Oleh; Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Tidak mungkin mengesampingkan jasa Al-Ghozzali dalam memapankan dan mematangkan mazhab Asy-Syafi’i. Siapapun yang mengkaji sejarah mazhab Asy-Syafi’i secara adil dan obyektif, pasti akan menemukan kenyataan besarnya peran dan pengaruh kerja Al-Ghozzali.
Seperti apa gambaran jasa Al-Ghozzali dalam hal ini?
Berikut ini uraian singkatnya.
Ada empat karya besar Al-Ghozzali yang terkait fikih mazhab Asy-Syafi’i yaitu,
- Al-Khulashoh (الخلاصة)
- Al-Basith (البسيط)
- Al-Wasith (الوسيط)
- Al-Wajiz (الوجيز)
Kita tahu, pionir mazhab Asy-Syafi’i adalah berawal dari munculnya Asy-Syafi’i sebagai guru yang mengajarkan ilmu fikih yang demikian mendalam dan luas. Buah ijtihad beliau dikumpulkan menjadi satu dalam karya yang kita kenal dengan nama “Al-Umm”.
Dari kitab “Al-Umm” ini, murid Asy-Syafi’i yang bernama Al-Muzani berniat menyederhanakannya agar lebih mudah dipelajari kaum muslimin. Maka bangkitlah Al-Muzani membuat ringkasan “Al-Umm” dan ilmu Asy-Syafi’i yang beliau peroleh selama “nyantri” kepada Asy-Syafi’i. Ringkasan hasil karya Al-Muzani itu kemudian kita kenal dengan nama “Mukhtashor Al-Muzani”. Dari kitab ini, Al-Ghozzali ingin meringkasnya lagi supaya lebih mudah “ditelan” kaum muslimin sehingga lahirlah karya Al-Ghozzali yang bernama “Khulashotu Al-Mukhtashor wa Naqowatu Al-Mu’tashor” atau yang lebih singkat disebut “Al-Khulashoh”. Inilah asal-usul munculnya kitab “Al-Khulashoh”.
Adapun tiga kitab sisanya, maka hal itu sangat terkait dengan karya besar guru Al-Ghozzali yang bernama Al-Juwaini. Syahdan, setelah Asy-Syafi’i wafat, ilmu beliau disebarkan oleh murid-muridnya dan terus disebarkan banyak ulama dari berbagai generasi. Seiring berjalannya waktu, kedalaman dan keluasan pembahasan semakin lama semakin besar sehingga membuat variasi ijtihad intermal mazhab Asy-Syafi’i menjadi sangat kaya. Kekayaan ijtihad ini dalam beberapa kasus menimbulkan kebingungan terkait mana pendapat yang “mu’tamad” (resmi) dalam mazhab Asy-Syafi’i. Sampai kira-kira abad ke 5 H, ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah sudah terbelah menjadi dua aliran yaitu aliran Khurosan dan aliran Irak.
Dari sini kemudian munculah peran besar Al-Juwaini yang mendokumentasikan, mengkompilasi, mensistematikakan, mendiskusikan, dan bahkan berusaha mendamaikan beragam variasi ijtihad internal mazhab Asy-Syafi’i itu. Bukan hanya itu saja, tetapi Al-Juwaini juga berusaha menampilkan keunggulan mazhab Asy-Syafi’i dengan cara menyajikan pendapat-pendapat ulama di luar mazhab untuk diulas dan dijelaskan kelemahannya. Karya besar Al-Juwaini ini kemudian kita kenal dengan nama “Nihayatu Al-Mathlab Wa Diroyatu Al-Madzhab” atau lebih singkat lagi disebut dengan nama “Nihayatu Al-Mathlab”.
Karya Al-Juwaini ini kemudian mulai “menggemparkan” dunia Asy-Syafi’iyyah. Sejak dikarang, karya ini selalu menjadi bahan pembicaraan para ulama. Hanya saja, karena karya ini termasuk karya besar (penerbit “Dar Al-Minhaj” di Jedah mencetaknya dalam 21 jilid dengan jumlah total halaman kira-kira 9000-an!) maka tidak semua orang sanggup mengkajinya sampai tuntas. Dari sini, bangkitlah Al-Ghozzali yang berusaha memudahkan kaum muslimin dengan cara membuat ringkasannya. Lahirlah kitab ringkasan “Nihayatu Al-Mathlab” yang bernama “Al-Basith”. Meskipun sudah berupa ringkasan, tetapi ternyata kitab “Al-Basith” masih berat untuk dikuasai, sehingga Al-Ghozzali meringkasnya lagi dalam sebuah kitab yang lebih kecil bernama “Al-Wasith”. Ternyata kitab “Al-Wasith” pun juga masih terasa berat, sehingga Al-Ghozzali meringkasnya menjadi “Al-Wajiz”.
Nah dari kitab “Al-Wajiz” inilah lahir kitab-kitab besar dan hebat dalam mazhab Asy-Syafi’i yang ditulis oleh dua “profesor” dari “profesor-profesor” mazhab Asy-Syafi’i, yaitu Ar-Rofi’i dan An-Nawawi.
Setelah Ar-Rofi’i melakukan penelitian serius untuk mengetahui mana pendapat yang “mu’tamad” sampai masa beliau, Ar-Rofi’i memutuskan untuk mensyarah kitab “Al-Wajiz” karya Al-Ghozzali itu. Kitab “Al-Wajiz” di syarah oleh Ar-Rofi’i dalam karya besar yang bernama “Al-Fathu Al-‘Aziz” atau yang juga dikenal dengan nama “Asy-Syarhu Al-Kabir”. Dalam kitab inilah, Ar-Rofi’i “menitipkan” seluruh hasil kerja “tahrir” mazhab Asy-Syafi’i yang beliau lakukan. Di masa ini, Ar-Rofi’i juga membuat semacam ringkasan hasil kerja “tahrir mazhab” yang lebih pendek daripada kitab “Asy-Syarhu Al-Kabir”. Ringkasan hasil kerja “tahrir mazhab” itu beliau diberi nama “ Al-Muharror”.
Kembali ke kitab “Asy-Syarhu Al-Kabir’ yang merupakan syarah “Al-Wajiz” itu. Dari kitab “Asy-Syarhu Al-Kabir” ini, An-Nawawi membuatkan mukhtashor-nya yang kemudian diberi nama “Roudhotu Ath-Tholibin”. Dari kitab “Roudhotu Ath-Tholibin” ini lahir banyak sekali “manzhumah”, syarah, dan “ta’liqot”. Selain An-Nawawi, ulama yang juga bangkit membuatkan mukhatshor “Asy-Syarhu Al-Kabir” adalah Al-Qozwini dalam karya yang berjudul “Al-Hawi Ash-Shoghir”. Kitab “Al-Hawi Ash-Shoghir” ini kemudian juga melahirkan banyak sekali kitab baik berupa “manzhumah” maupun syarah seperti “Al-Bahjatu Al-Wardiyyah”, “Khulashotu Al-Fawaid Al-Muhammadiyyah”, “Al-Ghuroru Al-Bahiyyah”, “Irsyadu Al-Ghowi”, “Ikhlashu An-Nawi’, ‘Al-Imdad”, “Fathu Al-Jawad”, “Al-Kaukabu Al-Waqqod’ dan lain-lain.
Lalu, dari kitab “Al-Muharror” karya Ar-Rofi’i yang saya singgung sekilas di atas, lahir kitab fenomenal An-Nawawi yang bernama “Minhaj Ath-Tholibin”. Kitab An-Nawawi ini adalah versi ringkasan “Al-Muharror” itu. Dari kitab “Minhaj Ath-Tholibin” ini lahir ratusan kitab “mukhtahor”, syarah dan “hasyiyah” yang mana sebagian besar kitab terkenalnya sudah kita buatkan resensinya seperti kitab “Manhaj Ath-Thullab”, “Fathu Al-Wahhab”, “Futuhat Al-Wahhab”, “Hasyiyah Al-Bujairimi”, “Tuhfatu Al-Muhtaj’, “Kanzu Ar-Roghibin”, “Mughni Al-Muhtaj”, “Nihayatu Al-Muhtaj”, “Hasyiyah Asy-Syirwani”, “Hasyiyah Al-‘Abbadi”, “Hasyiyah Asy-Syabromallisi”, “Hasyiyah Ar-Rosyidi”, “An-Najmu Al-Wahhaj”, “As-Siroj Al-Wahhaj”, “Zadu Al-Muhtaj”, “Daqo-iqu Al-Minhaj” dan lain-lain.
Perhatikan betapa banyaknya karya bermutu dan tinggi, dan semua itu dijembatani oleh karya Al-Ghozzali yang bernama “Al-Wajiz!”. Tidak heran jika Murtadho Az-Zabidi sampai mengatakan bahwa “Al-Wajiz” Al-Ghozzali adalah bagaikan “mukjizat” yang dimiliki Al-Ghozzali. (ulasan lebih lanjut “Al-Wajiz” bisa dibaca dalam catatan saya yang berjudul “Mengenal Kitab Al-Wajiz, “Mukjizat” Al-Ghozzali“).
Dari uraian di atas, bisa dipahami mengapa empat karya Al-Ghozzali sebelumnya dikatakan sebagai karya besar yang sangat berjasa mengembangkan mazhab Asy-Syafi’i. Jasa Al-Ghozzali ini direkam dalam bentuk gubahan syair singkat olah Umar Ath-Thorobulusi (515 H) sebagaimana dikutip As-Subki dalam thobaqotnya,
(ببسيط ووسيط … ووجيز وخلاصه)
“seorang ulama telah meringkas mazhab (Asy-Syafi’i)
Semoga Allah mengganjarnya dengan terbebas dari neraka
Beliau melakukannya dengan mengarang ‘Al-Basith’, ‘Al-Wasith’, ‘Al-Wajiz’ dan ‘Al-Khulashoh’”
(Thobaqot Asy-Syafi’iyyah Al-Kubro, juz 6 hlm 223)
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين