Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Al-Syāfi‘ī itu hebat ilmu kalamnya. Ada kisah bagaimana beliau membungkam pakar ilmu kalam menyimpang yang bernama Ḥafṣ al-Fard (حَفْصٌ الفَرْدُ).
Ilmu tasawufnya juga mendalam. Yang pernah mengkaji kumpulan puisi yang dinisbahkan kepada beliau (Dīwān al-Syāfi‘ī) akan merasakan bagaimana kedalaman beliau memahami ilmu pembersihan jiwa (tazkiyatun nufūs). Berita karamah beliau dan luasnya manfaat ilmu beliau sudah cukup untuk membuat kita berhusnuzan bahwa beliau adalah salah satu wali-wali Allah yang dicintai-Nya.
Ilmu tafsirnya jangan ditanya. Percakapan dengan salah seorang khalifah Bani ‘Abbāsiyyah yang terfitnah pemikiran muktazilah menunjukkan beliau begitu menguasai ulumul Al-Qur’an yang sangat cukup untuk menafsirkan Al-Qur’an dengan baik.
Ilmu nasabnya tidak usah diragukan.
Apalagi ilmu bahasanya. Malah, ucapan beliau bisa jadi hujah dalam bahasa Arab Fuṣhā. Satu kemampuan bahasa yang tidak bisa disusul oleh imam-imam mazhab lainnya.
Tapi di antara sekian ilmu yang beliau kuasai, mengapa yang beliau putuskan untuk ditulis adalah ilmu fikih dan usul fikih? Mengapa kita tidak menemukan buku al-Syāfi‘ī tentang akidah, atau sirah, atau ilmu nasab, atau nahwu-saraf atau tafsir Al-Qur’an, misalnya? Mengapa yang kita dapati adalah al-Umm, masterpiece ilmu fikih beliau dan al-Risālah: masterpiece ilmu usul fikih beliau?
Kalau orang mengerti betul nilai ilmu istinbat, maka dia benar-benar akan berterima kasih dengan jasa besar al-Syāfi‘ī sampai levelnya akan mendoakan beliau setiap malam seperti yang dilakukan imam Ahmad.
Karena ilmu fikih itu sangat hebat menyaring antara yang haqq dengan yang batil.
Ilmu fikih juga luar biasa efektif dalam menyaring mana yang diklaim dari Allah dan mana yang benar-benar mencerminkan kehendak Allah (atau minimal diduga kuat mencerminkan kehendak Allah).
Ilmu Fikih juga piranti yang dahsyat menyaring mana ajaran syar’i dan mana ajaran yang bid‘ah.
Di saat hampir semua ilmu-ilmu syar’i meredup, pudar dan hampir hilang, yang masih tetap besar pengaruhnya di tengah-tengah masyarakat Islam adalah ilmu fikih.
Saat muncul banyak kelompok sesat, tarekat palsu, mursyid penipu, sufi jahil, maka para ulama yang memiliki malakah fiqhiyyah (kapabilitas fikih)-lah yang tampil menjaga kemurnian syariat dan membentengi para awam dari pengaruh rusak tersebut.
Tidak ada yang meremehkan fikih kecuali para juhala’ yang lemah menguasainya, meninggalkannya, mengecilkan perannya, lalu mengaku dapat “wahyu” dari langit atau mengaku dapat ilmu dari Nabi Khidir agar bisa berbuat sekehendak hatinya tanpa perlu minta fatwa kepada fukaha dan ahli syariat.
3 April 2022/1 Ramadan 1443 H