Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Istilah “zhohir”, “azh-har” dan “masyhur” adalah 3 istilah dalam kitab-kitab An-Nawawi yang bermakna hasil tarjih terhadap variasi riwayat ijtihad Asy-Syafi’i yang kontradiktif. Variasi riwayat ijtihad Asy-Syafi’i yang ditarjih tidak dibedakan apakah jumlahnya dua ataukah lebih, juga tidak dibedakan apakah dua ijtihad/lebih yang kontradiktif itu sama-sama qodim ataukah sama-sama jadid, juga tidak dibedakan apakah qodim dengan jadid, juga tidak dibedakan apakah dua ijtihad yang bertentangan itu diucapkan Asy-Syafi’i dalam satu waktu ataukah pada dua waktu yang berbeda.
Hanya saja ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda. Penjelasan ringkasnya adalah sebagai berikut.
Kalau ikhtilafnya kuat (قوي) maka hasil tarjihnya disebut azh-har.
Kalau ikhtilafnya lemah (ضعف وتماسك) maka hasil tarjihnya disebut zhohir.
Kalau ikhtilafnya lemah sekali (وهى) maka hasil tarjihnya disebut masyhur.
Ijtihad yang dimarjuhkan disebut dengan istilah khusus, yaitu,
Jika hasil tarjihnya disebut azh-har, maka ijtihad yang dilemahkan disebut dengan ungkapan “wa fi qoulin” (وفي قول).
Jika hasil tarjihnya disebut zhohir, maka ijtihad yang dilemahkan disebut dengan ungkapan “wa fi nash-shin” (وفي نص).
Jika hasil tarjihnya disebut masyhur, maka ijtihad yang dilemahkan disebut dengan ungkapan “wa fi riwayatin” (وفي رواية).
Contohnya pada kasus hukum bersuci dengan air yang bercampur dengan benda yang tidak larut di dalam air lalu mengubah baunya. Misalnya begini. Ada air yang bercampur dengan kayu gaharu atau minyak harum. Air yang seperti ini apakah masih disebut air mutlak sehingga boleh digunakan untuk bersuci ataukah tidak?
Ternyata dalam kasus ini ada dua informasi ijtihad Asy-Syafi’i yang kontradiktif. Al-Buwaithi (murid senior Asy-Syafi’i di Mesir yang menggantikan sebagai pengasuh majelis Asy-Syafi’i sepeninggal wafatnya) mengatakan bahwa ijtihad Asy-Syafi’i dalam hal ini adalah tidak boleh, karena air dalam kondisi ini sifatnya seperti ketika ia bercampur dengan za’faron. Tapi Al-Muzani (murid senior Asy-Syafi’i seteleh Al-Buwaithi, pengarang mukhtashor Al-Muzani) mengatakan bahwa ijtihad Asy-Syafi’i dalam hal ini adalah boleh, karena perubahan aroma air itu disebabkan karena mujawaroh (kedekatan lokasi) sebagimana jika air tersebut berubah baunya karena ada bangkai di dekatnya(yang tidak sampai bercampur dengan air).
Bagimanakah menentukan kebenaran dua informasi ini? Yang mana sebenarnya yang menjadi ijtihad Asy-Syafi’i dalam kasus ini?
Dalam penelitian An-Nawawi, yang paling kuat adalah informasi yang mengatakan bahwa ijtihad Asy-Syafi’i dalam kasus ini adalah membolehkan. Oleh karena itu, dalam kitab “At-Tahqiq” An-Nawawi menulis,
“…
-
Demikian pula (tidak masalah bersuci dengan) air yang berubah (sifatnya) karena (benda) yang berdekatan seperti kayu gaharu, kapur barus keras, minyak, atau tanah yang dilemparkan ke dalamnya ‘fil azh-har’ (dalam pendapat yang paling kuat)
” (At-Tahqiq, hlm 35).
Keterangan An-Nawawi yang menyebut ‘Al-azh-har” ini sekaligus menginformasikan bahwa dalam kasus tersebut ada dua ijtihad Asy-Syafi’i yang diriwayatkan bertentangan dengan ikhtilaf yang kuat, hanya saja yang paling kuat setelah diteliti adalah yang mengatakan kebolehannya.
Seperti inilah kira-kira proses yang juga terjadi ketika An-Nawawi mengatakan “wazh-zhohir” dan “wal masyhur”.
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين