Oleh Ustaz Muafa
Kitab “Fathu Al-Mu’in” (فتح المعين) adalah kitab terakhir dari “tiga trio fathu” yang akan kita resensi. “Tiga trio fathu” yang dimaksud adalah,
- “Fathu Al-Qorib” (فتح القريب) karya Ibnu Qosim Al-Ghozzi
- “Fathu Al-Wahhab” (فتح الوهاب) karya Zakariyya Al-Anshori,dan
- “Fathu Al-Mu’in” (فتح المعين) karya Zainuddin Al-Malibari
Resensi kitab “Fathu Al-Qorib” telah kita buatkan catatan dalam artikel berjudul “Mengenal Kitab “Fathu Al-Qorib”, Syarah Matan Abu Syuja”. Resensi kitab “Fathu Al-Wahhab” telah kita buatkan catatan dalam artikel berjudul ”Mengenal Kitab “Fathul Wahhab” Karya Zakariyya Al-Anshori”. Jadi, sebagai penyempurna, kita buatkan resensi juga untuk kitab “Fathu Al-Mu’in”.
Sebenarnya, secara sekilas kitab ini sudah disinggung saat membahas kitab “Qurrotu Al-‘Ain” sekitar setengah tahun yang lalu, yakni pada catatan saya yang berjudul “Mengapa Kitab Qurrotu Al-‘Ain Terkenal Di Indonesia?”
Kitab “Fathu Al-Mu’in” adalah syarah kitab “Qurrotu Al-‘Ain” atau yang memiliki nama lengkap “ Qurrotu Al-‘Ain bi Muhimmati Ad-Din”. Karena itulah pengarang memberi nama lengkap untuk “Fathu Al-Mu’in” dengan sebutan “Fathu Al-Mu’in Bisyarhi Qurroti Al-‘Ain bi Muhimmati Ad-Din” (فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين). Kitab ini rampung ditulis pada tahun 982 H.
Pengarangnya bernama Zainuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Aziz Al-Malibari yang bisa disingkat Zainuddin Al-Malibari. Julukan beliau adalah “Al-Makhdum Ash-Shoghir” atau “Al-Makhdum Ats-Tsani”. Adapun julukan “Al-Makhdum Al-Kabir” atau “Al-Makhdum Al-Awwal”, masyarakat mengenalnya disematkan kepada kakeknya yang bernama Abu Yahya Zainuddin bin Ali.
Asal Zainuddin Al-Malibari dari Malabar, sebuah daerah di India. Pelafalan Al-Malibari (الْمَلِيْبَارِيّ) dengan memfathahkan “mim” dan mengkasrohkan “lam” didasarkan pada ucapan lisan yang populer untuk lafaz ini. Az-Zirikli dalam Al-A’lam melafalkannya Al-Mallibari (الْمَلِّيْبَارِيّ), yakni dengan mentasydidkan “lam”. Jika dilihat nama latinnya Malabar, Al-Jabi mengusulkan nisbahnya disebut Al-Malabari (الْمَالاَبَارِيّ). Ibnu Bathuthoh dalam kitabnya yang bernama “Tuhfatu An-Nuzh-zhor Fi Ghoro-ibi Al-Amshor Wa ‘Aja-ibi Al-Asfar” menyebut dhobthnya adalah Al-Mulaibari (الْمُلَيْبَارِيّ). Dengan demikian minimal ada 4 ikhtilaf terkait pelafalan nama ini, yaitu Al-Malibari, Al-Mallibari, Al-Malabari, dan Al-Mulaibari. Malahan, ada juga yang membacanya Al-Milyabari.
Lokasi lebih akurat terkait tempat kelahirannya diyakini adalah kota Chombal di dekat kota Mahe daerah Kannur, di wilayah utara Kerala atau yang dikenal dengan sebutan Malabar tadi. Lahirnya tahun 938 H di tengah keluarga yang dikenal dengan julukan “Al-Makhdum”. Nenek moyangnya disebut para sejarawan berasal dari Yaman yang menjelajah dunia dan akhirnya berlabuh ke daerah yang bernama Ma’bar yang terletak di tenggara pantai Malabar yang pada zaman sekarang dsiebut dengan Coromandel di wilayah Tamil Nadu. Mazhab Asy-Syafi’i juga sudah lama tersebar di area Malabar ini. Hal itu bisa diketahui dari catatan-catatan Ibnu Batthuthoh saat mengunjungi negeri itu.
Guru Al-Malibari banyak, di antaranya yang terpenting adalah sang muhahrir besar fase kedua yaitu Ibnu Hajar Al-Haitami (w. 974 H). Jika Al-Malibari menyebut “syaikhuna” (شيخنا) dalam kitab “Fathu Al-Mu’in”, maka yang dimaksud adalah Ibnu Hajar Al-Haitami ini.
Gurunya yang lain adalah Ibnu Ziyad (975 H). Dalam kitab “Fathu Al-Mu’in” biasanya Al-Malibari menyebutnya ‘Syaikhuna Ibnu Ziyad” (شيخنا ابن زياد). Selain itu beliau juga beguru pada Az-Zamzami (w. 976 H), Ash-Shiddiqi (w. 994 H) dan sejumlah ulama yang lain.
Di antara karya Al-Malibari yang terkenal di negeri Indonesia ini adalah kitab nasihat beraroma tasawuf yang berjudul “Irsyadu Al-‘Ibad Ila Sabili Ar-Rosyad”.
Jika dilihat dari sejarahnya, kitab “Fathu Al-Mu’in” ini ditulis setelah masa penulisan “Nihayatu Al-Muhtaj” karya Ar-Romli. Artinya, kitab ini bisa dipahami sebagai cerminan ringkasan fase kematangan mazhab Asy-Syafi’i. Bisa dikatakan juga “Fathu Al-Mu’in” menghimpun dua kecenderungan dua syaikh besar sebelumnya yaitu kecenderungan Ibnu Hajar Al-Haitami dan kecenderungan Syamsuddin Ar-Romli.
Kitab ini bermutu tinggi. Di antara yang menunjukkan tingginya mutu kitab “Fathu Al-Mu’in” adalah posisinya yang dijadikan sebagai sumber referensi oleh sejumlah hasyiyah dan kitab yang lain yang ditulis sesudahnya seperti “Hasyiyah As-Syirwani”, “Bughyatu Al-Mustarsyidin”, “Kasyifatu As-Saja”, “Al-Fawaid Al-Makkiyyah”, “Hasyiyah Bashobrin”, “I’anatu Ath-Tholibin”, “Tarsyihu Al-Mustafidin” dan lain-lain.
Karena ketinggian nilai kitab ini, menjadi wajar jika pengaruh dan daya sebarnya sangat luas. Di Malabar; India, negeri asal pengarang, kitab ini diajarkan. Bukan hanya di India saja di ajarkan, tetapi juga diajarkan di Mesir, Mekah, Madinah, Suriah, Damaskus, Somalia, Srilangka, Kurdistan, Yaman, Hadhromaut, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Banyak pondok pesantren, madrasah, fakultas, universitas, masjid-masjid dan berbagai lembaga pendidikan Islam lainnya menjadikan kitab ini sebagai kitab wajib yang dipelajari. Di India, kitab ini dijadikan sebagai buku wajib dan dimasukkan dalam kurikulum sejumlah lembaga pendidikan tinggi seperti di “Baqiyat Salihat Arabic College” di Vellore, Tamil Nadu, “Nooriyya Arabic College” di Pattikkad, Kerala, “Darul Huda Islamic University” di Malappuram, negara bagian Kerala dan lain-lain. Di Yaman, kitab ini dipakai di “Dar Al-Mushthofa” di Tarim, “Ribath Madrosah Al-Fath Wa Al-Imdad” di Hadhromaut, “Ribath Tarim Al-‘Ilmi” di Tarim, dan lain-lain. Di Suriah, kitab ini dipelajari di “Al-Jami’ Al-Umawi”. Di Mekah, ada majelis yang mensyarahnya dengan bahasa Indonesia. Di Somalia dijadikan sebagai kitab pemula siapapun yang ingin mempelajari mazhab Asy-Syafi’i.
Rupanya Allah mengabulkan doa Al-Malibari. Di bagian akhir kitab “Fathu Al-Mu’in”, Al-Malibari menutup kitabnya dengan doa agar Allah menerima amalnya dan meminta Allah agar menjadikan kitabnya bermanfaat secara luas. Kalimat doa ini dikomentari As-Sayyid Al-Bakri Dalam kitab “I’anatu Ath-Tholibin” dengan mengatakan bahwa Allah telah mengabulkan doa Al-Malibari persis seperti yang diminta. Menurut Al-Bakri, pilihan kehidupan rohani Al-Malibari yang menempuh jalan kesufian dan bahkan menjadi pembesar sufi memberi pengaruh signifikan yang membuat beliau menjadi ulama yang mustajab doanya.
Popularitas “Fathu Al-Mu’in” memang wajar jika dilihat dari sisi isinya. Kitab ini kaya ilmu dan padat informasi. Sebagai gambaran sederhana, kita bisa melihat daftar nama ulama, nama tokoh dan nama kitab yang dikutip Al-Malibari di dalamnya. Bassam Al-Jabi yang membuatkan indeks untuk seluruh nama ulama, nama tokoh dan nama kitab dalam “Fathu Al-Mu’in” ini ternyata memerlukan 41 halaman hanya untuk indeks saja! Fakta sekilas ini adalah bukti nyata keluasan dan kedalaman ilmu Al-Malibari, mengingat “Fathu Al-Mu’in” adalah syarah ringkas, bukan syarah “muthowwal”.
Oleh karena kitab “Fathu Al-Mu’in’ adalah kitab yang berkualitas, tidak heran banyak ulama memberikan perhatian terhadapnya dengan membutkan manzhumah, mukhtashor, hasyiyah, syarah, taqrir, dan ta’liqot untuknya.
Di antara yang menazhomkannya adalah Al-Fadhfari dalam karya berjudul “An-Nazhmu Al-Wafiyy”. Ada juga yang menazhomkannya tapi khusus bab faroidh seperti Al-Arokkali dalam karya berjudul “Manzhumah Faroidh Fathi Al-Mu’in”.
Adapula yang membuatkan mukhtashornya seperti yang dilakukan Abdurrahman Bawa dalam karya berjudul “Khulashotu Fath Al-Mu’in” atau “Khulashotu Al-Fiqhi Al-Islami”.
Adapula yang fokus menulis biografi nama-nama tokoh yang disebut dalam “Fathu Al-Mu’in” seperti karya Al-Jilikadi yang berjudul “Al-Muhimmah Fi Bayani Al-A-immah Al-Madzkurin Fi Fathi Al-Mu’in”.
Adapula yang membuatkan hasyiyah untuknya, dan ini adalah bagian terbesarnya. Di antara hasyiyah untuk “Fathu Al-Mu’in” adalah “Hasyiyah Bashobrin” karya Ali Bashobrin (w. 1304 H), “Tarsyihu Al-Mustafidin” karya As-Saqqof (w. 1335 H), “Ta’liqot Habib Al-Farisi”, “Syarah Fathu Al-Mu’in” karya Zainuddin Al-Makhdum Al-Akhir (w. 1305 H), “Hasyiyah An-Nadafarmi” (w. 1326 H), “Tansyithu Al-Mutholi’in” karya Ali At-Tanuri, “Fathu Al-Mulhim” karya An-Narmarturi (w. 1403 H) dan Kiki Hadhroh (w. 1415 H), “Taqrirot ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Ahmad Al-Makhdumi Al-Fannani (w. 1277 H ), “Ta’liq Kabir ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Ahmad Al-Bilinkuti atau yang terkenal dengan nama Kutyamu Musliyar (w. 1341 H), “Taqrirot ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Kunju Muhamamd Musliyar (1352 H), “Ta’liqot ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Al-Irimbalisyiri (w. 1364 H), “Taqorir ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Ahmad Kuya Asy-Syaliyati (1374 H), “Taqrirot ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Musa Al-Bardali (1393 H), “Taqrirot ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Al-Karonkafarowi (w. 1405 H), “Ta’liqot ‘Ala Fathi Al-Mu’in” karya Al-Kunjamu dan lain-lain.
Di antara sekian banyak hasyiyah, syarah, taqrir dan ta’liq ini, yang paling terkenal dan telah dicetak ada tiga yaitu, “Hasyiyah Bashobrin” karya Bashobrin, “I’anatu Ath-Tholibin” karya As-Sayyid Al-Bakri dan “Tarsyihu Al-Mustafidin” karya As-Saqqof.
Kitab “Fathu Al-Mu’in” juga telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa seperti bahasa Malayam, Tamil, Kannada, Melayu, Indonesia, Inggris, dan lain-lain.
Beberapa ulama kontemporer juga telah mensyarahnya secara lisan dan direkam dalam bentuk file audio. Di antara mereka adalah Syaikh Muhamad Syuqoir, Syaikh Rusydi Salim Al-Qolam, Syaikh Husain Abdullah Al-‘Ali, dan lain-lain.
Manuskrip “Fathu Al-Mu’in” bisa ditemukan di sejumlah perpustakaan, di antaranya di “The Rampur Raza Library”, kota Rampur: India, “Dar Al-Kutub Al-Mishriyyah” di Kairo; Mesir, “Calcutta Shool”, di Calcutta; India, “Al-Maktabah Al-Markaziyyah’ di Mekah; Saudi Arabia, “Dar Al-Kutub Al-Quthriyyah” di Doha; Qatar, “Al-Maktabah” di Shon’a; Yaman, “Maktabah Markaz Al-Watsa-iq At-Tarikhiyyah” di Al-Manamah; Bahrain, “Al-Maktabah Al-Azhariyyah di Kairo; Mesir, “Maktabah Makkah Al-Mukarromah” di Mekah, Saudi Arabia, dan lain-lain.
Adapun terkait penerbit yang pernah mencetaknya, pertama kali yang diketahui mencetak kitab “Fathu Al-Mu’in adalah penerbit “Bulaq” tahun 1287 H yang kemudian dicetak ulang tahun 1304 H dan 1309 H. Setelah itu dicetak penerbit “Wadi An-Nil” di Mesir tahun 1297 H, “Al-Mathba’ah Al-Khoiriyyah” di Mesir tahun 1306 H, “Al-Mathba’ah Al-Maimaniyyah” di Mesir tahun 1304 H dan tahun 1306 H, “Al-Mathba’ah al-Khoiriyyah” cet.2 tahun 1333 H, penerbit “Muhammad ‘Ali Shubaih” tahun 1344 H, penerbit “Mushthofa Al-Baby Al-Halaby” tahun 1343 H, “Dar Al-Fikr” di Beirut, “Al-Jaffan wa Al-Jabi” & “Dar Ibni Hazm”, “Syarikatu At-Turots Li Al-Barmajiyyat”, dan lain-lain.
Penerbit “Al-Jaffan wa Al-Jabi” & “Dar Ibni Hazm” menerbitkan kitab ini tahun 1424 H/2004 dengan ketebalan 757 atas jasa tahqiq Bassam Al-Jabi. Dalam menerbitkan tahqiqannya, Al-Jabi banyak bertumpu pada edisi cetakan lama kitab “Fathu Al-Mu’in” dan sejumlah hasyiyahnya. Tahqiq ini bisa muncul juga atas jasa masukan-masukan Ma’mun Al-Juwaijati, Majid Al-Hamawi, dan yang paling banyak memberikan koreksi dan catatannya adalah ‘Ishom Al-Umari. Kitab “Fathu Al-Mu’in’ versi tahqiq Al-Jabi disamping melampirkan daftar isi pada bagian akhir kitab juga melengkapi kitab tersebut dengan daftar isi untuk ayat Al-Qur’an, hadis Nabi, nama tokoh, kitab-kitab penting, dan indeks.
Adapun tahun wafat Al-Malibari, ada sejumlah perbedaan pendapat. Abdul Mun’im An-Namir dalam kitabnya, “Tarikh Al-Islam Fi Al-Hind” menyebut wafatnya tahun 991 H. Jurji Zaidan, Carl Brockelmann dan Az-Zirikli menyebut wafatnya tahun 987 H. Penyebutan angka 987 H ini dipandang lemah karena Al-Malibari dalam kitabnya, “Tuhfatu Al-Mujahidin” sempat menyebut kejadian pada tahun 991 H. Tentu tidak mungkin orang mati bisa menyebut kejadian pasca kematiannya. Pendapat yang lebih kuat terkait waktu wafat Al-Malibari adalah tahun 1028 H sebagaimana ditegaskan sejarawan Malabar; Muhammad Ali dalam kitabnya, “Tuhfatu Al-Akhyar Fi Tarikhi ulama- Malibar” yang didasarkan bukti tulisan makam dan catatan lain
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
2 Comments
jara
Assalamualaikum. pak ustad dimana dapat kitab “Al-Muhimmah Fi Bayani Al-A-immah Al-Madzkurin Fi Fathi Al-Mu’in”. saya pengen atau bentuk pdfnya email saya jaraoke7454@gmail.com
anugraha
syukron katsiron