Oleh; Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Pertanyaan:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ustadz.. ana nau tanya di grup IRTAQI, kalau kurban jika hewan yang dibeli dalam keadaan sehat.. namun sampai di lokasi ternyata sakit (pincang, pilek) apa boleh dikurbankan dan sah?
Kemudian jika misal kita diamanahi beberapa kambing, namun ketika sampai dilokasi hewan tersebut mati sebelum dikurbankan, bagaimana sikap panitia qurban? Apakah mengganti hewannya? Dan apakah pequrban mendapatkan ganjaran kurban? Mengingat hewannya mati sebelum disembelih (+62 XXXXXXX-5506)
JAWABAN
Wa’alaikumussalam Warohmatullah Wabarokatuh.
Jika hewan kurban dibeli dalam keadaan bebas dari aib, telah itu menjadi beraib seperti pincang, sakit dan lain-lain, maka kurban tersebut tetap sah dijadikan sebagai kurban. Karena yang dimaksud aib yang membuat tidak sah hewan dikurbankan adalah aib sebelum dikurbankan (عيب قديم) bukan aib baru (عيب طارئ). An-Nawawi berkata,
لَوْ قَالَ: جَعَلْتُ هَذِهِ الشَّاةَ ضَحِيَّةً، أَوْ نَذَرَ التَّضْحِيَةَ بِشَاةٍ مُعَيَّنَةٍ، فَحَدَثَ بِهَا قَبْلَ وَقْتِ التَّضْحِيَةِ عَيْبٌ يُمْنَعُ ابْتِدَاءُ التَّضْحِيَةِ، لَمْ يَلْزَمْهُ شَيْءٌ بِسَبَبِهِ كَتَلَفِهَا. وَلَا تَنْفَكُّ هِيَ عَنْ حُكْمِ الْأُضْحِيَّةِ، بَلْ تُجْزِئُهُ عَنِ التَّضْحِيَةِ، وَيَذْبَحُهَا فِي وَقْتِهَا (روضة الطالبين وعمدة المفتين (3/ 216)
“Jika dia mengatakan, ‘Aku menjadikan kambing ini sebagai kurban’ atau dia bernazar untuk berkorban dengan sebuah kambing tertentu lalu kemudian terjadi sesuatu pada kambing tersebut sebelum waktu penyembelihan, yakni ada aib yang menghalanginya untuk memulai prosesi kurban, maka dia tidak punya kewajiban apapun karena aib tersebut sebagaimana jika kambing tersebut mati. Kambing tersebut juga tidak lepas dari hukum qurban, bahkan sudah sah sebagai kurban dan dia bisa langsung menyembelihnya di waktu kurban” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 3 hlm 216)
Adapun hewan kurban yang mati sebelum disembelih, maka panitia tidak perlu menggantinya, dan pemilik kurban juga tidak perlu menggantinya. Insya Allah beliau sudah mendapatkan pahala kurban. Asy-Syafi’i berkata,
وَإِذَا اشْتَرَى الرَّجُلُ الضَّحِيَّةَ فَأَوْجَبَهَا أَوْ لَمْ يُوجِبْهَا فَمَاتَتْ أَوْ ضَلَّتْ أَوْ سُرِقَتْ فَلَا بَدَلَ عَلَيْهِ (الأم للشافعي (2/ 247)
“Jika seorang lelaki membeli hewan kurban kemudian menetapkannya sebagai hewan kurban atau belum sempat menetapkannya sebagai hewan kurban, lalu ternyata hewan tersebut mati atau hilang atau dicuri, maka tidak ada kewajiban menggantinya” (Al-Umm, juz 2 hlm 247)
Wallahua’lam