Dijawab oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
PERTANYAAN
Apa akibat terkena percikan air saat berwudhu? Sehingga disunnahkan duduk ditempat yang agak tinggi. Apa karena percikan air tersebut menjadi mustakmal saat mengenai anggota wudhu atau hal yang lain? (Yahmin Al-Jawi)
JAWABAN
Dalam mazhab Asy-Syafi’i disunahkan memilih tempat berwudu secara bijak supaya tidak terkena percikan air wudu. An-Nawawi berkata,
Artinya,
“Hendaknya tidak berwudu di tempat yang mana percikan air (bisa) memantul kepadanya” (Raudhatu Ath-Thalibin, juz 1 hlm 63)
Paling tidak ada tiga sebab mengapa disunahkan menghindari percikan air saat berwudu.
Pertama, terkena percikan air wudu berarti terkena air mustakmal. Air mustakmal jika bercampur dengan jumlah air yang banyak, yakni lebih dari dua qullah, maka status air tetap suci. An-Nawawi berkata,
إِذَا اخْتَلَطَ بِالْمَاءِ الْكَثِيرِ أَوِ الْقَلِيلِ مَائِعٌ يُوَافِقُهُ فِي الصِّفَاتِ، كَمَاءِ الْوَرْدِ الْمُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ، وَمَاءِ الشَّجَرِ، وَالْمَاءِ الْمُسْتَعْمَلِ، فَوَجْهَانِ. أَصَحُّهُمَا: إِنْ كَانَ الْمَائِعُ قَدْرًا لَوْ خَالَفَ الْمَاءَ فِي طَعْمٍ أَوْ لَوْنٍ أَوْ رِيحٍ لَتَغَيَّرَ التَّغَيُّرَ الْمُؤَثِّرَ، سَلَبَ الطَّهُورِيَّةَ، وَإِنْ كَانَ لَا يُؤَثِّرُ مَعَ تَقْدِيرِ الْمُخَالِفَةِ، لَمْ يَسْلُبْ (روضة الطالبين وعمدة المفتين (1/ 12)
Artinya,
“Jika ada cairan yang bercampur dengan air yang banyak atau sedikit yang mana cairan tersebut menyamai air itu dalam sifat-sifatnya, seperti air bunga yang sudah tidak berbau, atau air pohon, atau air mustakmal maka ada dua pendapat. Yang paling kuat adalah, jika cairan itu mencapai suatu kuantitas yang seandainya berbeda dengan air (mutlak) dalam hal rasa, warna, dan bau maka air tersebut akan berubah dengan perubahan yang mempengaruhi, maka cairan tersebut menghilangkan sifat kesucian air. Tetapi jika kuantitasnya tidak mempengaruhi dengan memperkirakan adanya perbedaan sifat, maka itu tidak mencabut sifat kesuciannya” (Roudhotu Ath-Tholibin, juz 1 hlm 12)
Akan tetapi jika bercampur dengan air yang sedikit, yakni kurang dari dua qullah maka bisa mencabut status kemutlakan air dan itu menimbulkan was-was. Jadi menghindari was-was diutamakan.
Kedua, percikan air wudu bisa jadi mengenai najis di sekitar tempat wudu lalu memantul pada pakaian/anggota badan sehingga menimbulkan was-was. Jadi, menghindari percikan air wudu dianjurkan untuk menghilangkan was-was ini. Al-Munawi berkata,
Artinya,
“Adapun mengapa hal itu termasuk sunah-sunah wudu, sebabnya adalah karena ada unsur menghindari percikkan air yang kadang-kadang mengenai bajunya setelah terkena tanah sehingga bisa mengakibatkan was-was yang yang membahayakan. Hal itu juga sesuai dengan pendapat kami bahwa disunnahkan bagi orang yang berwudu untuk menjauhi percikkan air yang bisa menimbulkan was-was” (Faidhu Al-Qadir, juz 1 hlm 114)
Ketiga, sebagian ulama berpendapat air musta’mal itu najis. Jadi menghindari air mustakmal itu afdal khurujan minal khilaf. Di antara ulama yang berpendapat air musta’mal itu najis adalah Abu Yusuf. An-Nawawi berkata,
Artinya,
“Telah kami sebutkan bahwasanya air mustakmal itu suci menurut kami tanpa ada perselisihan. Ia juga tidak bisa menyucikan berdasarkan pendapat yang paling kuat. Dalam dua masalah ini ada perselisihan di kalangan para ulama. Adapun status air musta’mal yang suci maka yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik, Ahmad, dan jumhur salaf maupun khalaf. Abu Yusuf berpendapat (air musta’mal itu) najis” (Al-Majmu’, juz 1 hlm 151)
Wallahua’lam.