersebut. Oleh karena itu puasa Arofah hukumnya sunnah. Besarnya fadhilah/keutamaan puasa Arofah, yakni menghapus dosa setahun sebelum dan sesudahnya membuat jenis kesunnahan ibadah ini bukan sunnah biasa tetapi sunnah muakkadah.
Lagipula, ada riwayat yang menjelaskan bahwa semua amal shalih yang dikerjakan dalam rentang waktu antara tanggal 1-10 Dzulhijjah adalah amal shalih yang sangat disenangi Allah, bahkan lebih disenangi daripada jihad fi sabilillah. Puasa Arafah dikerjakan tanggal 9 Dzulhijjah, karena itu amal shalih ini termasuk jenis keumuman amal shalih yang sangat disukai Allah ﷻ. Riwayat ini semakin menguatkan bahwa puasa Arofah adalah sunnah yang dikuatkan (muakkadah).
Bukhari meriwayatkan:
صحيح البخاري (4/ 34)
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
“dari Ibnu ‘Abbas dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tidak ada amal yang dikerjakan dalam hari-hari tertentu yang lebih utama daripada hari-hari ini (sepuluh awal bulan Dzulhijjah).” Para sahabat bertanya, “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak juga jihad. Kecuali seseorang yang keluar dari rumahnya dengan mengorbankan diri dan hartanya (di jalan Allah), lalu dia tidak kembali lagi.”
Adapun maksud dosa-dosa yang dihapus dalam hadis yang menjelaskan keutamaan puasa Arofah, yang dimaksud adalah dosa-dosa kecil. Bukan dosa-dosa secara mutlak. Jadi dosa besar tidak tercakup dalam cakupan hadis tersebut.
Ubaidullah Al-Mubarokfuri berkata:
مرعاة المفاتيح شرح مشكاة المصابيح (7/ 61)
قال إمام الحرمين: والمكفر الصغائر. قال عياض: وهو مذهب أهل السنة والجماعة. وأما الكبائر فلا يكفرها إلا التوبة أو رحمة الله.
“Imamul Haramain berkata: Yang dihapus dosanya adalah dosa-dosa kecil. Iyadh berkata: Ini adalah madzhab ahlussunnah waljama’ah. Adapun dosa-dosa besar, maka tidak ada yang bisa menghapuskannya selain taubat atau rahmat Allah”
Jika hamba yang berpuasa Arofah itu tidak memiliki dosa-dosa kecil, maka dengan puasa Arofah bisa diharapkan untuk diringankan terkait dosa-dosa besarnya. Jika Jika hamba yang berpuasa Arofah itu tidak memiliki dosa-dosa besar, maka dengan puasa Arofah bisa diharapkan diangkat derajatnya.
Adapun makna menghapus dosa setahun sebelum dan setahun sesudahnya, maka maknanya bisa salah satu daripada tiga:
Pertama: Hal itu bermakna hakiki, yakni Allah benar-benar menghapus dosa setahun (hitungan hijriyyah) sebelum tanggal 9 Arofah dan setahun sesudah tanggal 9 Arofah itu. Artinya, jika ada dosa kecil yang dilakukan dalam rentang satu tahun semenjak tanggal 9 Arofah, maka dosanya langusng dihapus
Kedua: Hal tersebut bermakna Allah menjaga agar hamba tersebut tidak sampai terjatuh kedalam dosa selama rentang satu tahun kedepan
Ketiga: Hal tersebut bermakna Allah memberi pahala dan rahmat yang membuat menghapus dosa-dosa kecil yang dilakukan selama rentang satu tahun ke depan.
Adapun bagi orang yang berhaji dan hendak wukuf di Arofah, maka puasa Arofah tidak dianjurkan karena orang yang hendak berwukuf lebih layak mempersiapkan diri dan fisik sebaik-baiknya agar memiliki kekuatan cukup untuk bermunajat hebat pada hari Arofah. Rasulullah ﷺ sendiri tidak berpuasa jika berwukuf di Arofah.
Bukhari meriwayatkan:
صحيح البخاري (17/ 365)
عَنْ أُمِّ الْفَضْلِ
أَنَّهُمْ شَكُّوا فِي صَوْمِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَبَعَثَتْ إِلَيْهِ بِقَدَحٍ مِنْ لَبَنٍ فَشَرِبَهُ
dari Ummu Fadl bahwa orang-orang ragu-ragu mengenai puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di hari ‘Arafah, lantas Ummu Fadl mengirimkan semangkuk susu untuk beliau, lalu beliau meminumnya.”
Dalam riwayat Bukhari lain disebutkan:
صحيح البخاري (7/ 111)
عَنْ مَيْمُونَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا
أَنَّ النَّاسَ شَكُّوا فِي صِيَامِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَرَفَةَ فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ بِحِلَابٍ وَهُوَ وَاقِفٌ فِي الْمَوْقِفِ فَشَرِبَ مِنْهُ وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
dari Maymunah radliallahu ‘anha bahwa orang-orang ragu tentang puasa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari ‘Arafah, lalu ia mengirim susu kepada Beliau yang sedang wukuf di Arafah, maka Beliau meminumnya sementara orang-orang melihatnya.
Atho’ bahkan memfatwakan bahwa tidak berpuasa Arofah bagi orang yang wukuf di Arofah dengan maksud memperkuat fisik agar kuat bermunajat kepada Allah, dia akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang berpuasa Arofah.
Abdurrozzaq meriwayatkan:
مصنف عبد الرزاق الصنعاني (4/ 284)
وَعَنْ عَطَاءٍ قَالَ: «مَنْ أَفْطَرَ يَوْمَ عَرَفَةَ لِيَتَقَوَّى بِهِ عَلَى الدُّعَاءِ كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الصَّائِمِ»
Dari Atho’ beliau berkata: Barangsiapa tidak berpuasa pada hari Arofah dengan maksud menguatkan diri untuk berdoa (saat berwukuf di Arofah), maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berpuasa.