PERTANYAAN
Assalamu’alaykum ustaz.
a) Mau bertanya apakah harta warisan harus dibagi?
b) Bolehkah sekeluarga bersepakat tidak membaginya sesuai syariat. Dan saling mengikhlaskan saja? (Hijra, Sulawesi)
JAWABAN
Oleh; Abu Hafsha (dikoreksi Muafa)
Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh.
Alhamdulillah, segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberi nikmat iman dan islam kepada kita.
a) Iya, harta warisan harus dibagi. Karena membagi harta warisan adalah perintah Allah
Syari’at faroidh disebut Allah sebagai hududullah/batas-batas Allah (حُدُوْدُ الله), orang yang melaksanakannya diberi janji surga dan orang yang mengabaikannya diancam neraka.
Ilmu faroidh disebut oleh Allah di dalam Al-Quran sebagai huduudullah atau batas-batas Allah. Allah berfirman:
Artinya:
“Itulah batas-batas Allah. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya maka Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir dari bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan itu adalah kemenangan yang agung. Dan barangsiapa membangkang kepada Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batasnya, maka Ia akan memasukkannya ke dalam neraka, dia kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan” (An-Nisa 13-14).
Pada ayat sebelumnya, Allah telah menjelaskan bagian-bagian waris secara detail. Setelah syari’at waris dijelaskan secara detail, Allah menutupnya dengan pernyataan dalam surat An-Nisa ayat 13 bahwa syari’at waris itu adalah hududullah/batas-batas Allah (حُدُوْدُ الله). Artinya, syari’at waris adalah bagian dari hukum-hukum-Nya yang diumpamakan seperti batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Batas-batas tersebut jika dijaga, yaitu menaati perintah Allah dan Rasul-Nya dengan melaksanakan syari’at waris, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam surga dan mereka kekal di dalamnya. Sebaliknya, barangsiapa yang membangkang perintah Allah dan Rasul-Nya, melanggar batas-batas-Nya karena tidak melaksanakan hukum waris, maka Allah mengancamnya dengan siksa neraka dan mereka kekal di dalamnya.
Ayat ini secara implisit (tersirat) menunjukkan haramnya tidak melaksanakan hukum waris Islam, sekaligus menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut termasuk kategori dosa yang berat.
Hanya saja sebelum harta warisan dibagi, jangan lupa tuntaskan terlebih dahulu
– biaya pemakaman mayit
– hutang dan wasiat mayit (kalau ada)
b) tidak boleh langsung saling mengikhlashkan, tetapi harus dibagi dulu sebagaimana yang Allah tetapkan / sesuai syariat islam. Dengan begitu masing-masing ahli waris akan tahu berapa jatah dan hak masing-masing. Bisa jadi setelah tahu hak masing-masing, orang akan berubah pikiran dan tidak rela jika diberikan kepada orang lain.
Jika setelah tahu hak masing-masing kemudian ingin melepaskan hak untuk diberikan kepada ahli waris yang lain, maka yang seperti ini diperbolehkan dengan beberapa syarat,
- Ahli waris yang melepaskan hak itu sudah baligh
- Ahli waris yang melepaskan hak itu sudah rosyid (bijaksana dalam mengelola harta)
- Ahli waris yang melepaskan hak itu melepaskan hak secara secara sukarela (tanpa ada paksaan)
- Ahli waris yang melepaskan hak itu tergolong ahlun lit tashorruf (punya kualifikasi untuk diizinkan mengelola harta dan tidak terkena hajr)
Melepaskan hak semacam ini dinamakan shulh (perdamaian). Dalil bolehnya shulh adalah hadis berikut ini,
Artinya: “Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ia berkata: ‘Ada dua orang yang datang mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang masalah warisan antara keduanya yang tidak jelas lagi ciri-cirinya, dan masing-masing tidak memiliki bukti, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya kalian mengadukan kepadaku, padahal aku hanyalah manusia, mungkin saja salah seorang di antara kamu lebih pandai beralasan daripada yang lain. Saya memutuskan hanyalah berdasarkan yang saya dengar, siapa saja yang telah saya tetapkan sehingga memperoleh hak saudaranya, maka janganlah mengambil, karena sebenarnya saya memberikan kepadanya sepotong api yang akan dibawanya besi itu di lehernya pada hari kiamat.’ Lalu keduanya menangis dan masing-masingnya berkata kepada yang lain, ‘Hak saya untuk saudara saya.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Adapun jika kamu berdua berkata begitu, maka pergilah dan bagilah berdua dan niatkanlah mencari yang hak dan lakukanlah undian (setelah dilakukan pembagian), lalu masing-masing hendaknya menghalalkan saudaranya.’” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah. Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Isnadnya hasan.”)
Wallahua’lam bishowab.