Oleh; Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R Rozikin)
Sudah diketahui bahwa takbir, yakni ucapan “Allahuakbar” (أكبر) adalah ucapan yang banyak diucapkan dalam salat. Kalimat itu diucapkan untuk mengawali salat, saat hendak rukuk, saat hendak sujud, saat bangkit dari sujud, dan saat bangkit untuk berdiri. Semakin banyak rakaat salat yang dikerjakan, maka semakin banyak takbir yang dilafalkan. Menurut Abu Syuja’, jika seorang muslim salat wajib 5 kali dalam sehari, maka dia akan mengucapkan takbir, totalnya sebanyak 94 kali. Abu Syuja’ berkata,
وركعات الفرائض سبعة عشر ركعة فيها أربع وثلاثون سجدة وأربع وتسعون تكبيرة (متن أبي شجاع المسمى الغاية والتقريب (ص: 10)
“Rokaat salat wajib itu 17 yang mengandung 34 kali sujud dan 94 takbir” (Al-Ghoyah Wa At-Taqrib, hlm 10)
Takbir dalam salat ada dua macam, yaitu takbiratul ihram dan takbir intiqol. Takbirotul ihrom adalah takbir pembuka salat yang statusnya sebagai rukun salat sehingga harus dilakukan tanpa bisa ditinggalkan sementara takbir intiqol adalah takbir yang menandai perpindahan gerakan salat yang status hukumnya adalah mustahabb (dianjurkan) sehingga tidak mempengaruhi keabsahan salat jika ditinggalkan. Dua macam takbir ini masing-masing telah saya bahas masing-masing dalam artikel yang berjudul “Apa Makna Takbirotul Ihrom Dalam Salat?” dan “Apa Itu Takbir Intiqol? Apa Hukumnya?”
Dalam Al-Qur’an, Allah memerintahkan dengan lugas untuk bertakbir. Bahkan, perintah bertakbir ini termasuk di antara ayat-ayat awal yang turun kepada Nabi Muhammad ﷺ . Allah berfirman,
{وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ} [المدثر: 3]
“Dan Tuhanmu besarkanlah!” (Al-Muddatsir; 3)
Oleh karena itu, takbir tidak hanya diucapkan seorang muslim pada saat salat, tetapi juga diucapkan dalam berbagai kondisi sebagaimana yang diperintahkan dalam dalil, seperti saat azan, saat iqomah, saat berada pada 10 awal bulan Dzulhijjah, saat hari raya, saat hari tasyriq, saat berjihad, saat naik kendaraan, saat naik ke tempat tinggi, saat melihat Ka’bah, saat melihat hilal, saat mendengar takbir muazin, saat selesai salat maktubah, saat menyembelih, saat mau tidur, saat bangun tidur, saat takjub dengan sesuatu, saat mendengar berita gembira, saat ada kebakaran, dan lain-lain.
Jika seperti ini posisi takbir dan demikian ditekankan saat salat, sebenarnya apa makna takbir itu? Apa hikmahnya sehingga dalam salat takbir sampai dibaca berulang-ulang dalam banyak gerakan? Mengapa salat sampai dipastikan tidak akan diterima Allah jika tidak dibuka dengan takbir?
Lafaz takbir sesungguhnya memakai jenis isim yang disebut dalam bahasa Arab dengan istilah “isim tafdhil”. Makna “isim tafdhil” secara sederhana adalah kata sifat yang memberi makna “paling” atau “lebih”. Jadi, makna sederhana “Allahuakbar” adalah “Allah adalah paling besar”.
Makna detailnya, sebagaimana penjelasan Sibawaih, lafaz ini sebenarnya mengandung kalimat pembanding. Jadi, perkiraannya sebenarnya berbunyi “Allahuakbar min kulli syai’ (Allah adalah yang paling besar daripada segala sesuatu). Sibawaih berkata,
كما تقول: أنت أفضل، ولا تقول من أحد. وكما تقول: الله أكبر، ومعناه الله أكبر من كل شيء (الكتاب – لسيبويه (ص: 97)
“Seperti Anda mengatakan ‘Kamu adalah yang terbaik’ Anda tidak mengatakan ‘Kamu adalah yang terbaik dibandingkan dengan siapapun’. Sebagaimana Anda mengatakan Allah adalah yang paling besar. Maknanya adalah ‘Allah yang paling besar dibandingkan dengan segala sesuatu’” (Al-Kitab hlm 97)
Inilah makna detail dari kalimat “Allahuakbar” itu. Dari makna ini, kemudian dalam bahasa Indonesia dipersingkat menjadi makna “Allah Maha Besar” agar lebih cepat dipahami dan dibayangkan. Makna “Allah Maha Besar” yang dimaksud adalah “Allah Maha Besar dan Paling Besar dibandingkan dengan segala apapun selain Dia”
Tentu saja tidak boleh membayangkan kalimat “Allah Maha Besar” dengan membayangkan-Nya secara fisik seperti makhluk, sebab Allah tidak sama dengan apapun. Makna Allah Maha Besar sebagaimana keterangan para ulama adalah menjelaskan keagungan-Nya yang tak terungguli oleh siapapun sehingga hanya Dia saja yang patut disembah dan tidak boleh dipersekutukan.
Ibnu Katsir berkata,
{ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا } أي: عظِّمه وأَجِلَّه عما يقول الظالمون المعتدون علوًا كبيرًا. تفسير ابن كثير (5/ 130)
“wakabbirhu takbiro’, maknanya adalah agungkanlah Dia dan muliakanlah Dia tidak seperti yang dikatakan orang-orang zalim dan melampaui batas. Allah Maha Luhur dari semua itu” (Tafsir Ibnu Katsir, juz 5 hlm 130)
Senada dengan Ibnu Katsir, Al-‘Aini berkata,
وربك فكبر أي فعظم ولا تشرك به (عمدة القاري شرح صحيح البخاري (28/ 438)
“Warobbaka fakabbir’, maknanya agungkanlah dan jangan menyekutukan-Nya” (Umdatu Al-Qori, juz 28 hlm 438)
Dermikian pula kata Asy-Syaukani,
{ وكبره تكبيرا } أي عظمه تعظيما وصفه بأنه أعظم من كل شيء (فتح القدير الجامع بين فني الرواية والدراية من علم التفسير (3/ 380)
“Wakabbirhu takbiro, maknanya, agungkanlah Dia dengan sebenar-benarnya yakni mendeskripsikannya bahwasanya dia itu Maha Agung dibandingkan dengan segala sesuatu” (Fathu Al-Qodir, juz 3 hlm 380)
Allah adalah Maha Besar karena Dia menghimpun segala sifat terpuji dan segala sifat kesempurnaan. Keberadaan-Nya yang kekal dan fakta bahwa segala sesuatu di alam semesta ini berasal dari-Nya, yakni merupakan ciptaan-Nya sangat cukup untuk membuat Allah menjadi yang Terbesar, Teragung dan Terpuji. Kenyataan ini harus diulang-ulang dalam salat agar seorang hamba menyadari dirinya adalah abdi Allah dan bahwasanya tidak ada dalam hidup yang terpenting dan teragung selain hanya Allah saja.
Mengucapkan “Allahu Akbar” bermakna siap mengosongkan hati dari semua urusan dunia, dan hanya menghadirkan ingatan untuk Allah saja.
Kisah cintamu yang “rumit” adalah kecil.
Masalah rumah tanggamu adalah kecil.
Sakit yang kau derita adalah kecil.
Hutang yang merisaukan hatimu adalah kecil.
Pertengkaranmu dengan orang lain adalah kecil.
Uang yang menjadi hakmu yang belum juga kau terima adalah kecil.
Angan-anganmu yang tidak kesampaian adalah kecil.
Barangmu yang hilang adalah kecil.
Kepergian orang yang kau cintai adalah kecil.
Kasus hukum yang menjeratmu adalah kecil.
Binatang piaraanmu adalah kecil.
Pemikiran-pemikiran manusia adalah kecil.
Urusan bapakmu adalah kecil.
Urusan anak-anakmu adalah kecil.
Urusan saudara-saudaramu adalah kecil.
Urusan pasangan hidupmu adalah kecil.
Urusan klanmu adalah kecil.
Urusan harta yang kau investasikan adalah kecil.
Urusan bisnismu adalah kecil.
Urusan tempat tinggalmu yang kau senangi adalah kecil.
Urusan menjaga nama baikmu adalah kecil
Urusan mempopulerkan dirimu adalah kecil
Semuanya kecil..
Tidak pantas kau isi hatimu saat ini dengan ingatan terhadap mereka.
Buanglah, lupakan sekarang, abaikan, remehkan.
Isi hatimu sekarang dengan ingatan sepenuhnya kepada Rabbmu, kekasih sejatimu, kawan yang tidak pernah meninggalkanmu, yang selalu peduli padamu; Allah.
Allahuakbar.
Coba ingat-ingatlah apa yang paling merisaukan hatimu hari-hari terakhir ini. Saat engkau menghadap RabbMu hilangkan pikiran tentang itu, kosongkan hatimu dari selain Dia. Munculkan kesadaran dan ingatan hanya kepadaNya. Karena hanya Dialah yang Terbesar.
Allahuakbar.
Jadi, dengan takbir yang kita baca saat memulai salat, yakni takbirotul ihrom sebenarnya kita tengah melatih jiwa untuk “mengecilkan” segala sesuatu yang mengandung unsur “isyghol” (menyibukkan), “ilha’” (mengalihkan perhatian), “ta’khir” (menunda-nunda),dan “mana’” (menghalangi) untuk mengingat Allah dan menghadap kepadaNya dalam shalat. Kita melatih untuk mengecilkan semua urusan dunia. Bahkan kita melatih untuk mengecilkan diri kita sendiri, meremukkan keangkuhan kita, menghancurkan kepongahan kita dan memusnahkan kesombongan kita. Agar hanya Allah saja yang Terbesar dalam hati. Tidak ada lagi yang lain selain Dia.
Jika pekerjaan kantor membuatmu sibuk, teralihkan, menunda-nunda dan terhalangi mengingat Allah maka lupakan sejenak, “kecilkan”, remehkan dan sadarkan dirimu bahwa itu bukan hal terpenting dalam hidupmu.
Jika urusan keluarga membuatmu sibuk, teralihkan, menunda-nunda dan terhalangi mengingat Allah maka lupakan sejenak, “kecilkan”, remehkan dan sadarkan dirimu bahwa itu bukan hal terpenting dalam hidupmu.
Jika perdebatan dengan manusia membuatmu sibuk, teralihkan, menunda-nunda dan terhalangi mengingat Allah maka lupakan sejenak, “kecilkan”, remehkan dan sadarkan dirimu bahwa itu bukan hal terpenting dalam hidupmu.
Jika urusan cinta membuatmu sibuk, teralihkan, menunda-nunda dan terhalangi mengingat Allah maka lupakan sejenak, “kecilkan”, remehkan dan sadarkan dirimu bahwa itu bukan hal terpenting dalam hidupmu.
Jika usaha mencari uang membuatmu sibuk, teralihkan, menunda-nunda dan terhalangi mengingat Allah maka lupakan sejenak, “kecilkan”, remehkan dan sadarkan dirimu bahwa itu bukan hal terpenting dalam hidupmu.
Dengan demikian, bisa diukur di sini pentingnya takbirotul ihrom sebagai prosesi resmi latihan jiwa yang diajarkan Allah. Takbir adalah latihan jiwa melalui media terapi ucapan “sugestif” yang melatih jiwa agar terbiasa tidak me”lebay”kan urusan duniawi. Di antara hikmah takbir dilakukan setiap ganti gerakan saat shalat adalah agar selalu terperbarui kesadaran Allah paling penting dalam hidup dibanding seluruh urusan-urusan duniawi. Jika takbir dilakukan dengan benar, maka minimal akan muncul tiga buah iman yang indah.
Pertama, semakin cinta dan gentar terhadap Allah.
Kedua, zuhud terhadap dunia.
Ketiga, tawaduk nan rendah hati saat bergaul dengan hamba Allah yang lain.
Sampai di sini, bisa diukur sejauh mana keseriusan seseorang dalam memperbaiki diennya. Perhatikanlah cara dia bertakbirotul ihram. Jika saat bertakbirotul ihram saja meremehkan dan tidak serius, maka semua urusan dien selain itu dia akan lebih meremehken. Benarlah kata Ibrohim An-Nakho’i. Orang yang sudah meremehkan takbirotul ihram, maka sudah cukup, tidak usah diurus lagi, “cucilah tanganmu darinya”. Maksudnya, orang itu sudah tidak ada kebaikan lagi yang bisa diharapkan darinya. Seperti orang yang baru kerja membangun tembok. Jika dia sudah mencuci tangannya, maka dia tidak akan menangani lagi pembangunan tembok tersebut. Abu Nu’aim meriwayatkan,
عَنْ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: «إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَتَهَاوَنُ فِي التَّكْبِيرَةِ الْأُولَى فَاغْسِلْ يَدَكَ مِنْهُ» حلية الأولياء وطبقات الأصفياء (4/ 215)
“Dari Ibrahim, ia berkata, ‘Jika engkau melihat seseorang yang meremehkan takbir yang pertama maka cucilah tanganmu darinya’ (Hilyatu Al-Auliya’ juz 4 hlm 215)
اللهم اجعلني من أعبد الناس