Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Kadang-kadang terlintas sebuah pertanyaan, “Mengapa Al-Bukhari tidak meriwayatkan hadis dari Asy-Syafi’i sama sekali? Bukankah Asy-Syafi’i juga dikenal ahli hadis? Bukankah zaman mereka juga berdekatan? Bukankah jumlah hadis yang diriwayatkan Asy-Syafi’i juga lumayan banyak sehingga sampai dikompilasi ulama belakangan dalam kitab yang dinamakan ‘Musnad Asy-Syafi’i”? Mengapa Al-Bukhari seperti abai dengan hadis-hadis tokoh besar dalam fikih dan hadis seperti Asy-Syafi’i?” Jawaban dari pertanyaan ini adalah sebagai berikut.
Paling tidak ada dua alasan logis mengapa Al-Bukhari tidak meriwayatkan hadis dari Asy-Syafi’i.
Pertama; Al-Bukhari tidak pernah bertemu dengan Asy-Syafi’i, jadi tidak mungkin mengambil hadis dari Asy-Syafi’i.
Al-Bukhari lahir tahun 194 H, sementara Asy-Syafi’i wafat tahun 204 H. Hal ini bermakna, saat Asy-Syafi’i wafat, Al-Bukhari masih berusia sekitar 10 tahun dan tinggal di Bukhara, daerah Uzbekistan di zaman sekarang. Usia 10 tahun adalah baru awal-awal Al-Bukhari terilhami dan berminat menghafal hadis. Itupun guru-gurunya masih terbatas di area sekitar tempat tinggalnya. Baru pada usia 16 tahun Al-Bukhari melakukan rihlah ke Mekah dan berguru kepada ahli-ahli hadis di sana. Kita tahu Asy-Syafi’i sejak tahun 199 H atau 200 H sudah pindah ke Mesir. Jadi, dengan fakta sejarah semacam ini jelas mustahil Al-Bukhari akan bertemu dengan Asy-Syafi’i. Disamping faktor usia Al-Bukhari yang masih kecil saat Asy-Syafi’i wafat, lokasi tinggal Asy-Syafi’i juga di Mesir sementara awal-awal Al-Bukhari melakukan rihlah yang dituju adalah Mekah, bukan Mesir.
Kedua, Al-Bukhari mengutamakan mencari sanad ‘ali (السند العالي).
Yang dimaksud sanad ‘ali adalah sanad yang paling pendek yang mengantarkan kepada Rasulullah ﷺ. Lawannya adalah sanad nazil (السند النازل). Sanad ‘ali adalah sanad yang paling utama dan banyak diburu oleh ahli hadis. Malahan, sanad jenis ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi sebagian orang yang memburu hadis yang memilikinya. Karena ia menjadi kebanggaan bagi sebagian pemburu hadis, maka yang seperti ini disoroti para ulama sebagai niat yang salah saat memburu hadis. Al-Ghazzali dalam Ihya’ Ulumuddin juga menyebutnya sebagai contoh niat yang dicampuri riya’ yang terkadang menghinggapi sebagaian ahli hadis.
Sanad ‘ali adalah sanad yang paling utama, karena semakin pendek sanad, maka nilai validitasnya lebih kuat daripada sanad yang panjang. Secara logika ini bisa dimengerti, sebab semakin panjang mata rantai informan, maka tentu saja potensi distorsi informasi juga akan semakin besar. Jadi, memperpendek mata rantai perawi/informan akan memperkecil potensi distorsi informasi tersebut.
Al-Bukhari bisa saja mencari hadis yang berasal dari Asy-Syafi’i. Hanya saja, karena Al-Bukhari tidak pernah bertemu dengan Asy-Syafi’i, berarti Al-Bukhari harus mencarinya melalui perantaraan murid-muridnya. Misalnya Al-Bukhari mengambil riwayat dari Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi dari Asy-Syafi’i dari Sufyan bin ‘Uyainah dan seterusnya sampai Rasulullah ﷺ. Dengan sanad ini, sampai Sufyan bin ‘Uyainah saja Al-Bukhari memerlukan tiga orang (yaitu, 1. Ar-Robi’ bin Sulaiman Al-Murodi, 2. Asy-Syafi’i dan 3. Sufyan bin ‘Uyainah).
Nah, semacam ini tidak perlu dilakukan Al-Bukhari, karena beliau bisa berguru dengan ulama hadis yang selevel (satu thobaqot) dengan Asy-Syafi’i, misalnya Al-Humaidi. Jika Al-Bukhari mengambil hadis dari Al-Humaidi untuk mencapai Sufyan bin ‘Uyainah, maka sanadnya lebih pendek karena Al-Humaidi adalah murid langsung Sufyan. Jadi, jika memakai jalur ini maka Al-Bukhari mengambil riwayat dari Al-Humaidi dari Sufyan bin ‘Uyainah. Dengan kata lain Al-Bukhari hanya perlu dua orang saja (yaitu, 1.Al-Humaidi dan 2.Sufyan bin ‘Uyainah). Dengan demikian Al-Bukhari mendapatkan sanad ‘ali daripada harus mengambil hadis dari murid-murid Asy-Syafi’i. Adanya hadis yang diriwayatkan murid-murid Asy-Syafi’i tetap bermanfaat meski tidak diriwayatkan Al-Bukhari, karena justru malah menjadi penguat hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari.
Al-Khothib Al-Baghdadi berkata,
“Yang kami katakan terkait Al-Bukhari ketika meninggalkan berhujjah dengan hadits Asy-Syafi’i adalah, beliau meninggalkan riwayat dari Asy-Syafi’i bukan karena ada sebab yang menunjukkan Asy-Syafi’i itu dhoif, akan tetapi penyebabnya adalah karena meriwayatkan dari Syafi’i itu sudah tidak diperlukan mengingat Al-Bukhari telah mendapatkan sanad yang lebih ‘ali (sanad yang lebih pendek) daripada meriwayatkan dari (jalur) Asy-Syafi’i” (Al-Ihtijaj bi Asy-Syafi’i, hlm 38)
رحم الله البخاري رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين