Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Mengutangi itu semangatnya menolong. Atau dalam bahasa fukaha disebut dengan irfāq (membantu/menolong/memberi manfaat).
Jangan ambil untung.
Mensyaratkan untung saat mengutangi membuat jadi hilang semangat menolongnya dan malah membuat uang tambahan itu berstatus riba.
Mengutangi 10 juta misalnya, lalu mensyaratkan kembali 12 juta, maka uang 2 juta adalah riba apapun nama dan istilahnya. Yang demikian itu membuat akad utang piutang menjadi tidak sah dan uang yang diterima menjadi tidak halal. Al-Syirbīnī berkata,
لِنَفْسِهِ حَقًّا خَرَجَ عَنْ مَوْضُوعِهِ فَمَنَعَ صِحَّتَهُ». [«مغن المحتاج إلى معرفة معاني ألفاظ المنهاج» (3/ 34)]
Artinya,
“Kandungan makna di dalamnya adalah akad (utang piutang) itu substansinya menolong. Jadi, jika orang mensyaratkan hak (keuntungan) untuk dirinya sendiri (sebagai pemberi utang), maka hilanglah substansi tersebut. Dengan demikian akadnya menjadi tidak sah” (Mugnī al-Muḥtāj, juz 3 hlm 34)
Kalau mau untung, lebih baik pakai akad syirkah/syarikah saja. Artinya niat investasi.
Kalau investasi, berarti harus siap rugi, bukan hanya siap untung saja. Dalam bahasa fukaha harus siap gunmun (الغُنْمُ)/untung sebagaimana siap gurmun (الغُرْمُ)/rugi.
Tidak ada bisnis yang selalu untung apalagi keuntungan yang flat setiap bulan. Yang selalu untung itu biasanya memang eksploitatif, menghisap, memeras dan menzalimi yang lemah. Seperti akad-akad ribawi itu.
17 Jumadā al-ākhirah 1443 H/ 20 Januari 2022 jam 20.26