PERTANYAAN
Ustadz Bukankah Hukun Musik Itu HARAM karna musik itu illat nya Melalaikan serta dalil dari Al-Qur’an ialah Surah Luqman:31/Ayat 6-7 dengan Tafsir Lafadz لهو الحديث” yang ditafsirkan nyanyian oleh Sahabat Terkenal seperti Ibnu Abbas Radhiallahu’anhu dan yang lainnya serta ada dalil Dari Hadits sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِى أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ ، وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ ، يَأْتِيهِمْ – يَعْنِى الْفَقِيرَ – لِحَاجَةٍ فَيَقُولُوا ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا . فَيُبَيِّتُهُمُ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ ، وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Sungguh, benar-benar akan ada di kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik. Dan beberapa kelompok orang akan singgah di lereng gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang fakir mendatangi mereka untuk suatu keperluan, lalu mereka berkata, ‘Kembalilah kepada kami esok hari.’ Kemudian Allah mendatangkan siksaan kepada mereka dan menimpakan gunung kepada mereka serta Allah mengubah sebagian mereka menjadi kera dan babi hingga hari kiamat.”
Lalu Katanya Musik ini Sudah Ijma’ Salafus Sholih baik dari 4 Madzahib Fuqaha’ yang mengatakan bahwa musik ini haram apalagi dinyanyikan wanita yang konsekuensinya akan menimbulkan fitnah syahwat bagi lelaki ajnabi , Mohon Ustadz jika ada kesalahan Tolong dikoreksi , Jazakallahu Khairan (Yhann, arlianhambaallah@gmail.com)
JAWABAN
Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Jika dikatakan ada ulama yang mengharamkannya, maka itu betul.
Tapi jika dikatakan bahwa sudah ijmak haram, maka itu yang tidak tepat, karena soal musik ini memang soal ikhtilaf sejak dari dulu. Asy-Syaukani menegaskan bahwa soal nyanyian, baik diiringi dengan musik atau tidak itu sudah diperselisihkan sejak dulu. Beliau berkata,
وَقَدْ اُخْتُلِفَ فِي الْغِنَاءِ مَعَ آلَةٍ مِنْ آلَاتِ الْمَلَاهِي وَبِدُونِهَا (نيل الأوطار (8/ 113(
Artinya,
“Nyanyian diperselisihkan (hukumnya) baik dengan alat-alat musik maupun tanpa alat musik” (Nailu Al-Authar, juz 8 hlm 113)
Mazhab Asy-Syafi’i memerinci hukumnya. Ada kondisi menjadi mubah, ada yang makruh dan ada yang haram. Penjelasan detailnya ada dalam tanya jawab dalam situs kami www.irtaqi.net yang berjudul APA SIKAP MAZHAB ASY-SYAFI’I TERHADAP MUSIK?
Penduduk Madinah, Abdullah bn Ja’far, Thawus, Al-Ghazzali, Ibnu Hazm dan Sufi dikenal tidak mengharamkan musik dan mengatakan hukumnya mubah. Bahkan menurut Al-Qaffal, mazhab resmi imam Malik adalah memubahkan nyanyian dengan alat musik.
Salah satu perawi yang dipakai Al-Bukhari dalam shahihnya bahkan bernyanyi dulu sebelum meriwayatkan hadis karena ada muridnya di kalangan ahli hadis yang bersikap terlalu keras terhadap musik. Nama beliau adalah Ibrahim bin Sa’ad. Beliau adalah cicit Shahabat besar; Abdurrahman bin ‘Auf. Beliau jelas dikenal sebagai ulama kibar dan perawi tsiqah. Beliau melakukan itu agar sikap muridnya proporsional. Seakan-akan beliau ingin bilang, “Gitu-ya gitu ke nyanyian itu. Tapi nyanyian itu ya ndak segitunya lah. Ndak gitu-gitu amat”. Faktanya, sikap beliau terhadap musik ini tidak membuat beliau menjadi cacat dalam hal kredibilitas dan kaum muslimin tetap menghormati beliau sebagai ulama besar. Adz-Dzahabi menceritakan sikap Ibrahim bin Sa’ad ini dalam Siyaru A’lam An-Nubala sebagai berikut,
قُلْتُ: كَانَ مِمَّنْ يَتَرَخَّصُ فِي الغِنَاءِ عَلَى عَادَةِ أَهْلِ المَدِيْنَةِ، وَكَأَنَّهُ لِيْمَ فِي ذَلِكَ، فَانْزَعَجَ عَلَى المُحَدِّثِيْنَ، وَحَلَفَ أَنَّهُ لاَ يُحَدِّثَ حَتَّى يُغَنِّي قَبْلَهُ، (سير أعلام النبلاء ط الرسالة (8/ 306)
Artinya,
“Aku (Adz-Dzhabi) berkata, ‘Beliau (Ibrahim bin Sa’d) termasuk orang yang memberi rukhshah dalam nyanyian sebagaimana tradisi penduduk Madinah. Seakan-akan beliau dicela karena hal itu sehingga menimbulkan kegoncangan di kalangan ahli hadits. Beliaupun bersumpah tidak akan mengajarkan hadis hingga beliau beliau bernyanyi terlebih dahulu” (Siyaru A’lami An-Nubala’ juz 8 hlm 306)
Abu Al-Fadhl ja’far bin Tsa’lab Asy-Syafi’i mempunyai kitab khusus untuk membolehkan nyanyian dengan syarat-syarat khusus berjudul Al-Imta’ fi Ahkam As-Sama’. Adz-Dzahabi juga punya karya yang senada dengan ini berjudul Risalatu Ar-Rukhshah fi Al-Ghina’ Wa Ath-Tharab bi Syarthihi.
Asy-Syaukani bahkan punya kitab khusus yang membantah pendapat yang mengharamkan mendengarkan lagu secara mutlak. Nama kitabnya berjudul “Ibthal Da’wa Al-Ijma’ ala Tahrimi Muthlaqi As-Sama’” (membatalkan klaim ijmak tentang haramnya mendengarkan nyanyian secara mutlak)
Tentang hadis bahwa akan ada umat Islam yang menghalalkan ma’azif/alat musik, maka Asy-Syaukani menjelaskan bahwa tidak semua hal yang disambung athaf wawu itu konsekuensi hukumnya sama. Bisa jadi ada sejumlah hal disambung dengan athaf wawu, tapi hukumnya berbeda. Argumentasi besarnya adalah ayat ini,
{ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ} [النحل: 90]
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan” (An-Nahl; 90)
Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan,
- Adil
- Ihsan
- Menyantuni kerabat
- Menjauhi fahsya’, munkar dan baghyun
Adil itu wajib, silaturahim dengan menyantuni kerabat itu wajib, menjauhi maksiat itu wajib. Tapi ihsan seperti sedekah setelah membayar zakat hukumnya sunah. Ini menunjukkan hal-hal yang disambung dengan wawu athaf tidak selalu hukumnya sama.
Jadi ketika ada hadis yang mengatakan bahwa akan ada sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutra, khomr dan alat musik, maka itu tidak bisa disimpulkan semua hukumnya sama. Zina haram sudah jelas. Sutra haram bagi lelaki (tapi halal bagi wanita) juga sudah jelas. Khomr haram sudah jelas. Untuk alat musik, itulah yang menjadi topik ikhtilaf para ulama. Seandainya memang hadis ini sangat jelas bermakna mengharamkan musik, tidak mungkin ada ikhtilaf ulama dalam persoalan ini.
Wallahua’lam