Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Selama orang masih kuat menyimpan kesusahannya, maka kesedihan jenis itu dinamakan ḥuznun (الحُزْنُ).
Jika sudah tidak kuat lagi disimpan sendiri dan butuh untuk diceritakan kepada orang lain supaya lebih lega, maka kesusahan jenis itu dinamakan baṡṡun (البَثُّ) .
Hamba-hamba Allah dengan level iman yang tinggi tidak pernah mengadukan ḥuznun maupun baṡṡun-nya kecuali hanya kepada Allah. Tidak membedakan kesusahan duniawi maupun din. Di malam harilah mereka melakukannya. Sembari bertahajud, mereka bermunajat, membisiki Rabbnya, mengadu kepadaNya, curhat kepadaNya, minta solusi kepadaNya dan berharap selalu dibimbing olehNya.
Mereka yang mampu melewatinya, yakni mengadukan musibah, kesedihan, duka dan kesusahan hanya kepada Allah adalah orang-orang yang sebentar lagi akan segera dilepaskan dari mendung tersebut, dinaikkan derajatnya dan menjadi teladan bagi hamba yang lain.
Curhat masalah (baik ḥuznun maupun baṡṡun) hanya kepada Allah seperti inilah yang dilakukan hamba-hamba Allah yang suci seperti nabiyullah Ya’qub ‘alaihissalām dalam ayat berikut ini,
Artinya
“Dia (Ya‘qub) berkata, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan hebatku dan kesedihanku. Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Q.S.Yusuf: 86)
Adapun hamba beriman yang masih belum sanggup mencapai level tersebut, maka selain mengadu kepada Allah, terkadang mereka masih perlu minta nasihat kepada orang lain. Yang seperti ini boleh, bahkan wajib yang dimintai nasihat untuk memberi nasihat karena itu hak muslim. Itu bukan jenis curhat yang tercela, tetapi jenis istinṣāḥ (meminta nasihat) yang syar’i.
Tapi meminta nasihat hanya benar jika dilakukan kepada orang yang berilmu (ulama/ahli psikologi), adil, bertakwa dan bisa menjaga rahasia. Bukan minta nasihat kepada juhala’ yang justru akan menambah masalah semakin ruwet karena dia bisa jadi menyarankan hal-hal bodoh yang tidak berbasis ilmu lalu menyebarkan rahasia saudaranya.
Jika dengan meminta nasihat kepada orang yang tepat masih belum selesai, maka diizinkan meminta solusi melalui ḥākim (pemerintah). Sebab fungsi amir memang menyelesaikan masalah yang tidak bisa diselesaikan dalam skala individu, menghilangkan kezaliman, dan menyingkirkan segala bahaya.
Yang jelas, tidak ada dalam ajaran syariat orang kena masalah dan susah lalu curhat-nya ke medsos, teriak-teriak di tengah pasar, membuat pengumuman publik atau yang semakna dengan itu. Yakni mengumbar urusan pribadi untuk khalayak, tanpa peduli yang menerima infomasi orang bijak atau bejat, ulama atau juhala’, pembela Islam atau musuh Islam.
Yang seperti ini bisa termasuk jenis mengeluhkan Allah kepada makhluk, tidak rida terhadap ketentuan Allah, tidak terima dengan ujian musibah dari Allah, menyingkap aurat, melecehkan kehormatan orang, membuka pintu fitnah, dan menjebol benteng yang menahan segala bentuk mudarat.
Biasanya yang telanjur curhat pada khalayak akan menyesal di akhir-akhir setelah mengetahui dampak-dampak yang ditimbulkannya.
15Jumādā al-Ūlā 1443 H/ 20 Desember 2021 jam 12.26