Jawaban pertanyaan waris oleh Laily Maghfiroh telah di koreksi oleh Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Pertanyaan
Seorang ayah wafat meninggalkan seorang istri, seorang putra, 2 orang putri. Sang putra memiliki satu orang putra dan 2 orang putri. Salah satu putri memiliki seorang putra dan seorang putri. Setelah ayah wafat, tidak lama kemudian ibu juga wafat. 2 tahun kemudian anak perempuan pertama meninggal dan meninggalkan satu putri dan satu putra. 6 bulan kemudian anak perempuan kedua meninggal dalam keadaan belum menikah.
Pertanyaannya:
- Bagaimanakah pembagian warisan yang syar’i menurut islam?
- Apakah pembagian tetap seperti seolah-olah ahli waris yang sudah meninggal masih hidup?
- Jika iya.. Apakah bagian istri/ibu mereka dibagi ke anak-anaknya juga?
Bagaimana hitungan pembagiannya? - Kemudian bagian anak perempuan yg tidak menikah jatuh ke mana?
Jawaban:
Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh..
Bismillahirahmanirrahim..
Terimakasih atas kepercayaan yang ibu berikan kepada kami untuk menyelesaikan kasus waris kerabat ibu. Kami akan berusaha membantu menjawab dan memberikan solusi beberapa pertanyaan terkait kasus yang ibu sampaikan.
Kasus yang ibu sampaikan kapada kami termasuk kasus waris bertingkat, dimana ketika salah satu anggota keluarga wafat lalu harta warisan belum dibagi kepada ahli waris yang ditinggalkan dalam kurun waktu yang lama, kemudian beberapa ahli waris yang seharusnya mendapat bagian harta warisan belum sempat mendapat jatah bagian warisan yang menjadi haknya hingga ahli waris itupun wafat dalam kurun waktu yang berbeda dan juga meninggalkan ahli waris.
Kasus waris bertingkat dalam hukum waris Islam biasanya dibahas dalam topik “munasakhot” (المناسخات). Pembahasan ini diperlukan untuk memberi jalan pintas cara menghitung kasus waris supaya lebih cepat dalam kondisi-kondisi tertentu.
Cara umum penyelesaian kasus waris seperti ini adalah dengan cara diselesaikan dahulu satu persatu secara bertingkat agar diketahui terlebih dahulu berapa jatah warisan masing-masing ahli waris ketika hidup agar diketahui jatahnya masing- masing. Kemudian jatah tersebut akan menjadi harta warisannya saat wafat dan menjadi hak bagi ahli waris yang ditinggalkan.
Oleh karena itu, saya akan menjawab dan menyelesaikan kasus ini menjadi beberapa kasus berdasarkan kerabat mana yang wafat terlebih dahulu.
Kasus Pertama,
Mayit (seorang ayah) meninggalkan ahli waris yakni:
1 istri
1 putra
2 putri
1 putra putra
2 putri putra
1 putri putri
1 putra putri
Sebelum kita menghitung jatah warisan masing2 ahli waris, perlu di ketahui terlebih dahulu siapa saja yang termasuk ahli waris.
Tidak semua kerabat yang ditinggalkan merupakan ahli waris. Dalam kasus di atas yang termasuk ahli waris dalam konsep umum adalah 1 istri,1 putra, dan 2 putri, 1 putra putra,2 putri putra.
Hanya saja, dalam kasus ini putra putra dan putri putra gugur karena mayit punya putra. Dengan kata lain, putra menggugurkan putra putra dan putri putra.
Putri putri dan putra putri bukan termasuk ahli waris karena termasuk dzawul arham.
Yang menjadi dasar bahwa dzawul arham bukan termasuk ahli waris, sehingga tidak mendapatkan harta warisan adalah hadis berikut ini:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ i يَقُولُ فِي خُطْبَتِهِ عَامَ حَجَّةِ الْوَدَاعِ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى لِكُلِّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلَا وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ
Artinya:
“Dari Abu Umamah Al-Bahili beliau berkata: ‘Aku mendengar Rasulullah bersabda pada saat khuthbahnya pada tahun Haji Wada’: ‘Sesungguhnya Allah telah memberi hak bagi setiap (ahli waris) yang memiliki hak. Maka tidak ada wasiat bagi ahli waris’” (At-Tirmidzi, 1975: 491).
Ucapan Rasulullah yang berbunyi:
إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَعْطَى لِكُلِّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ
Artinya:
“Sesungguhnya Allah telah memberi hak bagi setiap (ahli waris) yang memiliki hak”.
Maksud lafaz tersebut adalah Allah telah membagi jatah warisan secara tertentu dengan jelas di dalam Alquran maupun hadist. Juga menyebutkan dengan jelas siapa saja yang mendapat bagian tertentu maupun yang mendapat harta sisa setelah dibagi anggota ahli waris lainnya. Sedangkan untuk dzawul arham maka Allah tidak menjelaskan jatah warisannya meskipun termasuk kerabat mayit.
Sekarang penjelasan jatah masing-masing ahli waris.
Pembagian jatah ahli waris masing-masing adalah sebagai berikut,
Istri mendapat 1/8 dari harta warisan karena mayit memiliki anak. Dasar ketentuan ini adalah ayat berikut,
وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ [النِّسَاء: 12]
Artinya:
“Dan bagi mereka (istri-istri kalian) adalah seperempat dari apa yang kalian tinggalkan jika kalian tidak punya anak. Jika kalian punya anak, maka bagi mereka adalah seperdelapan dari apa yang kalian tinggalkan setelah ditunaikan wasiat yang mereka berwasiat dengannya, atau pelunasan hutang” (An-Nisa: 12).
1 putra dan 2 putri menjadi ashobah dengan ketentuan pembagian secara ta’shib yakni bagian putra 2x bagian putri.
Dalil yang menjelaskan bagian putra jika bersama putri harus dibagi dengan cara ta’shib adalah ayat ini,
Artinya:
“Allah berwasiat kepada kalian berkaitan dengan anak-anak kalian bagi laki-laki seperti dua bagian perempuan” (An-Nisa: 11).
Ayat di atas cukup jelas, jika ahli waris berupa anak-anak yang terdiri dari laki-laki dan wanita (putra dan putri) maka harta dibagi dengan cara ta’shib, yaitu laki-laki mendapatkan dua kali bagian wanita.
Perhitungan matematis bagian harta waris lebih detailnya adalah sebagai berikut,
- Istri mendapat 1/8
- Putra dan putri mendapat harta sisa yakni 7/8
Pembagian secara ta’shib bagi putra dan 2 putri adalah
Putra : putri = 2:1, karena putra mendapat bagian 2x maka harta kita asumsikan putra mendapat 2 dan putri mendapat @ 1 x 2(jumlah putri)= 2+2 = 4.
Harta sisa kita bagi 4 berarti 7/8:4 = 7/8×1/4 = 7/32.
Sehingga bagian putri @ 7/32, sedangkan bagian putra 2x bagian putri = 7/32×2= 14/32.
Kita samakan semua penyebutnya sehingga hasil akhir bagian masing-masing ahli waris yang berhak mendapat jatah warisan adalah,
- Istri mendapat 4/32
- 2putri @ mendapat 7/32
- 1putra mendapat 14/32
Setelah didapatkan bagian masing-masing, maka selanjutnya tinggal dikalikan dengan jumlah harta waris. Sebagai contoh, misal harta tinggalan berupa uang 100 juta atau dalam kasus ini adalah sebidang tanah, bisa dihitung luas tanahnya. Contohnya sebagai berikut:
Jatah istri 4/32 x 100 juta= 12,5 juta. Demikian seterusnya.
Kasus kedua.
Tidak lama setelah ayah meninggal ibu kemudian meninggal. Dengan menggunakan argumentasi berdasarkan dalil yang sama pada kasus pertama, maka ahli waris yang ditinggalkan ketika Ibu meninggal adalah,
1 putra,
2 putri,
1 putra dan 2 putri menjadi ashobah dengan ketentuan pembagian secara ta’shib yakni bagian putra 2x bagian putri.
Penjelasan dalilnya sebagaimana dalam kasus pertama.
Perhitungan matematis bagian harta waris.
Putra : putri = 2:1, karena putra mendapat bagian 2x, maka harta kita asumsikan putra mendapat 2 dan putri mendapat @ 1 x 2(jumlah putri)= 2.
Sehingga 2 (jatah 1 putra)+2 (jatah 2putri) = 4.
Jadi, harta warisan dibagi 4= 1/4.
Sehingga bagian putri @ 1/4, sedangkan bagian putra 2x bagian putri = 1/4 x 2= 2/4= 1/2.
Jadi, jatah @putri 1/4x harta warisan
Jatah putra 1/2x harta warisan
Bagian masing-masing putri 1/4 dan putra 1/2 ini diambilkan dari seluruh harta tinggalan ibu, termasuk jatah warisan ibu sebesar 4/32 pada kasus pertama.
Kasus ketiga.
Anak perempuan pertama meninggal dunia meninggalkan satu putri, satu putra.
Selain orang-orang ini, semuanya gugur.
1 putra dan 1 putri menjadi ashobah dengan ketentuan pembagian secara ta’shib yakni bagian putra dua kali bagian putri. Penjelasan Dalilnya sebagaimana dalam kasus pertama.
Perhitungan matematis bagian harta waris.
Putra : putri = 2:1, karena putra mendapat bagian 2x, maka kita asumsikan putra mendapat 2 dan putri mendapat 1. Sehingga 2+1 = 3
Jadi harta warisan dibagi 3 =1/3
Sehingga bagian putri @ 1/3, Sedangkan bagian putra 2x bagian putri = 1/3×2= 2/3.
Jadi, jatah 1 putri 1/3x harta warisan sedangkan jatah 1 putra 2/3x harta warisan.
Pembagian 1/3 untuk putri dan 2/3 untuk putra ini diambilkan dari seluruh harta tinggalan mayit, termasuk jatah warisan yang didapatkan pada kasus pertama sebesar 7/32.
Kasus keempat
Anak perempuan kedua meninggal dunia meninggalkan saudara laki-laki saja. Selain dia gugur.
Saudara laki-laki termasuk ashobah yakni mendapat sisa harta atau mendapat seluruh harta jika tidak ada ahli waris lain yang mendapat jatah tertentu.
Olah karena itu, ahli waris yang berhak mendapat harta warisan hanyalah saudara. Dan saudara ini mendapat seluruh harta karena tidak ada ahli waris lain yang ditinggalkan yang berhak mendapatkan.
Demikian jawaban detail untuk pertanyaan pertama.
? ? ?
Jawaban pertanyaan kedua yakni, “Apakah pembagian tetap seperti seolah-olah ahli waris yang sudah meninggal masih hidup? Berdasarkan uraian di awal, kasus yang ibu sampaikan kapada kami termasuk kasus waris bertingkat. Cara penyelesaian kasus waris seperti ini adalah dengan cara diselesaikan dahulu satu persatu secara bertingkat agar diketahui terlebih dahulu berapa jatah warisan masing-masing ahli waris ketika hidup. Agar diketahui jatahnya masing- masing. Kemudian jatah tersebut akan menjadi harta warisannya saat wafat dan menjadi hak bagi ahli waris yang ditinggalkan.
Apakah bagian istri/ibu mereka dibagi ke anak-anaknya juga?
Jawabannya adalah iya bagian ibu adalah termasuk hak ibu dan menjadi harta ibu. Ketika ibu meninggal, maka semua harta tinggalan ibu menjadi hak bagi ahli warisnya. Dan anak-anak adalah termasuk ahli waris, sehingga berhak mendapat bagian harta tinggalan ibu sesuai dengan ketentuan pembagiannya masing-masing.
Kemudian bagian anak perempuan yang tidak menikah jatuh ke mana? Jawaban pertanyaan ini adalah sudah saya jelaskan pada jawaban pertanyaan no. 1 bagian kasus keempat ketika anak perempuan kedua meninggal tapi tidak memiliki anak.
Berdasarkan penjelasan dalam kasus keempat pada jawaban pertanyaan nomor satu, maka bagian anak perempuan/seluruh harta tinggalannya diberikan kepada saudaranya atau anak laki-laki dari ayahnya.
Wallahua’lam.