Oleh; Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
PERTANYAAN:
Apakah ada persyaratan mempunyai ijazah untuk mengajarkan Al-Qur’an (+62 XXX-XXXX-1007)
JAWABAN:
Ijazah di zaman dahulu maupun pada zaman sekarang adalah bentuk persaksian kompetensi keilmuan dan keahlian seseorang. Ketika kampus mengeluarkan ijazah sarjana kedokteran misalnya, maka hal itu adalah persaksian kampus bahwa mahasiswa yang mendapatkan ijazah tersebut adalah orang yang kompeten dengan ilmu kedokteran, ahli dalam mengobati dalam batas-batas tertentu dan berhak membuka praktek pengobatan.
Adanya ijazah diberikan untuk mencegah munculnya dokter-dokter gadungan yang tidak kompeten mengobati sehingga malah membahayakan masyarakat dan membunuhi pasien.
Di zaman dahulu juga demikian.
Ijazah diberikan seorang guru dalam bidang ilmu tertentu kepada seorang murid sebagai tanda bahwa murid tersebut berhak untuk mengajar dan ilmunya secara umum bisa dipegang. Ijazah sangat diperlukan untuk menjaga kualitas dan otoritas ilmu-ilmu Islam. Jangan sampai muncul pengajar ilmu qiroat mislanya, sementara dia tidak ada kompetensi ilmu qiroat, tidak pernah belajar ilmu qiroat sab’ah, tidak kenal siapa itu Nafi’, tidak tahu Ibnu Al-Jazari, tidak mengerti ilmu tajwid dan lain-lain. Jika ini dibiarkan, bisa hancur ilmu tajwid dan ilmu qiroat.
Dari paparan singkat di atas, bisa dipahami bahwa ijazah adalah cermin pengakuan kompetensi ilmu. Metode untuk mengetes kompetensi keilmuan seseorang lazimnya memakai teknik ujian/imtihan/ikhtibar. Jika lulus, maka guru berani memberikan ijazah.
Pada masa-masa ulama belakangan, demi kehati-hatian, sebagian ulama hanya bersedia memberikan sanad keilmuannya jika seorang murid sudah lulus tes kompetensi ilmu tertentu. Kebiasaan ini pada sebagian orang disalahpahami bahwa sanad adalah cermin kompetensi ilmu, padahal sanad tidak ada kaitannya dalam ukuran kompetensi ilmu. Sanad adalah cara mengontrol validitas penukilan informasi. Setelah masa tadwin (kodifikasi), sanad sudah tidak dipakai sebagai alat mengontrol validitas penukilan informasi, tetapi dipertahankan sebagai tradisi mulia umat Islam demi memperoleh berkah (tabarruk).
Ibnu Jamaah menegaskan dalam “Al Manhal Ar-Rowiyy” bahwa sanad di masa beliau sudah tidak diperlukan lagi (jika dengan maksud mengontrol validitas penukilan informasi hadis),
لَيْسَ المَقْصُوْدُ بالسَّنَدِ في عَصْرِنا إثْبَاتَ الحَدِيْثِ المَرْوِيِّ وتَصْحِيْحِه؛ إذْ لَيْسَ يَخْلُوا فِيْه سَنَدٌ عَمَّنَ لا يَضْبِط حِفْظَهُ أو كِتَابَه ضَبْطًا لا يُعْتَمَدُ عَلَيْه فِيْه؛ بَلْ المَقْصُوْدُ بَقَاءُ سِلْسِلَةِ الإسْنَادِ المَخْصُوْصِ بِهَذِه الأمَّةِ فِيْما نَعْلَمُ، وقَدْ كَفَانَا السَّلَفُ مَئُوْنَةَ ذَلِكَ، فاتِّصَالُ أصْلٍ صَحِيْحٍ بسَنَدٍ صَحِيْحٍ إلى مُصَنِّفِه كَافٍ، وإنْ فُقِدَ الإتْقَانُ في كُلِّهِم أو بَعْضِهِم
“Sanad di masa kita tidak dimaksudkan untuk mengontrol validitas hadis yang diriwayatkan dan memeriksa kesahihannya. Alasannya, tidak ada dalam hadis-hadis tersebut sanad (yang “terlantar”) yang tidak memiliki perawi yang menghafalkannya dan menuliskannya yang (kemudian) tidak bisa dijadikan sebagai tumpuan. Tetapi (sanad pada zaman sekarang) dimaksudkan juntuk melestarikan mata rantai sanad yang menjadi ciri khas umat ini (umat islam) sejauh yang kami tahu. Generasi salaf telah mewakili kita mengurusi hal tersebut (menjaga sanad). Ketersambungan induk yang sahih dengan sanad sahih sampai pengarangya sudah cukup meskipun tidak ditemukan kesempurnaan (penukilan) pada keseluruhannya maupun sebagiannya (Al Manhal Ar-Rowiyy, hlm 34)
Terkait guru Al-Qur’an, jika ada orang yang memiliki ijazah ilmu qiroat atau ilmu tajwid, maka mereka adalah level tertinggi dalam hal pengajar Al-Qur’an. Kepada merekalah seharusnya kaum muslimin belajar Al-Qur’an.
Hanya saja, fakta mengajar Al-Qur’an itu bertingkat-tingkat. Ada yang sekedar mengajar untuk bisa membaca huruf Arab (seperti mengajar dengan metode Al-Baghdadi, Iqro’, Ummi, dan lain-lain), adapula yang mengajar untuk mengetahui hukum-hukum tajwid lebih dalam, dan adapula yang mengajar untuk mengetahui variasi dan ragam qiroat sab’ah.
Untuk mengajar membaca huruf Arab dan tajwid, maka itu lebih longgar karena banyaknya sarana hari ini yang memungkinkan seseorang untuk memvalidasi kebenaran bacaannya. Malahan As-Suyuthi menegaskan bahwa ijazah itu bukan syarat untuk mengajar dan berbagi ilmu selama kompetensinya memang bagus. As-Suyuthi berkata,
الْإِجَازَةُ مِنَ الشَّيْخِ غَيْرُ شَرْطٍ فِي جَوَازِ التَّصَدِّي لِلْإِقْرَاءِ وَالْإِفَادَةِ فَمَنْ عَلِمَ مِنْ نَفْسِهِ الْأَهْلِيَّةَ جَازَ لَهُ ذَلِكَ وَإِنْ لَمْ يُجِزْهُ أَحَدٌ وَعَلَى ذَلِكَ السَّلَفُ الْأَوَّلُونَ وَالصَّدْرُ الصَّالِحُ وَكَذَلِكَ فِي كُلِّ عِلْمٍ وَفِي الْإِقْرَاءِ وَالْإِفْتَاءِ خِلَافًا لِمَا يَتَوَهَّمُهُ الْأَغْبِيَاءُ مِنِ اعْتِقَادِ كَوْنِهَا شَرْطًا. وَإِنَّمَا اصْطَلَحَ النَّاسُ عَلَى الْإِجَازَةِ لِأَنَّ أَهْلِيَّةَ الشَّخْصِ لَا يَعْلَمُهَا غَالِبًا مَنْ يُرِيدُ الْأَخْذَ عَنْهُ مِنَ الْمُبْتَدِئِينَ وَنَحْوِهِمْ لِقُصُورِ مَقَامِهِمْ عَنْ ذَلِكَ وَالْبَحْثُ عَنِ الْأَهْلِيَّةِ قَبْلَ الْأَخْذِ شَرْطٌ فَجُعِلَتِ الْإِجَازَةُ كَالشَّهَادَةِ مِنَ الشَّيْخِ لِلْمُجَازِ بِالْأَهْلِيَّةِ (الإتقان في علوم القرآن (1/ 355)
Artinya: Ijazah dari seorang guru bukanlah syarat bolehnya mengajar Al-Qur’an dan berbagi ilmu. Siapapun yang mengetahui dirinya memiliki kompetensi maka boleh baginya mnegajar walaupun dia tidak mendapat ijazah dari siapapun. Seperti itulah kebiasaan generasi salaf awal dan generasi salih di awal-awal. Begitu juga (ketentuan ini berlaku) dalam setiap disiplin ilmu, mengajarkan Al-Qur’an dan berfatwa. Hal ini berbeda dengan khayalan orang-orang tolol yang meyakini ijazah sebagai syarat. Sebenarnya orang-orang menyepakati teknis ijazah itu karena kompetensi sesorang umumnya tidak bisa diketahui oleh calon murid di kalangan pemula karena kelemahan kemampuan mereka untuk meneliti hal tersebut. Padahal, mencari tahu kompetensi (seorang guru) adalah syarat sebelum menimba ilmu darinya. Akhirnya ijazah dijadikan seperti syahadah/persaksian/sertifikasi dari seorang syaikh terkait kompetensi orang yang diberi ijazah” (Al-Itqon Fi Ulumi Al-Qur’an, juz 1 hlm 355)
Adapun untuk mengajarkan qiroat, maka ini harus lebih ketat dan saya setuju jika disyaratkan ijazah dari syaikh-syaikh tertentu.
Wallahua’lam
2 Comments
seoktavian
sangat bermanfaat sekali ilmunya, terimakasih telah berbagi ilmu
Admin
Alhamdulillah