Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Ada sejumlah keutamaan penting mengapa 10 hari pertama bulan Zulhijah itu istimewa.
Pertama, dijadikan sumpah oleh Allah
Allah bersumpah memakai 10 hari pertama bulan Zulhijah. Allah berfirman,
Artinya,
“Demi malam-malam yang berjumlah 10.” (Q.S.Al-Fajr;2)
Ibnu ‘Abbās dan sejumlah ulama lain menegaskan bahwa malam-malam berjumlah 10 yang disebut dalam Sūrah al-Fajr di atas adalah 10 hari pertama bulan Zulhijah. Ibnu Katsīr berkata,
Artinya,
“Malam-malam yang berjumlah 10 yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Zulhijah sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu al-Zubair, Mujāhid dan banyak ulama dari kalangan salaf maupun khalaf.” (Tafsir Ibnu Katsīr, juz 8 hlm 390)
Jika Allah bersumpah dengan sesuatu, pastilah sesuatu itu sangat penting. Tidak mungkin Allah bersumpah dengan sesuatu yang biasa. Jika Allah menjadikan sesuatu sebagai sumpah, pasti sesuatu itu sangat urgen, agung, dan sangat layak mendapatkan perhatian hamba-Nya.
Bahkan, bukan hanya ayat kedua dalam Sūrah al-Fajr itu saja yang terkait keutamaan 10 awal Zulhijah. Berdasarkan hadis riwayat Ahmad, sumpah yang dipakai Allah dalam beberapa ayat awal Surah al-Fajr sebenarnya banyak menyebut hari-hari istimewa dalam rentang 1-10 Zulhijah itu yakni hari Arafah (tanggal 9 Zulhijah ) dan hari Naḥr (tanggal 10 Zulhijah ). Ahmad meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Jabir dari Nabi ﷺ berkata: Al ‘Asyru adalah sepuluh Idul Adha dan al-Watru adalah Hari ‘Arafah dan al-Syaf’u adalah hari penyembelihan”. (H.R.Ahmad)
Kedua, di hari itu Nabi Musa mendapatkan wahyu
Dalam Al-Qur’an diceritakan bahwa Allah memanggil Nabi Musa untuk mendapatkan wahyu. Waktu yang ditetapkan Allah untuk menerima wahyu itu adalah 30 hari, lalu digenapkan dengan ditambah 10 hari menjadi 40 hari. Allah berfirman,
Artinya,
“Aku telah menjanjikan Musa (untuk memberikan kitab Taurat setelah bermunajat selama) tiga puluh malam. Aku sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi). (Q.S.Al-A‘rāf; 142)
Kata Ibnu ‘Abbās, 30 hari yang disebut dalam Al-Qur’an adalah bulan Żulqa‘dah sementara 10 hari penggenapnya adalah 10 hari pertama buan Zulhijah. Al-Qurṭubī berkata,
Artinya,
“Ibnu Abbas, Mujahid dan Masrūq raḍiyallāhu ‘anhum berkata, “Yang dimaksud (40 hari) adalah bulan Zulqa’dah dan 10 hari pertama bulan Zulhijah.” (Tafsir al-Qurṭubī, juz 7 hlm 274)
Ketiga, Allah menyebutnya sebagai ayyām ma‘lūmāt
Secara khusus, 10 hari pertama bulan Zulhijah disebut Allah sebagai ayyām ma‘lūmāt (hari-hari yang telah diketahui). Jika Allah memberi nama untuk hari-hari tertentu, maka hari tersebut menjadi hari yang penting dan dipilih-Nya. Apalagi hari tertentu itu diperintahkan Allah dipakai khusus untuk berzikir mengingat-Nya yang merupakan ibadah teragung. Ini semakin menunjukkan betapa hari ini sangat penting di sisi-Nya. Allah berfirman,
Artinya,
“…(agar) mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan) atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak.” (Q.S.al-ḥajj; 28)
Keempat, semua amal saleh dilipat gandakan pahalanya
Semua amal saleh dilipat gandakan pahalanya dan nilainya jadi sangat tinggi jika dilakukan pada 10 awal bulan Zulhijah. Bahkan demikian tingginya nilai amal saleh yang dilakukan di hari itu sampai-sampai amal saleh apapun lebih dicintai Allah daripada amal jihad fisabilillah!
Kecuali aktivitas jihad yang sampai level mengorbankan harta sekaligus nyawa. Jihad sampai syahid seperti ini baru tetep lebih utama daripada amal saleh yang dilakukan pada 1-10 Zulhijah. Jadi seakan-akan, kualitas amal saleh yang dilakukan pada tanggal 1-10 Zulhijah itu mendekati kualitas amal saleh mengorbankan nyawa demi mendapatkan rida Allah.
Adakah orang yang tahu berapa harga sebuah nyawa?
Jika orang punya uang 1000 triliun sekalipun dan dia sedang sakit, maka dia siap memberikan 999 triliun itu atau bahkan 1000 triliun demi sehat dan tidak sampai mati. Sekarang bayangkan berapa harga sebuah amal yang nilainya hampir seperti orang yang hendak mengorbankan nyawanya demi Allah. Abū Dāwūd meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu Abbas, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada hari, di mana amal shalih padanya lebih Allah cintai daripada hari ini yakni sepuluh hari pertama (Zulhijah).” Mereka berkata: “Wahai Rasulullah, tidak pula berjihad di jalan Allah?” Beliau berkata: “Tidak pula berjihad di jalan Allah, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak kembali membawa sesuatupun.” (H.R.Abū Dāwūd)
Kelima, amal saleh yang dilakukan di dalamnya lebih utama daripada jihad
Ini mempertegas informasi sekilas sebelumnya. Jadi, amal saleh apapun yang dilakukan pada 10 awal bulan Zulhijah itu pahalanya lebih besar daripada jihad fisabilillah. Ibnu Ḥibbān meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Jabir beliau berkata, ‘Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidak ada hari yang lebih afdal di sisi Allah daripada 10 hari pertama bulan Zulhijah’. Seorang lelaki bertanya, ‘Wahai Rasulullah apakah hari-hari itu lebih afdal ataukah persiapan hari-hari itu untuk jihad fisabilillah? Beliau menjawab, ‘Hari-hari itu lebih afdal daripada persiapan untuk jihad fisabilillah. Tidak ada satu hari yang lebih afdal di sisi Allah daripada hari Arafah. Allah turun ke langit dunia kemudian membanggakan penduduk bumi di depan penduduk langit. Allah berfirman, ‘Lihatlah para hambaku ini. Mereka datang dalam keadaan rambut kusut, berdebu, dan terpapar sinar matahari. Mereka datang dari setiap ceruk bukit yang dalam seraya mengharap Rahmat-Ku padahal mereka belum melihat siksa-Ku. Maka tidak dilihat pada hari itu yang lebih banyak orang dibebaskan dari api neraka selain hari Arafah.” (H.R.Ibnu Ḥibbān)
Maksud lebih afdal daripada jihad adalah jika amal saleh yang dilakukan itu menggunakan 10 hari penuh untuk ibadah, bukan hanya hari pertama atau pertama dan kedua saja lalu sisanya “libur”. Ibnu Taimiyyah berkata,
Artinya,
“Mengisi penuh 10 pertama bulan Zulhijah dengan ibadah baik di malam hari maupun di siang hari lebih utama daripada jihad jika jihad tersebut tidak sampai mengorbankan jiwa dan hartanya.” (Majmū‘ al-Fatāwā, juz 5 hlm 342)
Keenam, Waktu pilihan Allah
Kata Ka’ab, Allah memilih waktu. Yang paling disukainya di antara seluruh waktu adalah bulan-bulan suci (Rajab, Żulqa‘dah, Zulhijah , dan Muḥarram). Dari bulan-bulan suci itu yang paling disukai-Nya adalah Zulhijah. Dari bulan Zulhijah itu yang paling disukainya adalah tgl 1-10. Ibnu Rajab berkata,
Artinya,
“Suhail bin Abū Ṣāliḥ meriwayatkan dari ayahnya dari Ka’ab, ia berkata. ‘Allah memilih waktu dan waktu yang paling disukai Allah adalah bulan-bulan suci. Bulan suci yang paling disukai Allah adalah Zulhijah. Hari-hari yang paling disukai Allah pada bulan Zulhijah adalah 10 hari pertama.” (Laṭā’ifu al-Ma‘ārif hlm 267)
Kata Ibnu Taimiyyah, siang hari pada 10 awal bulan Zulhijah itu lebih afdal daripada siang hari pada 10 akhir Ramadan. Hanya saja malam hari pada 10 akhir Ramadan lebih afdal daripada malam hari pada 1-10 Zulhijah. Ibnu Taimiyyah berkata,
Artinya,
“10 hari pertama bulan Zulhijah lebih utama daripada 10 hari terakhir bulan Ramadan dan malam-malam 10 akhir bulan Ramadan lebih utama daripada malam-malam 10 pertama bulan Zulhijah.” (Majmū‘ al-Fatāwā, juz 25 hlm 287)
Menurut Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī, penyebab 10 hari pertama Zulhijah menjadi hari-hari istimewa adalah karena pada hari itu berkumpul semua ibadah induk terbesar yakni salat, puasa, sedekah, dan haji sementara tidak ada hari-hari lain yang punya keistimewaan seperti ini. Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī berkata,
Artinya,
“Sebab keistimewaan 10 pertama bulan Zulhijah lahirnya adalah karena berkumpulnya induk-induk segala ibadah di dalamnya seperti salat, puasa, sedekah, haji dan yang seperti itu tidak mungkin tersedia pada hari-hari yang lain.” (Fatḥu al-Bārī, juz 2 hlm 460)
Ketujuh, di dalamnya ada syariat haji
Kelebihan lain tanggal 10 awal Zulhijah adalah di dalamnya dilakukan syariat besar dalam Islam yaitu haji yang merupakan rukun Islam. Permulaan haji dilakukan pada hari ke-8 yang dinamakan hari tarwiyah, lalu berpuncak pada tanggal 9 untuk wukuf di Arafah, lalu diakhiri kurban pada tanggal 10. Setelah itu disempurnakan dengan sejumlah manasik pada hari-hari tasyrīq. Haji yang sempurna akan menghapus seluruh dosa sebelumnya. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Apakah engkau tidak mengetahi bahwa Islam itu menghancurkan semua dosa sebelumnya? Juga bahwa hijrah itu menghancurkan dosa sebelumnya? Juga bahwa haji itu menghancurkan dosa sebelumnya?”
(H.R.Muslim)
Kedelapan, di dalamnya ada hari Arafah yang dibanggakan Allah
Keutamaan lain 10 hari pertama bulan Zulhijah adalah di dalamnya ada hari Arafah. Hari ini istimewa, karena di hari itu Allah membanggakan hamba-Nya di depan penduduk langit karena amal saleh hamba-Nya yang sungguh mengharukan.
Agar bisa menghayati mengapa Allah sangat menghargai amal hambanya di hari Arafah itu, marilah sedikit membayangkan situasi mereka.
Pertama-tama, kita tentu sudah memahami bahwa orang berhaji itu berkorban banyak hal. Mereka datang dari berbagai negeri yang sebagiannya amat jauh. Di Indonesia saja dulu di zaman belum ada pesawat, mereka naik haji dengan naik kapal laut. Berbulan-bulan mereka terombang-ambing di lautan yang mereka juga tidak tahu apakah bisa mendarat dengan selamat ataukah tidak. Anda yang pernah melakukan safar, pasti merasakan bagaimana rasanya siksaan safar itu. Apalagi jika kondisi Anda kurang fit atau malah sakit.
Setelah itu mereka melakukan perjalanan dari mīqāt menuju Kakbah. Mereka harus terpapar sinar matahari yang terik, kehausan, berkeringat dan terus menerus melafalkan talbiah. Jadi, ringkasnya orang haji itu jelas korban harta, korban waktu, korban pikiran dan korban tenaga. Apalagi di zaman belum ditemukan pesawat, hotel, AC, dan marmer dingin. Anda bisa membayangkan betapa beratnya ibadah haji di zaman itu.
Lalu orang yang berhaji melakukan ibadah puncak, yakni wukuf di Arafah pada tanggal 9 Zulhijah. Ibadah di sini bukan 5 menit 10 menit atau sejam dua jam, tapi mulai subuh (atau setelah zuhur) sampai terbenam matahari! Bahkan bisa dipanjangkan hingga terbit fajar tanggal 10 Zulhijah!
Dalam keadaan terbakar oleh sinar matahari!
Dengan rambut kusut masai dan pakaian yang berdebu!
Selama itu mereka meminta maaf kepada Allah memohon ampun atas segala dosa, mengharap rahmat-Nya, meminta surga ada berlindung dari neraka. Saya teringat dengan ibadah Faimiyūn, salah satu kekasih Allah sebelum zaman Nabi ﷺ yang juga dikenal selalu mengkhususkan satu hari penuh menyembah Allah mulai pagi hingga matahari tenggelam.
Wajar, jika segala pengorbanan dan keseriusan ibadah sampai level ini membuat Allah sangat gembira sampai membanggakan ibadah hamba-Nya itu di depan para malaikat. Pembanggaan ini jika dibandingkan dengan ibadah malaikat tentu wajar. Malaikat bisa beribadah ribuan tahun tanpa letih atau capek sebab mereka memang tidak diberi rasa itu. Beda dengan manusia yang diciptakan lemah, ngantukan, gampang malas, punya hawa nafsu, punya lapar dan punya haus. Maka jika ada makhluk dengan segenap kelemahan seperti ini sanggup menyembah Allah mulai subuh hingga terbenam matahari, itu sungguh menggembirakan Allah sampai level dibanggakannya.
Allah membanggakan mereka seakan-akan berkata, “Lihat wahai para malaikatku! Apa yang dimaui hambaku ini?! Perhatikan betapa seriusnnya mereka mengharap rahmatKu!”
Akhirnya Allah rida kepada mereka dan memutuskan untuk membebaskan mereka dari api neraka!
Artinya, sebelum mereka berwukuf itu sebenarnya banyak di antara maka yang tergolong pendosa dan banyak di antara mereka yang sebenarnya sudah layak masuk neraka. Tapi karena kesungguhan mereka memeinta maaf kepada Alllah di hari Arafah itu Allah pun merahmati mereka dan meng-cancel status mereka untuk menjadi penghuni neraka!
Oleh karena itu, bagi kaum muslimin yang tidak berhaji yang sanggup beribadah minimal mendekati mereka yang sedang wukuf, mereka bisa berharap Allah juga rida kepada mereka sebagaimana Allah rida terhadap kaum muslimin yang sedang berwukuf di Arafah. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Aisyah berkata: Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak ada satu hari pun yang di hari itu Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari api neraka daripada hari ‘Arafah, sebab pada hari itu, Dia mendekat kemudian membangga-banggakan mereka di depan para malaikat seraya berfirman: ‘(coba lihat) Apa yang mereka inginkan?'”” (H.R.Muslim)
Kesembilan, di Dalamnya Ada Yaumun Naḥr
Makna yaumun nahr adalah hari penyembelihan, yakni tanggal 10 Zulhijah. Dengan kata lain yaumun nahr adalah hari idul adha. Hari penyembelihan adalah hari yang paling agung di sisi Allah. Abū Dāwūd meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abdullah bin Qurth dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Sesungguhnya hari yang teragung di sisi Allah tabaraka wa ta’ala adalah hari Nahr (Hari Raya Kurban), kemudian hari setelah hari Nahr.” (H.R.Ahmad)
Kesepuluh, di dalamnya ada peristiwa besar yakni penyempurnaan din
Keutamaan lain 10 hari pertama Zulhijah adalah di dalamnya ada peristiwa besar bagi umat Islam, yakni hari kesempurnaan agama Islam. Artinya di hari itu seluruh syariat telah genap, telah sempurna dan sudah cukup untuk penuntun jalan menuju Allah yang mendekatkan ke surga dan menjauhkan ke neraka. Di hari itu, Allah menurunkan ayat yang menegaskan kesempurnaan din Islam. Orang-orang Yahudi yang mengetahui ayat tersebut sampai mengandaikan, seumpama mereka yang menerima ayat itu niscaya mereka akan menjadikan hari tersebut sebagai hari raya karena demikian gembiranya mereka dengan momen tersebut. Al-Bukhārī mencatat kisah ini sebagai berikut,
Artinya,
“Dari Thariq bin Syihab dia berkata: Orang-orang Yahudi mengatakan kepada ‘Umar: “Sesungguhnya kalian membaca satu ayat, seandainya ayat itu diturunkan kepada kami, maka hari turunnya ayat tersebut pasti akan kami jadikan hari raya.” Lalu ‘Umar menjawab: “Sesungguhnya aku sangat tahu pada hari apa diturunkan, di mana ayat tersebut diturunkan, dan di mana Rasulullah ﷺ berada ketika ayat tersebut diturunkan, yakni pada hari Arafah dan kami demi Allah pada waktu itu sedang melaksanakan wukuf di Arafah.” (H.R.al-Bukhārī)
Luar biasanya, keutamaan sebanyak ini bisa dinikmati semua kaum muslimin. Bukan hanya yang haji, tapi juga yang tidak berhaji. Bukan hanya yang wukuf di Arafah tetapi juga kaum muslimin yang tidak berwukuf di Arafah.
AMALAN DI WAKTU EMAS INI
Setelah kita tahu bahwa semua amal saleh yang dilakukan pada 10 hari pertama bulan Zulhijah sangat dihargai Allah, dilipatgandakan pahalanya, dan dianggap besar, timbul pertanyaan sekarang, “Amal saleh apa sebaiknya yang diprioritaskan untuk mengisi hari-hari tersebut?”
Berikut ini jawabannya.
Pertama, Memperhebat semua jenis ibadah
Secara umum semua jenis ibadah maḥḍah idealnya diperhebat di hari-hari itu. Kebiasaan salah seorang tabi’in saleh di masa lalu yang bernama Sa‘īd bin Jubair, jika sudah tiba tanggal 1-10 Zulhijah maka beliau akan melipatgandakan ibadahnya secara luar biasa sampai-sampai hampir tidak sanggup lagi ibadah. Al-Dārimī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu Abbas dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allah ‘azza wajalla, dan tidak pula lebih besar pahalanya daripada kebaikan yang engkau lakukan pada tanggal sepuluh hari Adha (Zulhjah).” Beliau ditanya; “Tidak pula berjihad di jalan Allah ‘azza wajalla?” Beliau menjawab: “Tidak pula berjihad di jalan Allah ‘azza wajalla, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatupun.” Perawi berkata; Apabila Sa’id bin Jubair memasuki tanggal sepuluh (bulan Zulhijjah), ia akan lebih semangat lagi hingga hampir saja ia tidak sanggup untuk mengamalkannya.” (H.R.al-Dārimī)
Kedua, Taubat
Amal utama yang juga harus diperhatikan seorang hamba di hari-hari ini adalah taubat dan istigfar. Perbarui taubat. Jangan mengulang dosa lagi. Jangan pula merencanakan berbuat dosa. Ingat, Allah sudah sangat sering memaafkan kita. Datangnya ajal juga tidak ada yang tahu. Seandainya Allah sangat ketat dalam membalas, sudah semestinya kita binasa sejak lama. Malahan sebenarnya sudah layak kita binasa berkali-kali.
Ingat-ingat kembali semua kebaikan dan nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Ingatlah betapa seringnya Allah menutupi aib-aib kita hingga citra kita terlihat baik di depan manusia. Ingatlah, bahwa jika Allah mau, bisa saja aib-aib kita dibongkar dan ditampakkan pada seluruh makhluk sehingga mereka semua menjadi muak dengan kita dan tidak sudi lagi dekat-dekat dengan kita.
Ingat, dosa itu sangat berbahaya. Kebaikan yang kita bangun bertahun-tahun, reputasi yang susah payah kita dirikan selama puluhan tahun bisa hancur sekejab hanya dengan satu dosa. Bukankah kebodohan yang nyata jika orang mengorbankan hasil jerih payahnya selama ini hanya demi kenikmatan maksiat yang sifatnya sesaat?
Ingatlah, benar Allah itu Maha Sabar. Tapi ingat juga Allah itu juga Maha Menghukum! Jika Dia sudah menetapkan hukuman-Nya, maka tidak ada seorangpun hamba-Nya baik di langit maupun di bumi yang bisa mencegah-Nya. Dia Sangat berkuasa. Dia bisa berbuat apapun yang dikehendaki-Nya.
Dosa itu membuat Allah cemburu juga membuat Dia benci. Apalagi dosa yang dilakukan di hari suci. Dosanya bisa lebih berlipat-lipat lagi. Sebagaimana amal saleh dilipat gandakan jika dilakukan di hari suci, maka dosa juga demikian. Jika dosa dilakukan di hari suci, maka level murka Allah tidak seperti saat dosa itu dilakukan di luar hari suci. Allah mengingatkan agar kita tidak menzalimi diri kita sendiri. Salah satu contoh orang menzalimi dirinya sendiri adalah melaukan dosa di bulan-bulan suci. Allah berfirman,
Artinya,
“Janganlah kalian menzalimi diri kaian sendiri di bulan-bulan suci itu.” (Q.S. al-Taubah; 36)
Al-Qurṭubī menerangkan, makna menzalimi diri sendiri adalah dengan melakukan dosa. Beliau berkata,
Artinya,
“Janganlah kalian menzalimi diri kaian sendiri di bulan-bulan suci itu dengan cara melakukan dosa.” (Tafsir al-Qurṭubī, juz 8 hlm 134)
Ketiga, Zikir
Allah memerintahkan secara khusus untuk berzikir mengingat-Nya pada 10 hari pertama Zulhijah. Ini menunjukkan amal salah berupa zikir harus mendapatkan perhatian. Allah berfirman,
Artinya:
“…(agar) mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan) atas rezeki yang telah dianugerahkan-Nya kepada mereka berupa binatang ternak.” (Q.S.al-ḥajj; 28)
Amal zikir memang istimewa. Banyak dalil yang menunjukkannya. Dalam Al-Qur’an zikir disebut perkara terbesar. Allah berfirman,
Artinya,
“Mengingat Allah adalah yang terbesar.” (al-‘Ankabūt; 45)
Dalam hadis, zikir disebut amalan paling bersih, paling cepat meninggikan derajat, lebih utama daripada infaq dan bahkan lebih utama daripada jihad! Al-Tirmiżī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Ad Darda` radliallahu ‘anhu ia berkata: Nabi ﷺ bersabda: “Maukah aku beritahukan kepada kalian mengenai amalan kalian yang terbaik, dan yang paling suci di sisi Raja (Allah) kalian, paling tinggi derajatnya, serta lebih baik bagi kalian daripada menginfakkan emas dan perak, serta lebih baik bagi kalian daripada bertemu dengan musuh kemudian kalian memenggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian?” Mereka berkata: ya. Beliau berkata: “Berzikir kepada Allah ta’ala.” Mu’adz bin Jabal radliallahu ‘anhu berkata: tidak ada sesuatu yang lebih dapat menyelamatkan dari adzab Allah daripada zikir kepada Allah. (H.R.Al-Tirmiżī)
Semua lafaz zikir bagus diamalkan, tapi di hari-hari ini diutamakan zikir berupa takbir, tahlil dan tahmid. Ahmad meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ibnu Umar dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Tidak ada satu hari yang pahala dihari itu lebih besar di sisi Allah dan beramal di hari itu lebih dicintai di sisi Allah daripada sepuluh hari ini (1-0 Zulhijah). Oleh sebab itu perbanyaklah kalian bertahlil, bertakbir dan bertahmid”. (H.R.Ahmad)
Apalagi takbir. Ibnu Umar dan Abu Hurairah punya kebiasaan ke pasar untuk bertakbir tanggal 1-10 Zulhijah. Ibnu Baṭṭāl menulis,
Artinya,
“Kebiasaan Ibnu Umar dan Abu Hurairah adalah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama bulan Zulhijah untuk bertakbir dan orang-orang pun bertakbir meniru takbir keduanya.” (Syarh Ibn Baṭṭāl, juz 2 hlm 561)
Takbir mutlak dianjurkan sejak tanggal 1-13 Zulhijah. Adapun takbir muqayyad, yakni takbir setelah salat 5 waktu, maka itu diajurkan mulai subuh tanggal 9 sampai akhir hari tasyriq.
Keempat, Doa
Ada pujian khusus dalam dalil bahwa doa terbaik yang dipanjatkan adalah jika dilakukan pada hari Arafah yakni tanggal 9 Zulhijah. Jadi seyogyanya seorang hamba menyiapkan doa terbaiknya untuk meminta Allah pada momen emas tersebut. Sebab peluang dikabulkannya besar. Al-Tirmiżī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari ‘Amru bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari ‘Arafah dan sebaik-baik apa yang aku dan para Nabi sebelumku katakan adalah “LAA ILAAHA ILLALLAHU WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU LAHUL MULKU WALAHUL HAMDU WAHUWA ‘ALAA KULLI SYAI’IN QADIIR (Tiada Ilah melainkan Allah semata dan tiada sekutu bagi-Nya, milik-Nya lah segala kerajaan dan pujian dan Dialah Maha menguasai atas segala sesuatu).” (H.R.al-Tirmiżī)
Kelima, Puasa
Amal lain yang dianjurkan adalah puasa. Jadi, seorang muslim dianjurkan berpuasa mulai tanggal 1-9 Zulhijah dengan mengecualikan tanggal 10 Zulhijah karena berpuasa di hari raya diharamkan. Al-Nawawī mengatakan, puasa pada 10 hari pertama Zulhijah itu sangat dianjurkan. Al-Nawawī berata,
Artinya,
“Berpuasa tanggal 1-9 Zulhijah tidak makruh, bahkan sangat dianjurkan/disunahkan.” (Syarh Al-Nawawī alā Muslim, juz 8 hlm 7)
Ada satu hadis yang bisa dijadikan isti’nas bahwa Rasulullah ﷺ selalu berpuasa tanggal 1-9 Zulhijah. Al-Nasā’ī meriwayatkan,
Artinya,
“Telah mengabarkan kepada kami Abu Bakr bin Abu An Nadhr dia berkata: telah menceritakan kepadaku Abu An Nadhr dia berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq Al Asyja’i Al Kufi dari ‘Amr bin Qais Al Mula’i dari Al Hurr bin Ash-Shayyah dari Hunaidah bin Khalid Al Khuza’i dari Hafshah dia berkata: “Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah ﷺ : puasa ‘Asyura, puasa sepuluh hari, puasa tiga hari dalam setiap bulan dan dua raka’at sebelum Subuh.”
Apalagi puasa tanggal 9 Zulhijah bagi orang yang tidak berwukuf di Arafah. Keutamaannya besar sekali karena bisa menghapus dosa dua tahun, yakni dosa tahun yang telah lalu dan dosa tahun yang tersisa. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Beliau (Rasulullah ﷺ) ditanya tentang puasa hari Arafah. Beliau menjawab, “(Puasa di hari itu) akan menghapus (dosa) tahun sebelumnya dan tahun yang tersisa.” (H.R.Muslim)
Rasulullah ﷺ juga terbiasa berpuasa tanggal 9 Zulhijah. Abū Dāwūd meriwayatkan,
Artinya,
“dari Hunaidah bin Khalid dari seorang wanita dari sebagian istri Nabi ﷺ ia berkata: ‘Rasulullah ﷺ berpuasa pada tanggal sembilan bulan Zulhijah, serta pada hari ‘Asyura` serta tiga hari dari setiap bulan, dan hari Senin serta Kamis pada setiap bulan.” (H.R.Abū Dāwūd)
Keenam, Berkurban
Setelah melakukan berbagai amal saleh mulai tanggal 1-9 Zulhijah, maka puncaknya yakni tanggal 10 Zulhijah amal terbaik yang dilakukan adalah berkurban semampunya, baik dengan unta, sapi, kambing atau domba. Sudah mutawatir bahwa tanggal 10 Zulhijah itu memang hari berkurban. Banyak dalil yang memuji kurban dilakukan di tanggal ini. Ada juga hadis lugas yang bisa dijadikan isti’nās dalam hal ini. Ibnu Mājah meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Aisyah, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka bahagialah kalian dengannya.” (H.R.Ibnu Mājah)
Setelah itu amal saleh yang dianjurkan banyak diamalkan untuk mengisi 10 hari pertama Zulhijah adalah semua ibadah maḥḍah lainnya seperti salat (terutama salat malam), menyempurnakan wudu, salat rawatib, salat berjamaah, zakat, haji, umroh, membaca Al-Qur’an, bersalawat, mengunjungi masjid nabawi, sedekah, dan lain-lain.
Termasuk juga segala jenis amal saleh yang manfaatnya dirasakan hamba lain seperti birrul walidain/berbakti kepada orang tua, silaturahim, memberi makanan, mendamaikan orang bertengkar, membantu orang kesusahan, menjamu orang berbuka puasa, menyebarkan salam, amar makruf nahi mungkar, husnul jiwar/berbuat baik kepada tetangga, memuliakan tamu, menyingkirkan gangguan di jalan, memberi nafkah pada orang yang wajib ditanggung, mengunjungan orang sakit, mengasuh anak yatim, mengurus rakyat, menunaikan amanah, memberi makan hewan piaraan, mengajari anak istri, berdakwah dan lain-lain.
***
28 Żulqa‘dah 1442 H