Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Jika Anda adalah seorang istri yang mengaku mencintai dan menghormati suami, izinkan saya bertanya,
“Ketika suamimu mengeluarkan dahak, maukah engkau menampungnya pada tanganmu lalu engkau jadikan masker untuk wajahmu dan engkau gunakan sebagai lulur yang digosokkan di sekujur kulit?”
Saya yakin susah membayangkan ada cinta seorang istri yang levelnya sampai seperti itu dalam kehidupan rumah tangga.
Dalam kehidupan rumah tangga yang wajar, seorang istri ketika cinta kepada suami ya benar tidak salah jika mengaku cinta. Tapi cinta itu tidaklah sampai taraf mau menjadikan dahak suami sebagai krim wajah.
Istri memang cinta pada suami, tapi ya tidak selalu melaksanakan perintah suami dengan sigap, cepat, segera dan seketika. Sesekali para istri melakukannya dengan ogah-ogahan, bermalas-malasan, bahkan terang-terangan menolak pada jenis perintah-perintah tertentu.
Istri memang mencintai suami, tapi jika suami minum teh atau kopi, sisanya ya dibuang begitu saja. Tidak sampai para istri sampai taraf menunggu sisa minum suami kemudian meminumnya dengan penuh cinta.
Betul, istri tidak salah mengaku cinta suami tapi pada saat suami berbicara ya kadang-kadang malah memotong pembicaraan, mendebat, bahkan kadang-kadang untuk istri-istri tertentu kalau marah dan ngambek bisa sambil melotot, berkacak pinggang, atau malah sambil mencakar dan memukul.
Memang iya istri mengaku cinta suami, tapi kalau melihat suami juga biasa saja. Pandangan mata ditajamkan ke arah suami, dilama-lamakan. Bahkan kalau sedang marah mungkin sambil mendelik dengan bola mata berputar-putar.
Inilah cinta umumnya istri kepada suaminya.
Tapi tahukah Anda, bagaimana level cinta para Shahabat kepada Rasulullah ﷺ?
Cinta shahabat kepada Rasulullah ﷺ adalah cinta yang luar biasa yang mencapai level:
- Jika Rasulullah ﷺ membuang dahak, maka dahak itu akan digunakan untuk mengusap wajah dan kulit untuk diambil berkahnya
- Jika Rasulullah ﷺ memerintahkan sesuatu maka mereka segera melaksanakannya tanpa menunda-nunda
- Jika Rasulullah ﷺ berwudu, maka hampir-hampir para shahabat berkelahi untuk mendapatkan sisa air wudunya untuk diambil berkahnya
- Jika Rasulullah ﷺ berbicara, maka mereka semua khusyu mendengarkan dan memelankan suara
- Jika mereka melihat Rasulullah ﷺ, maka mereka tidak pernah menatap tajam karena mengagungkan beliau
Urwah bin Mas’ud, salah seorang shahabat Nabi ﷺ yang wajahnya disebut Rasulullah ﷺ paling mirip dengan wajah Nabi Isa alaihissalam bertutur,
فَوَاللَّهِ مَا تَنَخَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُخَامَةً إِلَّا وَقَعَتْ فِي كَفِّ رَجُلٍ مِنْهُمْ فَدَلَكَ بِهَا وَجْهَهُ وَجِلْدَهُ وَإِذَا أَمَرَهُمْ ابْتَدَرُوا أَمْرَهُ وَإِذَا تَوَضَّأَ كَادُوا يَقْتَتِلُونَ عَلَى وَضُوئِهِ وَإِذَا تَكَلَّمَ خَفَضُوا أَصْوَاتَهُمْ عِنْدَهُ وَمَا يُحِدُّونَ إِلَيْهِ النَّظَرَ تَعْظِيمًا لَهُ (صحيح البخاري (9/ 256)
Artinya,
“Demi Allah, tidaklah Rasulullah ﷺ membuang dahak lalu dahak beliau tepat jatuh di telapak tangan salah seorang dari sahabat melainkan orang itu menggosokkannya pada wajah dan kulitnya. Bila beliau menyuruh mereka, merekapun segera begegas melaksanakan perintah beliau. Apabila beliau hendak berwudhu’, selalu mereka hampir berkelahi karena berebut untuk menyiapkan air untuk wudhu’ beliau. Bila beliau berbicara, mereka merendahkan suara mereka di hadapan beliau dan mereka tidaklah menajamkan pandangan kepada beliau sebagai pengagungan mereka terhadap beliau.” (H.R. Al -Bukhari)
Oleh karena itu, seakan-akan dengan penuh keheranan dan menggeleng-gelengkan kepala, Urwah bin Mas’ud yang waktu itu masih menjadi utusan Quraisy pulang ke Mekah dan bercerita dengan penuh kekaguman sebagai berikut,
أَيْ قَوْمِ وَاللَّهِ لَقَدْ وَفَدْتُ عَلَى الْمُلُوكِ وَوَفَدْتُ عَلَى قَيْصَرَ وَكِسْرَى وَالنَّجَاشِيِّ وَاللَّهِ إِنْ رَأَيْتُ مَلِكًا قَطُّ يُعَظِّمُهُ أَصْحَابُهُ مَا يُعَظِّمُ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُحَمَّدًا (صحيح البخاري (9/ 256)
Artinya,
“Wahai kaumku, demi Allah, sungguh aku pernah menjadi utusan yang diutus mengahadap raja-raja, juga Kaisar (raja Romawi) dan Kisra (raja Parsia) juga kepada raja an-Najasiy. Demi Allah, tidak pernah aku melihat seorang rajapun yang begitu diagungkan seperti para sahabat Muhamad mengagungkan Muhammad.”
Seperti inilah seharusnya level cinta umat Islam kepada nabi Muhammad ﷺ .
Jika kita masih belum merasakan cinta sampai level itu kepada beliau, maka saatnya introspeksi diri.
Setan apa yang merasuki sampai terasa biasa saat mendengar Rasulullah ﷺ direndahkan, dihinakan, dan dilecehkan.
Bacaan apa yang membuat iman terasa tumpul untuk merasakan pedihnya junjungan nabinya dihinakan dan direndahkan.
Pergaulan dengan siapa saja yang membuat tidak punya sensitivitas untuk menjaga kehormatan sang Nabi ﷺ .
Otak diisi pengetahuan apa saja, sampai buta parah dengan pribadi nabinya sehingga tidak bisa memberikan hak beliau sebaik-baiknya.
Harus diagendakan waktu khusus untuk lebih mengenal Rasulullah ﷺ dengan segala seluk beluk kehidupan beliau. Sebab, cinta hanya mungkin tumbuh karena kenal. Jika orang tidak mengenal, maka mustahil akan tumbuh cinta. Tak kenal maka tak sayang.
اللهم صل على محمد وعلى آل محمد