Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Kata Ibnu Umar, saat Rasulullah ﷺ bertasyahud, beliau bersaksi akan keesaan Allah dengan cara memberi isyarat dengan jari telunjuk seraya membuat bilangan limapuluh tiga (53). Informasi ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya. Muslim meriwayatkan,
“Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah ﷺ jika duduk untuk bertasyahud maka beliau meletakkan tangan kirinya di atas lutut kirinya, meletakkan tangan kanannya di atas lutut kanannya, membuat bilangan 53 dan membuat isyarat dengan jari telunjuknya” (H.R. Muslim)
Kalau begitu, apa makna membuat bilangan 53?
Tentu saja tidak mungkin memaknai bilangan lima tiga itu dengan membayangkan jari-jari tangan dibentuk sampai menyerupai angka-angka Arab seperti 1، 2، 3، 4، 5، 6، 7، 8، 9. Ini semua mustahil paling tidak karena tiga alasan.
Pertama, angka-angka Arab seperti itu baru dipakai oleh orang Arab pada masa Abbasiyyah, sementara Ibnu Umar yang meriwayatkan hadis tersebut tidak pernah mengenal angka-angka Arab seperti itu.
Kedua, membayangkan jari-jari tangan kanan membentuk angka Arab lima puluh tiga adalah bentuk “takalluf” (memaksa-maksa), karena susah membuat angka 53 dengan jari tangan kanan saja. Anggap saja lingkaran yang dibentuk jempol dan jari tengah adalah lima, lalu darimana angka tiga diperoleh? Tekukan kelingking dan jari manis membentuk dua “baris patah” saja dan tidak bisa ditafsiri sebagai tiga kecuali dengan cara “takalluf”.
Tiga, cara itu basisnya adalah “takhmin” (spekulasi) bukan dasar ilmu yang kokoh.
Cara memahami paling tepat lafaz hadis Ibnu Umar di atas adalah dengan memakai ilmu “jarimatika Arab” sebagaimana telah saya tulis dalam artikel yang berjudul “MENGENAL “JARIMATIKA ARAB” ZAMAN NABI”. Itulah cara yang diterangkan para ulama dalam kitab-kitab syarah.
Hanya saja, tafsir terhadap cara Rasulullah ﷺ dalam mengatur jemari-jemarinya ketika bertasyahhud dan mengangkat telunjuk ada tiga pendapat di kalangan ulama.
Cara pertama,
Tekuklah tiga jari yaitu jari tengah, jari manis dan jari kelingking dengan tekukan melingkar sampai bagian dalam jari itu semuanya menempel pada telapak tangan, kemudian ujung jempol tempelkan pada pangkal telunjuk. Ini adalah cara yang diterangkan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani dalam “At-Talkhish Al-Habir”. An-Nawawi dalam syarah beliau terhadap Shohih Muslim juga menjelaskan cara ini, hanya saja posisi tiga jari, yakni kelingking, jari manis dan jari tengah ditekuk lurus bagaikan membentuk bilangan 59. Zakariyya Al-Anshori dalam “Asna Al-Matholib” juga menguatkan cara ini. Malah bisa dikatakan inilah pendapat mu’tamad mazhab Asy-Syafi’i atau minimal pendapat mayoritas ulama Asy-Syafi’iyyah.
Lihat gambar 1
Cara kedua,
Sama seperti sebelumnya, hanya saja jempol ditumpangkan ke jari tengah yang sedang menekuk melingkar seakan-akan “memeluknya”. Posisi ini menurut ilmu “jarimatika Arab” adalah “seakan-akan” membuat bilangan 23, hanya saja tidak persis seperti membuat bilangan 23, karena untuk membuat bilangan 23 posisi jempol harus terletak di antara jari tengah dan telunjuk. Ini adalah cara Ibnu Az-Zubair.
Lihat gambar 2
Cara ketiga,
Tekuklah dua jari yaitu jari manis dan jari kelingking dengan tekukan melingkar sampai bagian dalam jari itu semuanya menempel pada telapak tangan, kemudian ujung jempol tempelkan pada ujung jari tengah sampai membentuk lingkaran (atau seperti membuat bilangan 90 tetapi dengan memakai jari tengah, yakni meletakkan jari tengah di antara dua ruas jari jempol), kemudian telunjuk dipakai untuk memberi isyarat.
Ini adalah cara Al-Wa-il bin Hujr, qoul qodim Asy-Syafi’i dan pendapat yang diikuti ulama-ulama Hanabilah.
Lihat gambar 3
Al-Azhim Abadi berkata,
Artinya,
“Terkait bagaimana cara membuat bilangan itu, ada beberapa pendapat.
Pertama, menekuk kelingking, jari manis dan jari tengah lalu melepaskan jari telunjuk dan menggabungkan jempol ke pangkal telunjuk. Inilah yang disebut membuat bilangan 53.
Kedua, menggabungkan jempol ke jari tengah yang tergenggam seperti orang yang membuat bilangan 23 karena Ibnu Az-Zubair meriwayatkannya seperti itu. Al Asyraf berkata, ‘Hal ini menunjukkan bahwa di kalangan sahabat ada orang yang mengetahui cara menghitung dan membuat kalkulasi yang spesifik.
Ketiga, menekuk kelingking dan jari manis dan melepaskan telunjuk lalu membuat lingkaran dengan jempol dan jari tengah sebagaimana diriwayatkan Wa-il bin Hujr. Pengarang kitab Al Muhalla berkata, ‘Ini adalah gambaran cara membuat bilangan 90 dan itulah yang terpilih di kalangan Hanabilah dan itu adalah pendapat qodim Asy-Syafi’i. (Aun Al-Ma’bud, juz 3 hlm 196)
Dari ikhtilaf di atas, bisa disimpulkan bahwa memastikan tingkat kedetailaan posisi jari Rasulullah ﷺ saat tasyahhud memang akan susah dilakukan karena perawi yang meriwayatkan hadis hanya melihat Nabi ﷺ dari belakang. Jadi semua perawi akan melihat dan menafsirkan sesuai ijtihad masing-masing. Dari sisi ini wajar jika ada ikhtilaf dan tidak usah dibesar-besarkan. An-Nawawi sendiri saat membahas cara menata jari saat tasyahhud dalam kitab Al-Majmu’ menegaskan bahwa ikhtilaf itu hanya dari aspek afdholiyyah. Tidak terkait dengan keabsahan salat. Oleh karena itu, ijtihad apapun dari ketiga cara itu kaum muslimin harus berlapang dada dan semua wajib dihormati.
Hanya saja, dari tiga cara di atas, maka yang terkuat adalah cara pertama berdasarkan tiga alasan.
Pertama, cara itu adalah cara yang paling dekat dengan ilmu “jarimatika Arab”.
Kedua, perawi hadis “membuat bilangan 53” adalah Ibnu Umar dan ini adalah riwayat yang paling detail menyebut tata cara Nabi ﷺ dalam memposisikan jarinya. Ibnu Umar juga dikenal sebagai Shahabat yang sangat ketat berusaha meniru Rasulullah ﷺ , sampai hal-hal yang tergolong mubah dan tidak terkait dengan ibadah seperti memutar unta ketika melewati tempat tertentu-pun juga beliau tiru. Jadi, secara logika seharusnya Ibnu Umar juga sangat serius berusaha mencari tahu terkait bagaimana Rasulullah ﷺ memposisikan jari-jarinya saat tasyahhud.
Ketiga, perawi-perawi yang membawakan riwayat Ibnu Umar lebih faqih daripada perawi-perawi lainnya. Atas dasar ini pulalah nampaknya ulama-ulama Asy-Syafi’iyyah menguatkan cara pertama.
Wallahua’lam
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
One Comment
Lutfi
Ustadz, saya membaca artikel2 bahasa inggris tentang jarimatika arab ini…
Disitu saya menemukan ada 3 versi untuk angka 50,
1. Jempol disimpan pangkal jari telunjuk seperti yg dibahas ustadz diatas.
2. Jempol disimpan di pangkal antara jari tengah dan jari manis.
3. Jempol disimpan di sebelah jari telunjuk.
Ke3 versi ini berakibat kepada beda nya versi 53 dalam tasyahud, dan 3 versi ini saya temukan diantara guru2 saya yg bermazhab syafii….
Pertanyaannya, bagaimana 3 versi ini dalam pandangan ulama syafiiyah? Mana yg terkuat dari 3 versi angka 50 ini?