Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Tidak semua pukulan dan KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) suami membuat sudah layak disarankan cerai. Ada beberapa alasan yang mendasarinya.
Pertama, dalam Al-Qur’an ada ayat yang mengizinkan suami memukul istrinya pada saat sang istri membangkang/nusyūz dan susah diingatkan dengan cara nasihat maupun pisah ranjang.
Kedua, ada Sahabat Nabi ﷺ yang mulia tetapi dikenal biasa memukul istrinya. Sahabat tersebut bernama al-Zubair bin al-‘Awwām. Dikisahkan, al-Zubair bin al-‘Awwām ini punya 4 istri. Salah satunya adalah Asmā’ binti Abū Bakr. Jika salah satu dari empat istri beliau membuat marah, maka al-Zubair akan mengambil kayu cantolan pakaian kemudian memukul istri yang membuatnya marah itu sampai kayu tersebut patah. Al-Ṭabari meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Asmā’ binti Abu Bakar beliau berkata, ‘Aku adalah istri ke-4 dari empat istri al-Zubair. Jika beliau marah kepada salah satu di antara kami, maka beliau melepas kayu cantolan pakaian kemudian memukul salah satu istrinya itu dengan kayu tersebut sampai beliau mematahkan kayu tersebut karenanya.” (Tahżību al-āṡār, juz 1 hlm 414)
Lihatlah.
Al-Zubair bin al-‘Awwām adalah salah satu sahabat yang dijamin masuk surga. Beliau termasuk salah satu dari 10 orang yang sudah diberi kabar gembira pasti masuk surga. Tidak ada yang meragukan kesalihan beliau.
Namun, sebagai manusia biasa sangat wajar jika beliau memiliki sejumlah kelemahan seperti sifat temperamental, misalnya. Tetapi sifat tersebut tidak melenyapkan hukum kesalihannya secara keseluruhan. Oleh karena itu, sangat wajar jika didapati riwayat seperti ini, yakni berita beliau memukul istrinya dengan kayu sampai patah. Sebab beliau bukan nabi yang maksum seperti Rasulullah ﷺ yang sama sekali tidak pernah memukul istriya.
Tapi poin pentingnya adalah, pemukulan suami dalam kondisi ini belum cukup untuk menyarankan perceraian. Tidak ada riwayat Rasulullah ﷺ menyarankan Asmā’ minta cerai dan tidak ada riwayat Abu Bakar, ayah Asmā’ menyarankan agar putrinya minta cerai. Padahal ada riwayat lugas bahwa Asmā’ pernah curhat kepada ayahnya tentang watak al-Zubair bin al-‘Awwām itu. Hal ini menunjukkan semata-mata pukulan suami, seharusnya tidak perlu lekas membuat orang menyarankan sebuah pasangan membubarkan pernikahannya
Ketiga, kejadian suami memukul istrinya di zaman Nabi ﷺ cukup banyak terjadi. Akan tetapi Rasulullah ﷺ tidak pernah menyarankan untuk bercerai. Yang beliau lakukan adalah beliau menasihati agar jangan mudah memukul istri, dan jika terpaksa memukul janganlah memukul wajah. Kata Rasulullah ﷺ suami terbaik adalah yang tidak memukul istrinya. Sikap Rasulullah ﷺ seperti ini menunjukkan betapa kuatnya beliau ingin menjaga keutuhan pernikahan Sahabat-Sahabatnya. Seandainya pemukulan semata-mata sudah cukup untuk menyarankan cerai dan itu kebaikan, mestinya Rasulullah ﷺ adalah orang pertama yang menyarankannya. Abu Dāwūd meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Hakim bin Mu’awiyah Al Qusyairi dari ayahnya, ia berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang di antara kami kepada kami?” Beliau berkata: “Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajah, jangan engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian), dan jangan engkau putus hubungan kecuali di dalam rumah.”
Artinya,
“Dari Iyas bin Abdullah bin Abu Dzubab, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
“Janganlah kalian memukul hamba-hamba wanita Allah (yakni, istri-istri kalian)!” Kemudian Umar datang kepada Rasulullah ﷺ dan berkata: “Para wanita menjadi berani kepada suami-suami mereka.” Kemudian beliau memberikan keringanan untuk memukul mereka. Kemudian terdapat banyak wanita yang mengelilingi keluarga Rasulullah ﷺ, mereka mengeluhkan para suami mereka. Kemudian Nabi ﷺ bersabda: “Sungguh telah terdapat wanita banyak yang mengelilingi keluarga Muhammad dan mengeluhkan para suami mereka. Mereka bukanlah orang pilihan (terbaik) diantara kalian.”
Kalau begitu KDRT seperti apa yang sudah layak disarankan cerai?
Jawaban singkatnya adalah pemukulan yang melampaui batas, zalim dan berbahaya. Apalagi yang sudah sampai level mengancam nyawa. Dalam kondisi ini, meski tetap utama istri dianjurkan bersabar, tetapi jika sudah tidak kuat dan kuatir keselamatan dirinya maka tidak ada celaan meminta cerai. Sebab ini sudah menimbulkan ḍarar sementara Rasulullah ﷺ melarang ada ḍarar secara umum dalam hadis “lā ḍarara walā ḍirār”. Al-Dardīrī berkata,
Artinya,
“Boleh bagi suami untuk memukul istrinya dengan pukulan yang tidak menyakitkan, yakni yang tidak membuat tulang patah dan tidak pula membuat anggota tubuh menjadi cacat. Tidak boleh memukul dengan pukulan yang menyakitkan meskipun dia tahu bahwa hanya dengan cara itu istrinya berhenti untuk membangkang. Kalau terjadi pukulan seperti itu maka istrinya berhak untuk meminta talak dan berhak meminta kisas.”
***
3 Żulqa‘dah 1442 H