Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Salah satu manfaat pembahasan dzabh (الذَّبْحُ) dengan ‘aqr (الْعَقْرُ) adalah untuk memahami pernyataan para fukaha pada saat mengkaji hukum-hukum seputar penyembelihan. Misalnya pernyataan Abu Syuja’ berikut ini,
وما قدر على ذكاته فذكاته في حلقه ولبته وما لم يقدر على ذكاته فذكاته عقره حيث قدر عليه (متن أبي شجاع المسمى الغاية والتقريب (ص: 42)
Artinya,
“Hewan yang bisa di-dzakah maka dzakah-nya adalah (disembelih) pada leher atau di bawah lehernya. Adapun hewan yang tidak bisa di-dzakah (dengan penyembelihan), maka dzakah-nya adalah dengan ‘aqr di (lokasi tubuh) manapun yang mampu dijangkau” (Al-Ghoyah wa At-Taqrib, hlm 42)
Telah diketahui, hukum asal semua hewan adalah halal dimakan. Tidak ada hewan haram kecuali yang dinyatakan oleh dalil. Babi, keledai jinak, hewan bertaring, dan burung bercakar tajam adalah contoh-contoh hewan yang haram dimakan karena ada dalil khusus yang menunjukkannya. Semua hewan selain itu hukum asalnya adalah halal.
Hanya saja, kehalalan hewan untuk dimakan itu disyaratkan cara kematiannya harus benar. Hewan-hewan yang cara matinya tidak memenuhi kriteria, seperti mati sendiri, tercekik sampai mati, tertanduk sampai mati, jatuh ke jurang sampai mati dan semisalnya, statusnya dihukumi bangkai. Hewan yang statusnya bangkai hukumnya haram dimakan karena Allah mengharamkan semua bangkai kecuali dua macam bangkai saja yaitu ikan dan belalang.
Kematian hewan yang diminta oleh syara’ adalah dengan mekanisme penyembelihan. Aktifitas penyembelihan yang syar’i dan sempurna harus merealisasikan sifat tadzfif (dispatching/pembunuhan sempurna) melalui pemotongan hulqum (throat/tenggorokan), mari’ (esophagus/kerongkongan) dan dua wadaj (jugular veins) dengan alat tajam yang tidak boleh berupa kuku, tulang atau gigi. Penyembelihan seperti inilah yang disebut dengan istilah dzabh (الذَّبْحُ) syar’i. An-Nawawi berkata,
التَّذْفِيفُ بِقَطْعِ جَمِيعِ الْحُلْقُومِ وَالْمَرِّيءِ مِنْ حَيَوَانٍ فِيهِ حَيَاةٌ مُسْتَقِرَّةٌ بِآلَةٍ لَيْسَتْ عَظْمًا وَلَا ظُفْرًا (روضة الطالبين وعمدة المفتين (3/ 201)
Artinya,
“(penyembelihan adalah) pembunuhan sempurna melalui pemotongan hulqum (throat/tenggorokan), mari’ (esophagus/kerongkongan) pada hewan yang hidup dengan alat yang bukan tulang atau kuku. (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 3 hlm 201)
Hanya saja, penyembelihan dengan deskripsi seperti di atas hanya mungkin dilakukan terhadap hewan-hewan yang berada dalam kendali manusia (maqdur ‘alaih) seperti dikandangkan, diikat, dijinakkan dan semisalnya. Adapun hewan-hewan yang tidak dalam kendali manusia (ghoiru maqdur ‘alaih) alias hewan liar (wahsyi) seperti hewan-hewan di hutan, atau hewan yang awalnya dikandangkan lalu berubah menjadi tak terkendali sehingga tidak mungkin disembelih, maka cara membunuh yang dituntut oleh syara’ sebagai pengganti dzabh (penyembelihan) adalah ‘aqr (الْعَقْرُ).
Makna ‘aqr dalam istilah para fukaha adalah melukai binatang secara sengaja yang berdampak membunuh. Jadi, ketika seseorang memanah rusa dengan panah tajam lalu rusa itu mati, maka rusa tersebut halal dimakan meskipun tidak disembelih karena aktivitas tersebut tergolong ‘aqr. Ketika seorang pemburu melepaskan anjing, lalu anjing itu menangkap kancil dan menggigitnya sampai mati, maka kancil tersebut halal dimakan meskipun tidak disembelih karena aktivitas tersebut tergolong ‘aqr. Inilah perbedaan terpenting antara dzabh dengan ‘aqr. Dzabh dituntut untuk memotong sempurna kerongkongan dan tenggorokan agar hewan halal dimakan sementara ‘aqr cukup dilukai saja sampai mati di lokasi manapun dari tubuh hewan itu yang mungkin. An-Nawawi berkata,
وَأَمَّا الْعَقْرُ الَّذِي يُبِيحُ الصَّيْدَ بِلَا ذَكَاةٍ، فَهُوَ الْجُرْحُ الْمَقْصُودُ الْمُزْهِقُ الْوَارِدُ عَلَى حَيَوَانٍ وَحْشِيٍّ (روضة الطالبين وعمدة المفتين (3/ 249)
Artinya,
“Adapun ‘aqr yang membuat buruan menjadi halal dimakan tanpa disembelih, maka maknanya adalah melukai secara sengaja yang bersifat membunuh pada hewan yang tak terkendali/liar” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 3 hlm 249)
Dua cara mematikan hewan dengan maksud supaya halal dimakan inilah yang sering disebut dengan istilah dzakah (الذَّكَاةُ). Dengan demikian dzakah dalam pembahasan fikih mencakup dzabh dan ‘aqr meskipun sebenarnya makna asal dzakah jika digunakan untuk hewan adalah bermakna penyembelihan.