Oleh : Ust. Muafa
Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliaulah istri Nabi yang paling dicintainya setelah Khadijah, yang mendapatkan kemuliaan dengan turunnya wahyu pada saat Rasulullah satu selimut dengannya, yang dikirimi salam langsung oleh malaikat Jibril, yang akan menjadi istri Rasulullah di akhirat…
Muslim manapun yang menuduh beliau (Aisyah) yang mulia ini dengan tuduhan keji dan menisbatkan perbuatan serong pada beliau -setelah turun ayat Al-Qur’an yang membersihkan nama beliau- baik tuduhan keji itu adalah tuduhan pada peristiwa haditsul ifki antara Aisyah dengan Shofwan bin Al-Mu’atthol, maupun tuduhan keji yang dinisbatkan kepada Aisyah dengan Tholhah bin ‘Ubaidillah -salah satu dari 10 shahabat nabi yang dijamin masuk surga-, ataupun tuduhan keji terhadap Aisyah dengan lelaki lain secara umum, maka orang tersebut dihukumi kafir murtad dan telah keluar dari Islam. Dia dinyatakan telah batal syahadatnya dan diperlakukan sebagaimana perlakuan terhadap orang murtad. An-Nawawi berkata,
Artinya :
“(atau barangsiapa) menisbatkan fahisyah (perbuata zina) kepada Aisyah radhiyallahu anha…maka semua ini adalah kekufuran” (Roudhotu Ath-Tholibin juz 10 hlm 64)
Bagaimana tidak dikatakan kafir dan murtad padahal pernyataan kebersihan Aisyah langsung datang dari Allah melalui wahyu dalam surah An-Nur? Siapapun yang menuduh Aisyah berbuat keji, maka itu sama saja dengan mendustakan Allah dalam Al-Qur’an sehingga layak divonis kafir nan murtad.
Dengan memahami bahwa kitab Roudhotu Ath-Tholibin adalah salah satu kitab mu’tamad madzhab Asy-Syafi’i, karena dikarang oleh An-Nawawi yang terkenal sebagai munaqqih dan muharrir madzhab Asy-Syafi’i, maka bisa dikatakan bahwa kekafiran orang yang menuduh Aisyah berbuat keji adalah pendapat madzhab Asy-Syafi’i.
Di antara paham/kelompok/aliran yang cukup terkenal menuduh Aisyah melakukan perbuatan keji dan berkhianat terhadap Rasulullah dengan cara berselingkuh dengan Shofwan bin Al-Mu’atthol pada peristiwa peperangan Bani Al-Mushtholiq adalah kelompok Syiah. Dalam kitab induk Syiah yang bernama Al-Kafi karya Al-Kulaini, ada pernyataan yang diklaim sebagai tafsiran Muhammad bin ‘Ali Al-Baqir yang menguraikan makna khianat yang disebut Allah dalam surah At-Tahrim. Surah At-Tahrim telah diketahui menyoroti dua istri Nabi yaitu Aisyah dan Hafshoh. Dalam surah tersebut Allah menyinggung dua orang istri Nabi yang berkhianat kepada suaminya, yaitu istri Nabi Nuh dan istri Nabi Luth. Konon Muhammad bin ‘Ali Al-Baqir menafsirkan bahwa makna khiyanah dalam ayat tersebut adalah perzinaan. Jadi ketika Allah menceritakan penghianatan dua istri nabi itu, isyarat itu dianggap sebagai sindiran untuk Hafshoh dan Asiyah yang dianggap melakukan perbuatan (zina) yang sama. Dalam kitab Al-Kafi disebutkan,
Artinya :
“..apa pendapatmu terkait makna khiyanah pada firman Allah Azza Wajalla ‘fakhoonataahumaa”? Allah tidak memaksudkan itu kecuali perzinaan..” (Al-Kafi juz 2 hlm 555)
Adapula tuduhan Aisyah berbuat keji dengan Tholhah bin ‘Ubaidillah dalam kitab tafsir Syiah yang bernama Tafsir Al-Qummi. Dalam kitab ini disebutkan bahwa dalam peristiwa perang Jamal, Tholhah bertemu dengan Aisyah di jalan. Kemudian Tholhah menegur Aisyah yang melakukan safar tanpa mahrom. Tholhah yang memang mencintai Aisyah akhirnya berhasil membuat Aisyah menikahkan dirinya dengannya. Dalam Tafsir Al-Qummi disebutkan,
لا يحل لك ان تخرجي من غير محرم فزوجت نفسها من فلان
“…(Tholhah berkata) tidak halal bagimu keluar rumah tanpa mahrom’. Maka Aisyah menikahkan dirinya dengan Tholhah…” (Tafsir Al-Qummi, juz 75 hlm 4)
Tuduhan Aisyah berbuat keji juga disebutkan dalam kitab “Ash-Shiroth Al-Mustaqim Ila Mustahiqqi At-Taqdim”. Zainuddin An-Nabathi Al-Bayadhi berkata,
Artinya : “Orang-orang berkata, ‘Allah membersihkan Aisyah dalam firmannya, ‘itulah orang-orang yang dibebaskan dari apa yang mereka tuduhkan’, kami menanggapi, ‘Itu adalah pembersihan untuk Nabi-Nya dari zina bukan untuknya -Aisyah- (Ash-Shiroth Al-Mustaqim Ila Mustahiqqi At-Taqdim, juz 64 hlm 4)
Hanya saja sebagian Syiah sendiri membantah nukilan-nukilan di atas melalui kajian sanad dan matan. Jika dua informasi antara yang menafikan dan mengafirmasi ini digabungkan dan dikompromikan, barangkali bisa disimpulkan bahwa yang menuduh Aisyah dengan tuduhan keji bukan Syiah secara mutlak tetapi sebagian aliran Syiah tertentu atau kelompok tersembunyi yang masuk dalam kitab-kitab Syiah. Atau sebenarnya mereka di kalangan internal tetap menuduh Aisyah dengan tuduhan keji, hanya saja di kalangan eksternal mereka bertaqiyyah dan berpura-pura membantah. Wallahua’lam.
اللهم اجعلنا من محبي ومتبعي الصحابة الكرام