Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Sigat taklik itu bukan perjanjian pra nikah, tapi ia adalah jenis talak, yakni talak mu’allaq. Sebagian jurnal yang menyebut sigat taklik sebagai perjanjian pra nikah jelas salah identifikasi dalam persoalan ini.
Ada beberapa konsepsi penting yang harus dipahami:
- Membaca sigat taklik itu tidak wajib. Tidak ada dalil apapun dalam Al-Qur’an, al-Sunah maupun undang-undang yang bisa dipakai sebagai dasar mewajibkan sigat taklik. Dalam KHI (Kompilasi hukum Islam) sekalipun, sigat taklik tidak diwajibkan. Pada pasal 46 ayat (3) disebutkan, “Perjanjian taklik talak bukan suatu perjanjian yang wajib diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.” Jadi lelaki tidak bisa dan tidak boleh dipaksa membacanya.
- Hukum mentalak (termasuk talak mu’allaq) itu bisa mubah, bisa wajib, bisa sunah dan bisa haram sebagaimana saya tulis dalam artikel yang berjudul “HUKUM-HUKUM TALAK”
- Membaca sigat taklik itu hak suami karena talak itu di tangan suami, bukan istri, dan juga bukan hak pemerintah. Suami tidak bisa dipaksa menggunakan haknya.
- Sigat taklik tidak bisa dibatalkan. Jika sudah diucapkan, maka berlaku hukum. Sebab talak memang tidak bisa dibatalkan. Semua talak lugas hukumnya berlaku, baik serius maupun canda, dengan niat maupun tidak dengan niat.
- Talak mu’allaq itu tidak langsung jatuh. Jatuhnya talak mu’allaq tergantung apakah syarat-syarat yang disebut dalam talak mu’allaq terpenuhi ataukah tidak. Dalam konteks sigat taklik, syarat-syarat yang disebut cukup banyak yang bisa dibagi menjadi dua. Pertama: Syarat non akumulatif, Kedua: syarat akumulatif. Syarat non akumulatif cukup terelisasi salah satu saja (tidak harus semua). Syarat akumulatif harus terwujud semua agar talak bisa jatuh. Syarat non akumulatif adalah 1) meninggalkan istri 2 tahun berturut-turut, 2) Tidak memberi nafkah wajib selama 3 bulan, 3) Menyakiti badan istri, 4) Mengabaikan istri selama 6 bulan. Syarat akumulatif ada 4 yakni 1) Istri tidak terima, 2)Istri mengadu ke pengadilan, 3) Pengadilan mengabulkan tuntutan istri, 4) Istri membayar Rp 10.000,00.
- Membaca sigat taklik itu mengurangi jatah talak suami. Jadi begitu dibacakan, maka suami sudah mengambil satu jatah talaknya jika pengadilan memutuskan jatuh talak satu.
- Talak yang jatuh karena sigat taklik statusnya adalah talak karena khulu’, sebab ada klausul membayar iwadh Rp 10.000,00. Tidak ada talak yang melibatkan kompensasi harta selain khulu’. Jadi, talak karena sigat taklik masuk hukum talak karena khulu’.
- Talak yang jatuh karena sigat taklik membuat pasangan suami istri tidak bisa rujuk. Sebab talaknya jatuh karena khulu’, sementara talak karena khulu’ itu jenisnya talak bā’in, bukan talak raj’ī. Oleh karena itu, pasangan suami istri yang ingin kembali sebagai suami-istri karena talak jenis ini mereka harus menikah ulang dengan mahar baru, kehadiran wali dan saksi. Tidak bisa dan tidak cukup hanya dengan mekanisme rujuk.
- Satu-satunya cara terlepas dari konsekuensi sigat taklik adalah dengan melanggar semua syaratnya, lalu jatuh talak satu, lalu istri menjalalani masa idah, lalu dilakukan akad nikah ulang tanpa sigat taklik. Pernikahan baru inilah yang baru benar-benar bebas dari konsekuensi sigat taklik, tetapi hanya dengan membawa jatah talak 2 kali saja, sebab jatah talak 3 sudah diambil satu saat mengucapkan sigat taklik kemudian dilanggar semua syaratnya.
- Meskipun niat utama gagasan sigat taklik adalah baik, yakni melindungi wanita, akan tetapi mengingat ada potensi merugikan pasangan suami istri seperti pengurangan jatah talak, tidak bisa rujuk langsung, tidak bisa mencabut sigat taklik, menimbulkan was-was status pernikahan dan lain-lain seyogyanya petugas KUA yang menyodorkan sigat taklik memberikan edukasi memadai kepada mempelai sebelum menyarankan.
- Tanggal 23 Rabi’ul Akhir 1417 H, bertepatan dengan 7 September 1996, MUI menerbitkan saran bahwa sigat taklik itu sudah tidak diperlukan lagi (lihat di sini: https://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/17.-Pengucapan-Sighat-Taliq-Talak-Pada-Waktu-Upacara-Akad-Ni.pdf). Oleh karena itu, semestinya pemerintah memperhatikan masukan ini. Sebab tanpa sigat taklik sekalipun, jika wanita mengadu ke hakim karena kezaliman suami, pengadilan bisa memutuskan cerai paksa secara verstek (tanpa kehadiran suami). Karenanya, sigat taklik itu sudah tidak relevan dan malah hanya berpotensi menzalimi hak suami dalam mentalak.
***
19 Zulhijah 1442 H/29 Juli 2021 jam 09.44