Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Arisan adalah semacam asosiasi tabungan dan kredit bergilir. Di sebagian Sumatera, ia disebut dengan “jula-jula” atau “julu-julu”. Dalam bahasa Inggris biasanya disebut “ROSCA” (Rotating Savings and Credit Association) atau “a regular social gathering”. Orang Arab menyebutnya “jam’iyyah muwaddhofin” (جَمْعِيَّةُ الْمُوَظَّفِيْنَ), atau “Al-Qordhu At-Ta’awuni” (القَرْض التَّعَاوُنِيّ), atau “Al-Qordhu Al-Jama’i” (القَرْض الْجَمَاعِيّ), atau “Al-Jam’iyyah At-Ta’awuniyyah” (الْجَمْعِيَّة التَّعَاوُنِيَّة), atau “Al-Jumu’ah” (الْجُمُعَة), atau “Al-Hakabah” (الْهَكَبَة), atau “Al-Jam’iyyah Asy-Syahriyyah” (الْجَمْعِيَّة الشَّهْرِيَّة). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arisan didefinisikan sebagai, “Kegiatan mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi di antara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan dalam sebuah pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.”
Awal mula saya terpicu untuk menulis topik tentang arisan adalah karena ada pertanyaan dari salah seorang kawan yang menggeluti bisnis pembangunan rumah dengan sistem arisan. Sebelumnya, saya sendiri juga mengetahui bentuk-bentuk arisan barang dalam penjualan buku-buku yang harganya agak mahal. Sempat juga membaca ulasan fikih dari salah seorang ulama PERSIS terkait hukum arisan. Selain itu, tentu saja sejak kecil kita semua tidak asing dengan yang namanya arisan ini karena banyak dipraktekkan ibu-ibu di kampung-kampung maupun di kantor-kantor. Semua faktor ini akhirnya memberi dorongan kuat kepada saya sehingga atas izin serta taufiq dari Allah, lahirlah buku yang berjudul “Hukum Arisan dalam Islam, kajian Fikih terhadap praktek ROSCA (Rotating Savings and Credit Association)”
Info “tertua” terkait pembahasan hukum arisan oleh para fuqoha’ di masa lalu sejauh yang saya tahu adalah apa yang ditulis oleh Al-Qolyubi (hidup kira-kira abad 11 H/17 M) dalam kitabnya yang berjudul “Hasyiyah Al-Qolyubi”. Beliau sempat menyinggung muamalah ini dan membahas hukum fikihnya. Pada zaman itu, arisan cukup populer di kalangan para wanita dan disebut dengan istilah “jumu’ah”. Abu Zur’ah Ar-Rozi (826 H), putra ahli hadis terkenal; Al-‘Iroqi, dikenal memberi fatwa kebolehan arisan.
Adapun sikap ulama-ulama kontemporer, di antara yang dikenal mengharamkan arisan adalah syaikh Sholih Al-Fauzan, Abdul Aziz bin Abdullah Alu Asy-Syaikh, Abdurrahim Ath-Thohhan dan Abdurrahman Al-Barrok. Di Indonesia ada K.H.E. Abdurrahman, salah satu tokoh PERSIS (persatuan Islam), yang mengharamkan arisan. Adapun ulama-ulama yang membolehkan arisan di antaranya adalah syaikh Bin Baz, Ibnu Al-‘Utsaimin, Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin, Sa’id Abdul ‘Adhim, Abdullah Al-‘Imroni , dan Mushthofa Al-‘Adawi , “Hai-ah Kibar Al-Ulama” di Saudi Arabia juga memberikan fatwa kebolehannya. Al-Albani memubahkan tetapi dengan syarat. Adapun Muqbil bin Hadi Al-Wada’i dan Yahya bin ‘Ali Al-Hajuri mereka berdua berpendapat arisan itu makruh.
Dalam buku yang saya tulis, saya condong pada pendapat ulama yang membolehkan arisan. Saya uraikan di sana enam argumentasi yang menunjukkan kemubahan arisan dan tak lupa saya sajikan pula enam bantahan untuk pendapat yang mengharamkannya.
Adapun susunan buku ini, pertama-tama saya membahas dulu definisi arisan. Setelah itu langsung membahas hukum untuk memetakan bagaimana pendapat ulama terkait arisan, baik yang mengharamkannya, membolehkannya, memakruhkannya maupun yang memubahkannya dengan syarat-syarat tertentu. Setelah itu saya uraikan enam argumentasi ulama yang memubahkan arisan lengkap dengan dalil dan “wajhul istidlal”nya. Setelah itu saya sajikan empat argumentasi ulama yang mengharamkannya lengkap dengan dalil dan “wajhul istidlal”nya, kemudian saya lanjutkan dengan penjelasan pemilihan pendapat yang saya condongi beserta alasan-alasannya. Agar pemilihan pendapat itu mencapai kondisi pembahasan yang tuntas, saya melengkapinya juga dengan bantahan terhadap semua keberatan dari pihak yang mengharamkan maupun yang memakruhkannya. Sampai di sini, pembahasan hukum arisan, analisis ikhtilafnya dan tarjihnya sudah dianggap selesai.
Setelah itu saya melanjutkan dengan pembahasan zakat arisan, yakni arisan-arisan bernilai besar yang mungkin telah mencapai atau melebihi nishob zakat. Saya uraikan di situ, kapan zakat arisan menjadi wajib dan kapan tidak wajib. Kemudian secara khusus saya mengulas hukum undian dalam arisan mengingat arisan tidak selalu dijalankan dengan cara undian, karena bisa juga dijalankan dengan sistem urutan berdasarkan kesepakatan.
Pada bagian akhir, saya membahas secara khusus hukum arisan barang dalam akad jual beli yang banyak dilakukan oleh saudara-saudara kita dalam bisnis jual beli online atau bisnis pembangunan rumah atau bisnis lainnya. Saya juga membahas hukum arisan barang dengan akad “qordh”/utang piutang yang mungkin dipraktekkan oleh sebagian ibu-ibu di masyarakat.
Buku “Hukum Arisan dalam Islam, kajian Fikih terhadap praktek ROSCA (Rotating Savings and Credit Association)” yang saya tulis ini diterbitkan oleh UB (Universitas Brawijaya) Press pada Juni 2018 (cetakan pertama) dengan ukuran buku 15,5 cm x 23,5 cm dan memiliki ketebalan 146 halaman.