Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
TANYA
Tetangga saya baru panen padi. Biasanya kalau baru dipanen rasa berasnya lebih punel. Kebetulan saya punya persediaan beras lama hasil panen beberapa bulan sebelumnya. Bolehkah saya menukar beras lama saya dengan beras baru panen milik tetangga tersebut karena saya ingin merasakan nasi yang lebih punel? Saya bersedia menukar 5 Kg beras saya dengan 4 Kg beras punel itu.
JAWAB
Tidak boleh menukar beras lama seberat 5 Kg dengan beras baru seberat 4 Kg, karena selisih 1 Kg adalah riba. Selisih seperti inilah yang dinamakan riba faḍl (رِبَا الفَضْلِ), yakni kelebihan yang ada pada pertukaran komoditas sejenis.
Dalil yang menunjukkan haramnya riba faḍl seperti ini di antaranya adalah hadis berikut ini,
«جَاءَ بِلَالٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِتَمْرٍ بَرْنِيٍّ، فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مِنْ أَيْنَ هَذَا، قَالَ بِلَالٌ: كَانَ عِنْدَنَا تَمْرٌ رَدِيٌّ، فَبِعْتُ مِنْهُ صَاعَيْنِ بِصَاعٍ، لِنُطْعِمَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ: أَوَّهْ أَوَّهْ، عَيْنُ الرِّبَا عَيْنُ الرِّبَا، لَا تَفْعَلْ، وَلَكِنْ إِذَا أَرَدْتَ أَنْ تَشْتَرِيَ فَبِعِ التَّمْرَ بِبَيْعٍ آخَرَ، ثُمَّ اشْتَرِهِ.». [«صحيح البخاري» (3/ 101 ط السلطانية)]
Artinya,
“Bilal datang menemui Nabi ﷺ dengan membawa kurma Barni (jenis kurma terbaik) maka Nabi ﷺ bertanya kepadanya: “Dapat dari mana kurma ini?” Bilal menjawab: “Kami memiliki kurma yang jelek lalu kami jual dua sha’ kurma tersebut dengan satu sha’ kurma yang baik agar kami dapat menghidangkannya kepada Nabi ﷺ. Maka saat itu juga Nabi ﷺ berkata: “aduh-duh, ini benar-benar riba. Janganlah kamu lakukan seperti itu. Jika kamu mau membeli kurma maka juallah kurmamu dengan harga tertentu kemudian belilah kurma yang baik ini.” (H.R.al-Bukhārī)
Dalam hadis di atas diceritakan Bilal menyuguhkan kurma barnī (بَرْنِيٍّ) kepada Rasulullah ﷺ, yakni jenis kurma berkualitas tinggi. Kemudian Rasulullah ﷺ bertanya dari mana asal kurma tersebut? Bilal menjawab bahwa beliau mendapatkan kurma berkualitas baik tersebut dengan cara menukarkannya dengan kurma berkualitas buruk miliknya. Agar pemilik kurma bagus itu tidak rugi, Bilal bersedia menukar 2 ṣā’ kurma buruk dengan 1 ṣā’ kurma baik.
Begitu Rasulullah ﷺ mendengar cara transaksinya beliau lekas menegur dan mengatakan bahwa itu benar-benar riba dan beliau melarangnya. Jadi, hadis ini menunjukkan pertukaran kurma baik dengan kurma jelek itu dihitung riba jika takarannya tidak sama. 2 ṣā’ kurma buruk ditukar dengan 1 ṣā’ kurma bagus adalah riba karena ada kelebihan 1 ṣā’ kurma. Agar tidak riba, seharusnya 2 ṣā’ kurma buruk ditukar dengan 2 ṣā’ kurma bagus atau masing-masing sama takarannya yakni 1 ṣā’. Ketika sudah beda takaran, berarti ada kelebihan dan kelebihan tersebut riba.
Dengan kata lain, agar terbebas dari riba faḍl, maka harus terealisasi mumāṡalah (المماثلة) atau tamāṡul (التماثل), yakni setara/sama. Ukuran mumāṡalah itu dua, yakni berat (الوزن) atau volume (الكيل). Oleh karena itu, beras punel sebanyak 1 liter harus ditukar dengan 1 liter beras yang kurang punel. Beras lama 2 Kg juga harus ditukar dengan beras baru 2 Kg. Intinya harus sama dalam hal ukuran, entah standar yang dipakai ukuran berat atau ukuran volume.
Hadis di atas juga sekaligus menunjukkan bahwa nilai/qīmah komoditas yang dibarterkan itu tidak diperhatikan. Jadi, agar terhindar dari riba dalam barter komoditas sejenis, yang dituntut hanyalah mumāṡalah. Tidak peduli salah satu pihak merasa lebih rugi ataukah tidak. Jika orang tidak ingin rugi dan memperhitungkan nilai, maka jangan barter. Tapi jual dulu barang yang jelek dengan uang. Setelah itu belilah barang yang baik dengan uang tersebut.
Adapun riwayat yang menunjukkan bahwa Ibnu Umar dan Ibnu Abbās membolehkan riba faḍl, maka fatwa tersebut terbit hanya karena beliau berdua belum tahu hadis yang melarangnya. Begitu beliau berdua tahu, mereka langsung mengoreksi fatwanya. Demikianlah yang ditegaskan al-Nawawī dalam Syarah ṣahīḥ Muslim saat menerangkan hadis “arribā finnasī’ah”
CATATAN
Riba faḍl hanya berlaku pada barter dua komoditas, yakni mata uang dan makanan. Artinya, jika Anda melakukan barter, maka itu tidak masalah karena syariat memang tidak melarang barter. Tetapi hati-hatilah saat melakukan barter pada dua komoditas tersebut. Sebab dua komoditas itu adalah barang “istimewa” yang disebut para ulama sebagai benda ribawi. Jika sudah membarterkan dua komoditas ini, perhatikan betul syarat mumāṡalah/kesetaraan agar terhindar dari riba faḍl.
Tidak masalah Anda menukarkan 1 sepatu dengan 2 sepatu, 1 pakaian dengan 2 pakaian, 1 mobil dengan 3 mobil, 1 rumah dengan 4 rumah sebab semuanya bukan benda ribawi. Tapi begitu Anda menukarkan mata uang sejenis, misalnya 1 juta pecahan 100 rb dengan pecahan 5 rb, maka jangan ada selisih sama sekali. Harus sama persis. Karena jika ada selisih maka itu riba.
Termasuk jika Anda menukarkan kurma dengan kurma, gandum dengan gandum, beras dengan beras, apel dengan apel, jahe dengan jahe, kemiri dengan kemiri, garam dengan garam, bahkan ampo dengan ampo dan semua komoditas makanan apapun, maka perhatikan betul aspek mumāṡalah agar tidak terkena riba faḍl.
28 Jumadā al-ākhirah 1443 H/ 31 Januari 2022 jam 14.18