Oleh: Ustadz Muafa
Ijtihad-ijtihad Al-Imam Asy-Syafi’i sebagai pendiri dan pembangun madzhab Asy-Syafi’i adalah ijtihad yang mendalam, komprehensif dan lengkap mencakup semua persoalan yang sanggup dijangkau oleh beliau di zaman hidupnya, mulai urusan ibadah, nikah sampai soal yang bersentuhan dengan daulah.
Hanya saja, beliau adalah manusia biasa. Sejenius apa pun daya prediksi Asy-Syafi’i dalam memperkirakan persoalan manusia yang perlu disikapi dengan hukum Islam, tetap saja tidak mungkin beliau sanggup menjangkau semua kemungkinan persoalan hidup sampai akhir zaman. Beruntung, Asy-Syafi’i tidak hanya meninggalkan produk hukum fikih sebagaimana tercermin dalam isi mayoritas kitab Al-Umm, tetapi beliau juga meninggalkan metode menggali hukum Islam yang kita kenal sekarang dengan istilah ilmu ushul fikih. Kitab Ar-Risalah (الرسالة) adalah karya monumental Asy-Syafi’i terkait aspek epistemologis hukum Islam yang menjadi pelopor seluruh ushul fikih madzhab yang lain, baik yang pro dengan Asy-Syafi’i maupun yang kontra.
Melalui kaidah ushul fikih yang diwariskan Asy-Syafi’i itulah ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah generasi belakangan berijtihad dan menelurkan hukum baru terhadap persoalan baru yang belum pernah dibahas oleh Asy-Syafi’i. Ijtihad tersebut dalam istilah ulama Asy-Syafi’iyyah disebut dengan nama wajhun (وَجْهٌ) yang dimutsannakan menjadi wajhani (وَجْهَانِ) dan dijamakkan menjadi wujuh (وُجُوْهٌ) atau aujuh (أَوْجُهٌ). Jadi, ketika ada ulama Asy-Syafi’iyyah yang membahas hukum suatu persoalan kemudian mengatakan “fihi wajhani” (فِيْهِ وَجْهَانِ), maka hal itu bermakna bahwa dalam persoalan tersebut ada dua variasi ijtihad ulama Asy-Syafi’i yang berbeda. Oleh karena itu, bisa kita simpulkan bahwa sesama ulama Asy-Syafi’iyyah pun, dengan kaidah yang sama dan persoalan yang sama, bisa muncul dua atau lebih ijtihad yang berbeda karena perbedaan cara pandang, cara memahami dan cara menyimpulkannya. Ini adalah “ikhtilaf internal” di kalangan sesama madzhab Asy-Syafi’i. Itu sangat wajar dan manusiawi.
Pertanyaannya, jika kita ingin tahu kekayaan variasi “ikhtilaf internal” madzhab Asy-Syafi’i” kitab-kitab apa saja yang bisa dirujuk?
Melalui kajian sejumlah referensi, berikut ini adalah daftar nama kitab yang direkomendasikan untuk kepentingan di atas,
1. Mukhtashor Al-Muzani (مختصر المزني) karya Al-Muzani (wafat 264 H)
2. At-Ta’liqot (التعليقة) terhadap mukhtashor Al-Muzani karangan Abu Hamid Al-Marwazi (wafat 362 H)
3. At-Ta’liqot (التعليقة) terhadap mukhtashor Al-Muzani karangan Abu Ath-Thoyyib Ath-Thobari (wafat 445/450? H)
4. At-Ta’liqot (التعليقة) terhadap mukhtashor Al-Muzani karangan Al-Qodhi Husain (wafat 462 H)
5. Al-Hawi Al-Kabir (الحاوي الكبير) karangan Al-Mawardi (wafat 450 H)
6. A-Tanbih (التنبيه) karangan Abu Ishaq Asy-Syirozi (wafat 476 H)
7. Al-Muhadzdzab (المهذب) karangan Abu Ishaq Asy-Syirozi (wafat 476 H)
8. Al-Ibanah Fi Al-Fiqhi Asy-Syafi’i (الإبانة في الفقه الشافعي) karangan Al-Furoni ( wafat 461 H)
9. At-Tatimmah (التتمة) karangan Al-Mutawalli An-Naisaburi ( wafat 478 H)
10. Nihayatu Al-Mathlab (نهاية المطلب) karangan Abu Al-Ma’ali Al-Juwaini (wafat 478 H)
11. Bahru Al-Madzhab (بحر المذهب) karangan Ar-Ruyani (wafat 502 H)
12. Al-Basith (البسيط) karangan Al-Ghazzali (wafat 505 H)
13. Al-Wasith (الوسيط) karangan Al-Ghazzali (wafat 505 H)
14. Al-Wajiz (الوجيز) karangan Al-Ghazzali (wafat 505 H)
Hanya saja, patut digarisbawahi. Daftar kitab-kitab di atas bukanlah rujukan untuk mengetahui pendapat mu’tamad (resmi) madzhab Asy-Syafi’i. Keliru jika merujuk kitab-kitab di atas untuk mengetahui pendapat mu’tamad madzhab Asy-Syafi’i. Kitab-kitab di atas ditulis atas dasar madzhab Asy-Syafi’i dan hanya bisa menjadi rujukan dalam hal pendapat Asy-Syafi’i yang sudah disepakati kebenaran penukilannya dan rujukan dalam hal mengetahui variasi wujuh (pendapat ulama Asy-Syafi’iyyah dalam satu persoalan baru).
Untuk merujuk pendapat mu’tamad madzhab Asy-Syafi’i, tentu harus memakai kitab-kitab yang lahir pada fase tahrir madzhab yang dipelopori oleh Ar-Rofi’i (wafat 623 H), kemudian dilanjutkan An-Nawawi (wafat 676 H) dan dipungkasi oleh dua penutup tahrir madzhab fase kedua yaitu Ibnu Hajar Al-Haitami (wafat 973 H) dan Ar-Romli (wafat 1004 H).
رحمهم الله رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين