Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Ada sejumlah orang yang membela al-Ḥallāj hanya karena sering mendengar berita-berita “kehebatan’ ibadahnya, atau kata-katanya yang dianggap indah, atau hal-hal aneh darinya yang diopinikan sebagai karamah. Tapi begitu mengetahui kata-kata kufurnya, maka langsung tegas mengkafirkannya.
Salah satu di antara mereka adalah Ibnu Khafīf (ابْنُ خَفِيْفٍ).
Bagaimana kisahnya?
Suatu hari Ibnu Khafīf ditanya. Sang Penanya adalah orang yang mengetahui puisi al-Ḥallāj. Si Penanya ingin tahu pendapat Ibnu Khafīf terkait akidah yang dikandung dalam puisi tersebut. Tapi, mungkin agar lebih obyektif, Sang Penanya sengaja menyembunyikan nama pembuat puisi dan hanya membacakan syairnya saja.
Begitu Ibnu Khafīf mendengar kalimat-kalimat kufur dalam puisi tersebut, segera saja beliau berkata dengan tegas,
“Semoga Allah melaknat orang yang menciptakan puisi seperti ini!”
Begitu keluar kalimat tegas seperti itu Sang Penanya baru memberitahu bahwa pencipta puisi tersebut adalah al-Ḥallāj.
Apa komentar Ibnu Khafīf?
Ternyata beliau masih tetap tegas dan mengucapkan kalimat vonis berbunyi,
“Jika seperti ini keyakinan al-Ḥallāj, berarti dia kafir!”
Al-Żahabī menceritakan kisah ini dengan redaksi sebagai berikut,
«قَالَ ابْنُ بَاكويه: سَمِعْتُ عِيْسَى بنَ بَزُولٌ القَزْوِيْنِيّ يَقُوْلُ: إِنَّهُ سَأَلَ ابْنَ خَفِيْف عَنْ مَعْنَى هَذِهِ الأَبيَات
سُبْحَانَ مَنْ أَظْهَرَ نَاسُوْتُهُ … سِرَّ سَنَا لَاهُوتِه الثَّاقِبِ
ثُمَّ بدَا فِي خَلْقِهِ ظَاهِراً … فِي صُوْرَةِ الآكِلِ وَالشَّارِبِ
حَتَّى لَقَدْ عَايَنَهُ خَلْقُهُ … كَلَحْظَةِ الحَاجِبِ بِالحَاجِبِ
فَقَالَ ابْنُ خَفِيْف: عَلَى قَائِل ذَا لعنَةُ الله. قَالَ: هَذَا شِعر الحُسَيْن الحَلَاّج. قَالَ: إِنْ كَانَ هَذَا اعْتِقَادَهُ فَهُوَ كَافِر ». [«سير أعلام النبلاء – ط الرسالة» (14/ 325)]
Artinya,
“Ibnu Bākawaih berkata, “Aku mendengar ‘Īsā bin Bazūl al-Qazwīnī berkata bahwasanya ia bertanya kepada Ibnu Khafīf tentang makna bait-bait ini,
‘Maha Suci Dia yang zat kemanusiaanNya menampakkan rahasia kilat zat ketuhanannya yang berkilauan,
Kemudian Dia muncul di tengah-tengah makhlukNya dalam bentuk (manusia) yang makan dan minum,
Hingga seluruh makhlukNya melihatNya, seperti pandangan penjaga pintu kepada penjaga pintu yang lain (?)’
Ibnu Khafīf berkata, ‘Orang yang mengucapkan ini semoga mendapatkan laknat Allah!”. Ia (‘Īsā bin Bazūl al-Qazwīnī) berkata, ‘Ini puisi al-Ḥusain al-Ḥallāj’. Beliau (Ibnu Khafīf) berkata, ‘Jika ini keyakinannya, maka dia kafir!” (Siyaru A‘lāmi al-Nubalā’, juz 14 hlm 325)
Tampak dalam syair di atas keyakinan al-Ḥallāj tentang ḥulūl, yakni menitisnya Allah pada tubuh manusia. Bait yang berbunyi,
ثُمَّ بدَا فِي خَلْقِهِ ظَاهِراً … فِي صُوْرَةِ الآكِلِ وَالشَّارِبِ
Artinya,
“Kemudian Dia muncul di tengah-tengah makhlukNya dalam bentuk (manusia) yang makan dan minum”
Bait di atas cukup lugas menunjukkan al-Ḥallāj meyakini bahwa Allah menampakkan diri secara lahir di dunia dalam bentuk manusia yang makan dan minum!
Tidak heran jika kalimat-kalimat seperti itu disikapi Ibnu Khafīf secara spontan dengan kemarahan karena Allah, melaknat penciptanya dan mengkafirkan yang meyakininya.
Beginilah sikap tegas seorang ulama seharusnya ketika menilai sesuatu dengan kepala dingin, ilmiah, obyektif dan semata-mata mengharap rida Allah.
Hanya saja segala sesuatu pasti ada fitnahnya. Jangankan pemikiran yang dianggap samar, pemikiran yang jelas kufur seperti ateisme sekalipun ada ratusan juta manusia yang mendukungnya. Demikian pula Ibnu Khafīf. Karena terbatasnya informasi yang beliau miliki, dan mungkin karena di hati beliau telanjur ada cinta pada al-Ḥallāj maka beliau masih mencoba membuat takwil untuk membelanya dengan mengatakan,
فَرُبَّمَا يَكُوْن مَقُولاً عَلَيْهِ
Artinya,
“Mungkin saja puisi itu diaku-akukan milik al-Ḥallāj”
Tentu saja takwil karena kurang informasi seperti ini tidak dapat diterima, karena puisi di atas memang ada dalam kitab al-Ḥallāj. Al-Waṭwāṭ juga menegaskan kisah tersebut dinukil para sejarawan yang kredibel/ṡiqah.
18 Ramadan 1443 H/20 April 2022 pukul 10.10