Assalamualaikum…
Saya Yoyon dari Tasikmalaya. Saya mau bertanya tentang waris.
Ayah saya wafat tahun 2004, meninggalkan sawah di tiga tempat yang berbeda dan rumah. Ahli warisnya 3 orang yaitu ibu saya, saya laki-laki dan adik saya perempuan..ayah dan ibu ayah saya (orang tua ayah) sudah meninggal waktu ayah saya masih hidup.
Kemudian ibu saya meninggal tahun 2017. Ibu saya punya sawah dari kedua orangtuanya yang meninggal dan rumah yang ia beli sendiri.
Saat ibu saya masih hidup ia memberi tanah kepada adik saya untuk rumah. Tanah tersebut pemberian ayah ibu saya. Pada saat ibu saya masih hidup, ia bilang rumah yang ia tempati tanahnya buat saya dan nama aktanya sudah di ganti atas nama saya dan sampai sekarang belum keluar surat aktanya.
- Apakah pembagian warisnya bisa di hitung sekaligus walaupun saat ayah saya meninggal warisan belum dibagi?
- Apakah hibah tanah yang diberikan ibu saya sah,walaupun rumahnya tidak diberikan karena di tempati ibu saya?
Saya mengamalkan mazhab syafi’i, di mazhab syafi’i hibah itu harus di terima begitu di berikan..dalam mazhab lain bagaimana?
Bolehkah saya pindah mazhab dalam masalah hibah?
JAWABAN
Oleh: Abu Musa (dikoreksi oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin))
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakaatuh…
Pak Yoyon yang dirahmati Allah, sebelumnya kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaannya kepada kami untuk menjawab kasus warisan keluarga bapak.
Idealnya, pembagian harta warisan dilakukan dengan segera untuk melaksanakan perintah agama. Selain itu agar segera tertunai hak para ahli waris dan juga memperjelaskan status kepemilikan harta yang ada. Namun, tidak mengapa pembagian warisan ditunda jika disepakati bersama oleh para ahli waris selama alasannya dibenarkan oleh syari’at.
Pada kasus yang ditanyakan pak Yoyon ada dua perhitungan waris yang berbeda dan satu persoalan terkait hibah. Kami akan mengulasnya satu-satu.
Pembagian harta waris ayah dan ibu pak Yoyon bisa diuraikan sebagai berikut.
1.Pembagian harta ayah
Diketahui,
Muwarrits (mayit): ayah
Tarikah (harta peninggalan sang mayit): sebuah rumah dan 3 petak sawah.
Ahli waris: istri (zaujatun), seorang putra (ibnun), dan seorang putri (bintun)
Untuk mempermudah pembagian harta warisan, maka terlebih dahulu menghitung nilai dari harta tersebut atau jika memungkinkan dijual dan menjadi uang sehingga hal tersebut lebih mempermudah penentuan berapa besar nominal ril yang didapatkan oleh masing-masing ahli waris.
Setelah nilai harta warisan diketahui, maka dibayarkan hutang dan ditunaikan wasiat, jika almarhum (ayah) memiliki hutang dan wasiat. Selanjutnya harta tersebut menjadi hak ahli waris. Namun, jika almarhum tidak memiliki wasiat dan hutang, maka seluruh harta menjadi hak ahli waris dan dilakukan pembagian sesuai jatah yang ditentukan oleh Allah dan Rasulullah.
Penentuan jatah bagi masing-masing ahli waris dari harta warisan ayah kami jelaskan sebagai berikut.
Bagian ibu pak Yoyon, selaku istri mayit (zaujatun) adalah 1/8 dari harta tinggalan mayit, karena mayit memiliki anak sebagaimana ketetapan Allah dalam surah an-nisa’ ayat 12.
“Bagi mereka (para istri) adalah ¼ (seperempat) dari harta yang kalian tinggalkan jika kalian tidak punya anak. Namun jika kalian punya anak, maka bagi mereka adalah 1/8 (seperdelapan) dari harta yang kalian tinggalkan.
Jadi 1/8 dari harta tinggalan ayah pak Yoyon adalah hak ibu pak Yoyon.
Adapun pak Yoyon sebagai putra mayit (ibnun) dan adik perempuan pak Yoyon sebagai putri mayit (bintun), kedua anak mayir ini mendapatkan harta sisa dengan cara ta’shib, yakni laki-laki mendapatkan jatah dua kali perempuan. Artinya, sisa harat sejumlah 7/8 itulah yang dibagi antara pak Yoyon dengan saudarinya, dengan artian setelah 1/8 dari harta warisan ayah menjadi bagian/jatah ibu pak Yoyon, maka sisa dari itu semuanya untuk pak yoyon dan saudarinya yang kemudian dibagi secara ta’shib (jatah seorang putra (ibnun) = jatah 2 orang putri. Dasar ketentuan ini adalah firman Allah berikut ini,
“Allah mensyari’atkan tentang (pembagian harta warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki (putra) sama dengan bagian dua anak perempuan (putri). (An-Nisa: 11)
Ayat di atas tidak menyebutkan secara spesifik berapa persen dari harta warisan yang didapatkan oleh putra dan putri. Namun hanya menyebutkan perbandingan, bahwa jatah seorang putra sama dengan jatah dua orang putri. Oleh karena itu, 7/8 dari harta warisan ayah pak Yoyon dibagi untuk pak yoyon dan adik pak Yoyon dengan perbandingan bagian pak yoyon = 2 kali bagian saudari pak Yoyon.
Sekarang kita hitung berapa jatah bagi masing-masing antara pak Yoyon dan Saudarinya dari 7/8 harta warisan almarhum.
1 putra mendapatkan dua kali putri. Ini bermakna jatah putra seolah-olah dianggap dua, sehingga satu putra dan satu putri dihitung seolah-olah 2+1 = 3.
Oleh karena 7/8 tidak membentuk bilangan bulat, maka penyebut kita naikkan dengan cara mengkalikan 8 dengan 3. Jadi yang penyebut yang kita pakai adalah 8×3= 24.
Kesimpulannya yaitu:
- Ibu pak Yoyon jatahnya 1/8 atau 3/24 atau 12,5% dari harta warisan ayah.
- Pak Yoyon mendapat 14/24 atau 58,3% dari harta warisan ayah.
- Putri mendapat 7/24 atau 29,2% dari harta warisan ayah.
2.Pembagian harta warisan ibu
Diketahui,
muwarrits (mayit): ibu
Tarikah (harta peninggalan sang mayit): 3/24 atau n12,5% dari warisan suaminya (ayah pak Yoyon), sawah dan rumah.
ahli waris: seorang putra (ibnun) dan seorang putri (bintun)
Karena ahli waris hanya putra dan putri, maka semua harta tinggalan almarhumah dibagi secara ta’shib sebagaimana ketentuan surah an-nisa’ ayat 12 di atas.
“Allah mensyari’atkan tentang (pembagian harta warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki (putra) sama dengan bagian dua anak perempuan (putri). (An-Nisa: 11)
maka:
- pak Yoyon mendapat 2/3 atau 66,7% dari harta warisan almarhumah ibu.
- saudari pak Yoyon mendapat 1/3 atau 33,3% dari harta warisan almarhumah ibu.
Sekarang kita jawab pertanyaan pak Yoyon,
1. Apakah pembagian warisnya bisa di hitung sekaligus walaupun saat ayah saya meninggal warisan belum dibagi?
Jawaban: Bisa dihitung sekaligus dengan cara bertahap cara menghitung warisannya seperti yang dijelaskan di atas. Pertama dihitung dulu pembagian warisan ayah, setelah itu dihitung pembagianw arisan ibu.
2. Apakah hibah tanah yang diberikan ibu saya sah,walaupun rumahnya tidak diberikan karena di tempati ibu saya?
Saya mengamalkan mazhab syafi’i, di mazhab syafi’i hibah itu harus di terima begitu di berikan..dalam mazhab lain bagaimana?
Bolehkah saya pindah mazhab dalam masalah hibah?
Jawaban: Selama sudah terealisasi ijab kabul maka pemberian tanah dari ibu sah meski rumahnya tidak dihibahkan. Rumah tersebut termasuk harta warisan dan harus dibagi seperti ketentuan di atas yang telah dijelaskan. Kepemilikan rumah nantinya bisa “ditukar guling”kan dengan saudari sesuai dengan kesepakatan. Pindah mazhab tidak perlu, karena mengambil pendapat mazhab lain itu biasanya hanya dilakukan jika tidak mendapatkan jawaban dari mazhab yang diikuti.
Wallahua’lam