Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Mertua al-Ḥallāj bernama Abū Ya‘qūb al-Aqṭa’ (أَبُو يَعْقُوْبَ الأَقطع).
Awalnya sang mertua terpesona dengan ketekunan al-Ḥallāj dalam beribadah dan perilakunya yang baik. Keterpesonaan itulah yang membuat beliau memutuskan menikahkan puterinya dengan al-Ḥallāj.
Tapi tak lama kemudian, sang mertua baru tahu jika al-Ḥallāj tidak lebih sebagai seorang penyihir (الساحر), mentalis/magician/pesulap/tukang manipulasi (المحتال) dan kafir. Al-Żahabī menulis testimoni mertua al-Ḥallāj tersebut sebagai berikut,
«وَقَالَ أَبُو يَعْقُوْبَ الأَقطع: زوَّجتُ ابْنتِي مِنَ الحُسَيْنِ بنِ مَنْصُوْر لِمَا رَأَيْت مِنْ حُسنِ طَرِيقَته وَاجْتِهَاده، فَبَانَ لِي بَعْد مُدَّة يَسِيْرَة أَنَّهُ سَاحرٌ، محتَالٌ كَافِرٌ». [«سير أعلام النبلاء – ط الرسالة» (14/ 330)]
Artinya,
“Abū Ya‘qūb al-Aqṭa‘ berkata, ‘Aku menikahkan putriku dengan al-Ḥusain bin Manṣūr (al-Ḥallāj) karena aku melihat perilakunya yang baik dan ketekunannya (dalam beribadah). Tak lama kemudian baru tahulah aku kalau dia itu ternyata penyihir, tukang manipulasi dan kafir!” (Siyaru A‘lāmi al-Nubalā’, juz 14 hlm 330)
Riwayat ini menunjukkan, lahirnya al-Ḥallāj itu memang bisa menipu. Berita-berita tentang kesalihannya, kezuhudannya, mujahadahnya, “karamah”nya, munajatnya, kata-kata “indah”nya menjelang mati dan lain-lain memang bisa membuat kagum.
Demikian halusnya tipuan itu sampai-sampai mertuanya sendiri tidak sadar dan tidak tahu kecuali setelah beberapa waktu.
Akan tetapi begitu sang mertua menyelidiki dengan serius pribadinya secara obyektif dengan mengesampingkan segala glorifikasi soal “karamahnya”, nyatalah bahwa al-Ḥallāj dalam pandangan sang mertua tidak lebih sebagai orang kafir, penipu, dan penyihir.
Mertua al-Ḥallāj berhasil mengetahui hakikat al-Ḥallāj meskipun harus sempat tertipu terlebih dahulu, dan sampai pada satu kesimpulan yang sama persis kesimpulannya dengan seorang sufi saleh yang terikat kuat dengan Al-Qur’an dan Sunah yakni al-Junaid. Kesimpulan tersebut adalah: al-Ḥallāj itu kafir.
Mertua al-Ḥallāj berhasil mengetahui hakikat al-Ḥallāj meskipun harus sempat tertipu terlebih dahulu, dan sampai pada satu kesimpulan yang sama persis kesimpulannya dengan seorang sufi saleh yang terikat kuat dengan Al-Qur’an dan Sunah yakni al-Junaid. Kesimpulan tersebut adalah: al-Ḥallāj itu kafir.
Oleh karena itu, mengenal al-Ḥallāj tidak cukup hanya bertumpu dari informasi yang me”wow”kannya, lalu mengesampingan berita-berita valid yang menginformasikan cacat pribadinya atau bahkan membutakan mata dan menulikan telinga terhadap informasi tersebut. Yang demikian tentu jauh dari sifat adil, inṣaf dan ilmiah dan malah dekat dengan hawa nafsu yang mungkin disebabkan oleh cinta buta dengan al-Ḥallāj.
23 Ramadhan 1443 H/ 25 April pukul 09.57