Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin).
Rasulullah ﷺ mengajarkan bahwa wanita terbaik, wanita salehah dan wanita calon penghuni surga adalah mereka yang jika menzalimi suami atau dizalimi suami segera meminta maaf. Al-Nasā’ī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abdullah bin Abbas, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Maukah kalian kuberitahu istri-istri kalian yang termasuk penghuni surga? Dia adalah yang penyayang, yang subur, yang banyak memberikan jasa kepada suaminya, yang jika menyakiti suami atau disakiti suami maka dia akan datang lalu menggamit tangan suaminya kemudian berkata, ‘Demi Allah, saya tidak bisa memejamkan mata hingga engkau menjadi rida.” (H.R.al-Nasā’ī dalam al-Sunan al-Kubrā)
Jadi. berdasarkan hadis di atas, bisa dipahami bahwa karakter istri salehah itu cepat berusaha meminta maaf jika terjadi perselisihan atau pertengkaran. Bukan menunggu suami meminta maaf, tapi justru dialah yang bersegera meminta maaf. Tidak peduli yang salah istri atau suami. Dia memegang tangan suami, menciumnya kemudian berkata, “Suamiku, aku tidak bisa memejamkan mata sebelum engkau rida”. Artinya, asas seluruh perlakuan istri kepada suami adalah ṭalabur riḍā/meminta rida (طلب الرضا). Dia memandang dirinya “sukses” secara lahir jika berhasil membuat suami rida dan dia akan merasa gagal menjadi istri jika membuat suami marah atau tidak berkenan.
Hanya saja, patut dicatat ini adalah AMAL ISTRI.
Adapun amal suami, maka perlakuan suami terhadap istri tidak boleh tergantung sikap istri kepadanya. Suami saleh akan tetap berusaha melaksanakan seluruh kewajibannya semaksimal mungkin dan sedapat-dapatnya melakukan semua hal sunah yang ia mampu, tidak peduli istrinya baik maupun jahat.
Hadis di atas tidak boleh dijadikan suami sebagai senjata untuk meremehkan kezalimannya terhadap istri. Sebab, kezaliman apapun akan diperhitungkan oleh Allah. Termasuk kezaliman suami terhadap istrinya. Tidak boleh dipahami bahwa jika istri meminta maaf, maka itu sekaligus menghapus dosa suami terhadap istri. Tidak boleh dipahami demikian. Sebab, meskipun istri meminta maaf, jika dalam hatinya menyimpan sakit hati, tidak rela di zalimi apalagi sampai dendam, maka itu tetap dihitung kezaliman suami. Allah akan menghisab kezalimannya itu di akhirat jika tidak segera diselesaikan di dunia. Bisa jadi, istri yang meminta maaf itulah yang akan masuk surga saja dan akan dinikahkan dengan lelaki surga yang lebih baik daripada suaminya di dunia, sementara suaminya harus ke neraka karena kezalimannya.
Lebih-lebih lelaki yang berpoligami, sebab potensi kezalimannya lebih besar daripada lelaki yang tidak berpoligami. Lelaki berpoligami punya potensi zalim seperti tidak menafkahi, tidak adil dalam menafkahi, menelantarkan anak, tidak adil memberi waktu, memaki istri, menghina istri dan berbagai kezaliman lain.
Tidak boleh lelaki yang berpoligami menggunakan hadis ini sebagai senjata untuk menundukkan para wanita sehingga dia bersikap “santai” dalam hal pemenuhan hak istri, apalagi bersikap sewenang-wenang terhadap istri. Tidak boleh dia merasa dosa kezalimannya terhadap istri otomatis terhapus hanya karena istri telah meminta maaf kepadanya, baik permintaan maaf itu inisiatif istri sendiri karena kesadaran imannya maupun karena diperintah suami atau dipaksa suami atau dikondisikan suami. Rasulullah ﷺ mengajarkan hadis ini kepada para wanita supaya menjadi jalan lebar yang memudahkannya masuk surga, meski diuji suami jahat bukan supaya dipakai suami sebagai senjata sewenang-wennag dan menindas wanita. Menggunakan dalil untuk bertindak sewenang-wenang hanyalah kebiasaan orang-orang zalim, bukan sifat lelaki bertakwa.
Semua dosa itu bisa dihapus dan dimaafkan Allah. Tapi dosa kepada hamba, Allah tidak akan menghapusnya sebelum yang dizalimi memaafkan. Jangankan kezaliman kepada istri, kezaliman kambing bertanduk yang menanduk kambing tak bertanduk saja kelak di akhirat akan di adili dan dibalas oleh Allah! Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Semua hak itu pasti akan ditunaikan pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dibalas ditanduk oleh kambing yang tidak bertanduk.” (H.R.Muslim)
Bahkan lelaki bertakwa tetap kuatir Allah akan marah kepadanya saat tahu istrinya secara lahir seperti memaafkan, tapi mimiknya tetap seperti kecut dan muram yang menunjukkan hatinya sebenarnya tidak rida. Dia kuatir, istrinya bilang memaafkan hanya karena takut kepadanya, atau hanya karena kelemahannya di hadapan suami, atau hanya karena tidak mau ramai, atau hanya karena menjaga agar tidak konflik berkepanjangan.
Suami yang saleh dan bertakwa akan tetap khawatir yang seperti itu tetap dihitung kezaliman di sisi Allah yang akan diperhitungkan oleh-Nya di hari penghisaban. Apalagi ada ayat lugas dalam Al-Qur’an yang menegaskan bahwa para kekasih di dunia itu akan menjadi musuh pada hari kiamat! Suami khawatir kezalimannya di dunia menjadi sebab permusuhannya dengan istri-istrinya kelak di akhirat.
Jadi, lelaki saleh tidak akan memakai “hadis wanita minta maaf kepada suami” sebagai senjata untuk berperilaku semena-mena. Sebaliknya, dia akan meniru akhlak Rasulullah ﷺ yang meminta maaf kepada istrinya padahal Rasulullah ﷺ tidak salah. Demi menjaga perasaannya, menghargai hatinya dan memuliakan martabatnya. Seperti Rasulullah ﷺ yang meminta maaf kepada Ḥafṣah saat Ḥafṣah cemburu kepada budak Rasulullah ﷺ yang bernama Māriyah, bahkan untuk mengobati perasaannya Rasulullah ﷺ sampai bersumpah tidak akan menjimaki Māriyah untuk seterusnya.
***
27 Zulhijah 1442/ 6 Agustus 2021