PERTANYAAN
Assalamualaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Nama saya Andri, mohon izin ingin bertanya seputar harta waris.
Qadarullah istri saya sudah berpulang tanggal 1 Juni lalu, dan meninggalkan beberapa barang tinggalan yaitu sejumlah uang dan barang elektronik serta barang-barang lainnya. Uang dan barangnya memang tidak banyak, tetapi setelah saya baca sana sini, sedikit banyak harta waris memang harus dibagikan. Dan dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki, saya belum bisa menggolongkan apakah barang-barang tersebut bisa disebut harta waris atau bukan.
Barang yang ditinggalkan istri Rahimahullah antara lain:
- Sejumlah uang
- Barang elektronik (Laptop, Smartphone, Jam Tangan)
- Pakaian (Termasuk tas dan sepatu)
- Sedikit perhiasan (Cincin)
- Peralatan dapur/mandi/kosmetik, dll.
Manakah sekiranya yang merupakan harta warisan? Mohon maaf jika pertanyaannya tergolong sepele, tetapi di sini saya ingin menjalankan sesuai yang disyariatkan, karena sebelumnya mertua saya dan saya sepakat untuk mengikhlaskan masing-masing barang yang dibawa oleh saya dan mertua saya. Setelah saya baca-baca, ternyata hal tersebut tidak dibolehkan. Bagaimana seharusnya? Jazakallahu Khairan ?
Andri Iwan S.
JAWABAN
Oleh; Ummu Muhammad dan telah diperiksa oleh Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Wa’alaikumussalaam warahmatullaah wabarokaatuh.
Memang benar, harta tinggalan mayit harus dibagi sesuai dengan hukum waris Islam. Adapun yang termasuk harta waris yang harus dibagi prinsipnya adalah semua harta atau barang tinggalan tanpa membedakan apakah bernilai besar ataukah kecil, punya potensi menimbulkan sengketa seperti rumah, tanah, sejumlah uang, dan sebagainya, maupun benda-benda remeh seperti sisir, jepit, sandal, dan sebagainya.
Barang-barang yang diperkirakan diremehkan dan tidak dianggap seperti sandal jepit, peniti, jarum, benang, sisir dan semisalnya, hak kepemilikannya bisa disepakati ahli waris untuk diberikan kepada siapa pun; kepada ahli waris silakan, kepada selain ahli waris juga silakan.
Adapun barang-barang yang bernilai yang memungkinkan ada sengketa seperti uang, laptop, HP dan semisalnya, maka hukum asalnya harus dibagi sesuai dengan ketentuan hukum waris Islam. Hanya saja, jika masing-masing ahli waris rela saling bertukar hak, seperti yang diceritakan dalam pertanyaan, yakni membuat kesepakatan: “Barang yang ada di rumah orang tua mayit maka dimiliki orang tua, sementara barang yang berada di rumah mantan suami maka dimiliki mantan suami”, maka kesepakatan seperti ini juga boleh karena termasuk akad shulh (perdamaian) dan shulh hukumnya mubah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
Artinya: “Berdamai dengan sesama muslimin itu diperbolehkan kecuali perdamaian yang menghalalkan suatu yang haram atau mengharamkan suatu yang halal. Dan kaum Muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram.” (HR. Thabrani dalam al Kabîr no. 30, Ibnu ‘Adiy no. 2081, Dâruquthni 3/27, al Baihaqi 6/79, Ibnu Mâjah no. 2353 tanpa kalimat yang akhir. Hadits ini dikuatkan oleh hadits ‘Aisyah, Anas, Abdullâh bin Umar, Râfi’ bin Khadîj Rahiyallahu anhum. Dengan mengumpulkan seluruh jalur periwayatannya, maka hadits diatas itu tsâbit atau sah).
Dalil yang lain yang menguatkan yaitu Rasulullah pernah mendapatkan pengaduan terkait sengketa masalah waris dan beliau menyelesaikannya dengan shulh.
Artinya: “Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ia berkata: ‘Ada dua orang yang datang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masalah warisan antara keduanya yang tidak jelas lagi ciri-cirinya, dan masing-masing tidak memiliki bukti, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya kalian mengadukan kepadaku, padahal aku hanyalah manusia, mungkin saja salah seorang di antara kamu lebih pandai beralasan daripada yang lain. Saya memutuskan hanyalah berdasarkan yang saya dengar, siapa saja yang telah saya tetapkan sehingga memperoleh hak saudaranya, maka janganlah mengambil, karena sebenarnya saya memberikan kepadanya sepotong api yang akan dibawanya besi itu di lehernya pada hari kiamat.’ Lalu keduanya menangis dan masing-masingnya berkata kepada yang lain, ‘Hak saya untuk saudara saya.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Adapun jika kamu berdua berkata begitu, maka pergilah dan bagilah berdua dan niatkanlah mencari yang hak dan lakukanlah undian (setelah dilakukan pembagian), lalu masing-masing hendaknya menghalalkan saudaranya.’” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Isnadnya hasan.”)
Berdasarkan dalil di atas, maka Bapak Andri boleh membagi barang atau harta istrinya dengan bermusyawarah dan saling kerelaan dari ahli warisnya. Wallahu a’lam.