Oleh : Ust. Muafa
Dalam madzhab Asy-Syafi’i, orang yang meninggalkan salat karena malas tapi masih yakin bahwa salat itu wajib, ia DIHUKUM BUNUH, yakni dipenggal kepalanya sebagai hadd tetapi tidak dianggap kafir. Pernyataan ini dengan mudah akan kita dapatkan dalam kitab-kitab induk madzhab Asy-Syafi’i seperti “Matan Abu Syuja’”, “At-Tanbih” karya Asy-Syirozi, “Qurrotul ‘Ain Bimuhimmati Ad-Din” karya Al-Malibari termasuk syarahnya yang bernama “Fathu Al-Mu’in”, juga kitab besar tumpuan madzhab Asy-Syafi’i karya An-Nawawi yang bernama “Al-Majmu’”. Pendapat ini juga menjadi pendapat Malik juga mayoritas salaf dan kholaf. An-Nawawi berkata,
Artinya :
“..sehubungan dengan madzhab-madzhab ulama terkait orang yang meninggalkan salat karena malas dengan disertai keyakinan akan kewajibannya, madzhab kami yang masyhur sebagaimana dinyatakan sebelumnya adalah dia dihukum bunuh sebagai hadd dan tidak dikafirkan…” (Al-Majmu’, juz 3 hlm 16 )
Dalil pendapat ini adalah ayat dalam Al-Qur’an yang berbunyi,
Artinya :
“Bunuhlah orang-orang musyrik di manapun kalian menemukan mereka. Ambillah mereka, kepunglah mereka dan intailah mereka disetiap tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat, menegakkan salat dan membayar zakat maka lepaskanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (At-Taubah; 5)
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan untuk memerangi dan membunuh orang-orang musyrik di manapun mereka berada. Jika mereka bertaubat dan bersedia salat dan membayar zakat maka mereka tidak dibunuh. Salat disebut Allah sebagai alasan mereka tidak dibunuh, hal ini menunjukkan siapapun yang meninggalkan salat maka dia layak untuk dibunuh.
Dalil lain yang menguatkan adalah hadis berikut ini,
Artinya :
“dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah bersabda, ‘Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan salat, dan membayar zakat. Jika mereka melakukan itu maka mereka menjaga darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam. Hisab mereka terserah Allah (H.R. Al-Bukhari)
Dalam hadis di atas, Rasulullah memberitahukan bahwa beliau diperintahkan Allah memerangi manusia sampai mereka bersyahadat dan melaksanakan rukun Islam. Salah satu rukun Islam yang disebut adalah salat. Hal ini memberi pengertian, siapapun yang masih meninggalkan salat maka dia layak diperangi, yakni dibunuh karena dia sudah memenuhi sifat tidak terjaga darah dan hartanya sebagai akibat penolakannya untuk salat.
Dalil lain yang menguatkan adalah sabda Rasulullah berikut ini,
Artinya :
“ (Rasulullah bersabda)… sesungguhnya aku dilarang membunuh orang-orang yang salat” (H.R.Abu Dawud)
Dalam hadis ini, Rasulullah memberitahu bahwa beliau dilarang Allah membunuh orang yang melakukan salat. Mafhumnya, jika orang tidak melakukan salat maka dia dibunuh karena dia tidak melakukan sesuatu yang menjadi sebab terjaga darah.
Ijtihad yang lebih “galak” adalah ijtihad Ahmad. Menurut beliau, orang yang meninggalkan salat karena malas dan tetap meyakini kewajibannya langsung dihukumi kafir dan diberlakukan hukum-hukum orang murtad dalam segala hal. Ini juga menjadi pendapat Ibnu Al-Mubarok, dan Ishaq bin Rohawaih. Ulama bermadzhab Asy-Syafi’i juga ada yang setuju dengan pendapat ini yakni Manshur Al-Faqih. Konon, pendapat ini juga menjadi pendapat Ali bin Abi Tholib.
Yang paling “ringan” adalah pendapat Abu Hanifah. Dalam pandangan beliau, orang yang meninggalkan salat karena malas tapi masih meyakini kewajibannya dihukum dengan ta’zir dengan cara dipenjara, tidak perlu dibunuh dan tidak dianggap kafir. Ini juga pendapat murid-murid Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan sekelompok ulama Kufah. Ulama bermadzhab Asy-Syafi’i yang sepakat dengan ijtihad ini adalah Al-Muzani.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين