Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Sejarah memberi pelajaran kepada kita bahwa siapa pun yang dianggap berbahaya secara politik bagi pihak tertentu, dianggap mengancam kekuasaan dan memiliki potensi mendongkel penguasa, yakni orang-orang yang memutuskan beraktivitas yang bersinggungan dengan kekuasan, maka dia akan menjadi pihak yang selalu dicari-cari dosanya, dihancurkan reputasinya, dihina-hinakan, dimaki-maki, dan disumpah-serapahi.
Sebaik apapun dia dan sesuci apapun dirinya.
Lihatlah Ali bin Abu Talib.
Kurang bersih, kurang saleh, dan kurang berilmu apa beliau.
Beliau adalah sepupu Rasulullah, menantu beliau, khalifah beliau, lautan ilmu, mujtahid mutlaq, zuhud, bersih dari fitnah wanita, jauh dari ketamakan terhadap dunia, bahkan sudah tergolong salah satu dari 10 shahabat yang dijamin masuk surga.
Tetapi ketika beliau diuji dengan politik, bersinggungan dengan kekuasaan (yang diperebutkan banyak orang), dan diamanahi untuk mengurus kemaslahatan umat, maka kita bisa melihat bagaimana dahsyatnya fitnah dan ujian yang harus beliau hadapi.
Fitnah dan ujian itu bukan hanya datang dari orang-orang jahat, tetapi juga datang dari orang-orang baik akibat kesalahpahaman atau miskomunikasi yang tidak diharapkan.
Sampai harus terjadi perang Jamal.
Sampai harus terjadi perang Shiffin.
Sampai harus terjadi pembasmian Khawarij dan kelompok-kelompok yang melampaui batas dalam memuji Ali.
Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Ali bin Abu Talib pernah membakar sekelompok orang yang mengajarkan pemikiran bahwa Ali punya unsur ketuhanan (uluhiyyah),
“Dari Ikrimah beliau berkata, Sekelompok orang Zindiq ditangkap dan dibawa menghadap Ali, maka beliau membakar mereka.” (H.R. Bukhari)
Anda akan mendapatkan data-data yang mengerikan dalam kitab-kitab sejarah bagimana ucapan-ucapan jahat dan buruk kepada Ali bin Abu Talib yang bahkan diteriakkan dengan lantang dalam khutbah-khutbah Jumat selama puluhan tahun akibat konflik politik!
Lalu, apakah dengan makian, fitnah dan hinaan para pembenci Ali bin Abu Talib harus larut dan ikut-ikutan mencap beliau buruk, mencaci lalu membenci beliau?
Tentu tidak. Blunder besar kalau sampai itu yang dilakukan.
Menilai seseorang tidak boleh berdasarkan syahwat para politisi yang penuh kepentingan duniawi atau penilaian orang, baik yang terbit dari kesalahpahaman, emosi sesaat, masalah pribadi atau kelemahan dalam memahami fakta.
Menilai seseorang dengan adil harus bebas dari kepentingan politik, komprehensif, dilihat secara keseluruhan kualitas ilmunya, kualitas amalnya, jasanya untuk umat Islam, jasanya untuk din Islam, pengorbanannya untuk dakwah, kecintaanya terhadap agama serta pembelaannya terhadap Allah dan Rasul-Nya.
Menjadi pelajaran juga bagi siapa pun yang memutuskan untuk berkiprah dalam bidang politik atau memang dimudahkan Allah dan diamanahi untuk mengurus politik umat.
Anda harus siap diancam harta Anda, kehormatan, bahkan nyawa!
Tapi ingatlah. Allah, Malaikat-malaikat-Nya dan orang-orang saleh akan selalu bersama Anda selama Anda tulus ingin memuliakan Allah dan meninggikan kalimat-Nya!
***
4 Rabi’ul Akhir 1442 H
4 Comments
muhammad ajib
mantab banget tulisannya
Admin
alhamdulillah
muhammad ajib
mohon izin , kapan2 buat materi khutbah
Admin
monggo, dengan senang hati