Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Andai pendapat “Ulil Amri” selalu benar,
Maka tidak perlu Imam Ahmad rela disiksa,
Demi mempertahankan keyakinan.
PENJELASAN
Fitnah Al-Qur’an makhluk itu menunjukkan yang namanya “ulil amri” ya bisa saja salah fatal dan dikendalikan ahlul bid’ah.
Jika saat Islam masih kuat-kuatnya, masih banyak ulama besar, masih banyak wali Allah, hukumnya masih murni hukum Islam saja penguasa bisa dikendalikan ahlul bid’ah seperti itu apalagi di zaman penuh fitnah dan jarang ulama sejati seperti hari ini.
Sangat mungkin penguasa dikendalikan ahlul bid’ah, bahkan kaum munafiq, zindiq, yang tak percaya agama, bahkan yang memusuhi agama.
Upaya sebagian orang mencegah kekacauan dan pertumpahan darah dengan sejumlah dalil itu sudah benar. Sudah sesuai dengan prinsip-prinsip utama syariat Islam yang menjaga nyawa manusia.
Itu pula yang membuat para ulama sepakat “merevisi” ijtihad bolehnya memerangi penguasa zalim, setelah melihat dampak mengerikan dari perang Ḥarrah tahun 63 H yang membuat terbunuhnya banyak kaum muslimin, wafatnya para tabiin mulia, diperkosanya muslimah-muslimah oleh sesama muslim, dan terkotorinya kota suci umat Islam: Al-Madīnah Al-Munawwarah. (lihat catatan saya tentang perang harrah di artikel PELAJARAN DARI PERANG HARRAH)
Padahal sebelum ijmak ini, ada ijtihad mujtahid besar; Abu Hanifah yang membolehkan memerangi penguasa yang dianggap zalim. Cucu Rasulullah ﷺ juga melakukannya, padahal beliau adalah pemimpin pemuda di surga yang jelas dijamin masuk surga. Jadi tidak mungkin ijtihadnya dimurkai Allah.
Tapi mencegah kekacauan dan pertumpahan darah tidak bermakna harus membela kemungkaran dan kezaliman penguasa.
Jadi zalim ya harus tetap dikatakan zalim.
Mungkar ya harus tetap dikatakan mungkar.
Seperti sikap imam Ahmad.
Orang yang tahu kezaliman, lalu diam dan tidak mengingkari (minimal dalam hati), berarti sama zalimnya dengan pelaku kezaliman tersebut.
Apalagi sampai levelnya menjilat demi memperoleh dunia, atau pujian, atau peng-anakemas-an atau perlindungan dari penguasa.
Ada dua sifat nista yang dilakukan: Pendukung kezaliman dan menjual agama untuk ditukar dengan dunia