Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
“Berdoa dengan tawasul amal saleh adalah jenis minta sebagian pahala akhirat agar balasannya dipercepat di dunia.”
Contoh doa tawasul dengan amal saleh misalnya begini,
“Ya Allah, dulu ada kerabatku yang sangat jahat kepadaku. Aku ingat Rasul-Mu mengajarkan bahwa sedekah terbaik adalah kepada kerabat yang paling memusuhi. Lalu suatu saat dia sangat butuh uang. Lalu aku diam-diam membantunya tanpa diketahui olehnya. Akhirnya masalahnya selesai melalui bantuanku itu. Allahumma ya Allah, jika Engkau tahu bahwa amalku waktu itu semata-mata karena mengharap rida-Mu, dan engkau menerimanya maka sembuhkanlah sakitku sekarang.”
Doa dengan tawasul amal seperti ini peluang dikabulkannya sangat besar, seperti kisah tiga orang di masa lalu yang terjebak di dalam gua karena mulut gua tertutup batu besar. Tiga orang itu berdoa dengan amal masing-masing supaya Allah membukakan pintu goa itu.
Orang pertama berdoa dengan amal berbakti kepada orang tua.
Orang kedua berdoa dengan amal menahan hawa nafsu tidak berzina padahal peluang zina sudah di depan matanya.
Orang ketiga berdoa dengan amal amanah dengan harta orang lain, padahal peluang memperkaya diri di depan matanya.
Ternyata Allah mengabulkan doa mereka dan membuka pintu goa tersebut dengan cara ajaib dan di luar nalar.
Nah doa seperti ini disebut doa dengan tawasul memakai amal saleh.
Hakikat doa seperti ini sebenarnya adalah meminta sebagian pahala akhirat untuk disegerakan di dunia karena ada kebutuhan yang sangat mendesak.
Jadi, tiga orang tadi menduga di antara ratusan atau ribuan amal yang sudah mereka lakukan, hanya amal yang mereka sebut itulah yang diduga kuat paling mendekati keikhlasan, yakni semata-mata dilakukan untuk menyenangkan Allah, sehingga bisa diharapkan dibalas di akhirat.
Lalu mereka berada pada posisi sangat sulit yang mengancam nyawa, kemudian mereka minta kepada Allah pahala amal mereka yang dulu (yang mereka harap benar-benar ikhlas) “dicuplik” sebagian dan diberikan di dunia untuk memenuhi kebutuhan mereka yang sangat mendesak dan darurat. Al-Subkī al-Kabīr berkata,
Artinya,
“Tampak bagi saya bahwa kebutuhan mendesak kadang memaksa (mukmin) untuk meminta disegerakan balasan sebagian amal di dunia, dan kasus ini (tiga orang dalam gua) termasuk itu.” (Fatḥu al-Bārī, juz 6 hlm 510)
Jadi, bertawasul dengan amal saleh itu hanya bisa dilakukan SETELAH amal saleh sudah dilakukan. Bukan amal saleh yang DIRENCANAKAN akan dilakukan atau amal saleh yang dilakukan BERBARENGAN dengan doa. Sebab, jika orang beramal saleh dengan mencampur niatnya dengan keinginan duniawi, maka itu justru berpotensi bisa menghancurkan seluruh pahalanya dan tidak diterima Allah sama sekali. Silakan dibaca catatan saya yang berjudul “HUKUM BERAMAL SALEH TAPI PUNYA TARGET DUNIAWI”.
Patut dicatat, orang saleh tidak pernah yakin amalnya diterima sebagus apapun, karena penghancur amal itu banyak sekali. Bukan hanya riya. Kagum sedikit saja dengan amal bisa hancur amal kita. Sedikit saja menceritakan cerita amal kita dengan bangga, kita bisa terkena hukum sum’ah yang menghancurkan amal.
Jika sudah tidak yakin amal diterima, dari mana orang saleh bisa menyangka kebahagiaan hidup yang dirasakannya itu asalnya dari percikan pahala amal saleh yang sudah dilakukan?
Karena itulah tiga lelaki yang terjebak di dalam gua itu saat berdoa tetap memakai redaksi yang menunjukkan kekhawatiran mereka jika amal mereka sebelumnya tidak murni karena Allah sehingga Allah tidak menerimanya. Mereka mengatakan,
“Ya Allah jika Engkau tahu amalku itu semata demi meraih ridamu maka selamatkan kami dari kesulitan ini”
Jadi masih pakai jika, karena kuatir tidak ikhlas.
Terkait apakah pengabulan doa seperti ini akan mengurangi pahala di akhirat ataukah tidak, maka itu gaib. Hanya Allah yang tahu. Jika dianalisis dari sisi lahirnya, kata ta’jil (menyegerakan) berarti memang mengurangi. Tetapi bisa bisa juga hal itu tidak mengurangi jika balasan di dunia dimaksudkan sebagai busyrā ajilah (kabar gembira yang disegerakan). Yang jelas Rasul menceritakan kisah tiga orang yang bertawasul dengan amal saleh ini, membenarkannya dan memujinya. Berarti itu hal baik. Saya memahami hadis-hadis seperti ini adalah dorongan ikhlas dengan cara yang luar biasa. Lalu ditunjukkan balasannya di dunia sebagai busyrā (kabar gembira), bahwa ikhlas itu balasan di akhirat haqq dengan bukti di dunia saja balasannya nyata, padahal yang disegerakan baru sebagian kecil.
Adapun mindset ”Bersedekah supaya kaya”, maka ini berbahaya karena bisa hilang semua pahalanya. Bukan hanya mengurangi ganjaran di akhirat. Ini levelnya sudah mengancam seluruh pahala. Sebab dia sudah berniat dunia saat beramal saleh.
Bedanya dengan kisah tiga orang dalam gua: Mereka saat beramal saleh itu semata-mata ingin mendapatkan rida Allah. Sama sekali tidak terbersit keinginan duniawi apapun. Yang seperti ini pahalanya utuh. Mereka hanya minta sebagian pahala yang diduga sudah ada supaya disegerakan sebagiannya di dunia.
Beda jika orang sebelum beramal saleh niatnya sudah full dunia 100 %. Itu jelas ditolak amalnya. Jangankan niat mendapatkan dunia 100%, hanya 75 % atau bahkan 50% saja amal salehnya ditolak. Yang bisa diharap dimaafkan adalah jika motif duniawi itu sedikit, yakni tidak sampai 50 %. Pembahasan lebih detail bisa dibaca di artikel saya yang berjudul “HUKUM BERAMAL SALEH TAPI PUNYA TARGET DUNIAWI”. Juga artikel yang berjudul “APA MAKNA JANJI DUNIAWI DARI ALLAH SAAT MELAKUKAN AMAL SALEH?”.
***
1 Zulhijah 1442 H/ 11 Juli 2021 pukul 18.17