Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Milyaran manusia bersikat gigi setiap hari. Manusia normal memang secara alami berpikir untuk menyikat giginya. Hanya manusia-manusia yang abnormal yang tahan tidak menyikat gigi selama bertahun-tahun.
Motivasi mereka dalam menyikat giginya bermacam-macam. Umumnya menyikat gigi untuk menjaga kesehatan gigi, agar gigi tidak lekas rusak sehingga ia tetap fungisonal. Tentu ada rasa “pedih” di hati jika melihat orang lain mengunyah sate, jagung, jambu dan apel dengan nikmat sementara diri hanya bisa menonton karena gigi sudah ompong semua. “Pedih” juga rasanya orang lain bisa tertawa bersuka ria karena giginya sehat, sementara diri sendiri merasakan nyut-nyutan sakit gigi tanpa ada yang menjenguk dan berempati.
Gigi juga bagian keindahan manusia. Jika tidak, mana mungkin ada orang yang rela menderita berbulan-bulan dan bahkan bertahun-tahun dengan cara memakai behel/kawat gigi, demi memperoleh barisan gigi yang rata nan cantik? Karena alasan keindahan ini pulalah, orang menggosok gigi. Agar giginya tetap putih bersih, dan kelihatan menawaan saat tersenyum.
Demikianlah macam-macam motivasi orang menggosok gigi.
Akan tetapi, dari sekian milyar manusia yang menggosok giginya setiap hari, meskipun sama-sama menggosok gigi, tidak semuanya nilainya sama di sisi Allah.
Orang yang tidak beriman, menggosok giginya karena ingin terlihat menawan di mata manusia, memberi kesan baik untuk orang yang dicintainya, menjaga gigi agar tetap bisa berfungsi untuk makan dan semua motivasi-motivasi duniawi yang semisal.
Orang beriman, menggosok giginya dengan maksud untuk mensucikan dan membersihkan mulut, lidah dan giginya karena dia tahu bahwa mulut, lidah dan giginya itu akan digunakan untuk menyebut nama Allah yang Maha Suci, memuji-Nya, mengagungkan-Nya, menyucikan-Nya dan membaca kalam-Nya.
Orang beriman tahu bahwa Allah senang hamba-Nya membersihkan giginya. Jadi, dia beramal dengan amalan harian ini dengan niat dan ihtisab itu. yakni, berniat menyenangkan Allah dan berniat mengagungkan-Nya karena dia tahu kemahabesaran Allah dan keangungan-Nya membuatnya merasa kurang pantas langsung menyebut nama-Nya dalam keadaan mulut kotor dan belum disucikan.
Rasulullah ﷺ bersabda,
السِّوَاكُ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Menggosok gigi itu membersihkan mulut dan menyenangkan Robb” (H.R. An-Nasai)
Memang, semua gerak-gerik orang beriman bernilai amal salih karena faktor motivasi ini. Motivasilah yang membedakan orang beriman dengan yang tidak beriman. Pekerjaannya bisa sama: Sikat gigi, tapi nilainya bisa beda di sisi Allah karena faktor motivasi.
Karena amal ini menyenangkan Allah dan disebut Nabi ﷺ secara mutlak, para ulama mengatakan bahwa menggosok gigi dianjurkan dalam setiap kondisi, terutama pada 3 kondisi,
- Saat bau mulut mulai berubah (misalnya karena diam lama, tidak makan/minum, makan petai, makan jengkol, merokok, makan bawang mentah, dan lain-lain)
- Bangun tidur
- Hendak salat/waudhu
Abu Syuja’ berkata,
والسواك مستحب في كل حال إلا بعد الزوال للصائم وهو في ثلاثة مواضع أشد استحبابا: عند تغير الفم من أزم وغيره وعند القيام من النوم وعند القيام إلى الصلاة (متن أبي شجاع المسمى الغاية والتقريب (ص: 3))
Artinya,
“Menggosok gigi itu sunah dalam segala kondisi kecuali setelah zawal bagi orang berpuasa. Menggosok gigi lebih kuat lagi disunahkan dalam tiga situasi; 1) Saat bau mulut berubah karena diam lama atau selainnya, 2) Saat bangun tidur, dan 3) Saat hendak salat” (Matan Abu Syuja’: 3 )
Wallahua’lam
اللهم وفقنا للأعمال الصالحة