Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Di antara ibrah lain dalam kisah Nabi Adam dan Iblis adalah ternyata tidak semua husnuzan itu baik dan mengantarkan kebaikan. Ada jenis husnuzan yang berbahaya, karena mengantarkan pada kesesatan. Nabi Adam pernah terjatuh pada husnuzan jenis ini.
Tidak semua husnuzan itu baik dan mengantarkan kebaikan.
Bagaimana kisahnya?
Setelah Iblis menyampaikan berbagai macam argumentasi dan meniupkan berbagai pemikiran yang terlihat logis dalam akal Nabi Adam, menjadi hal yang wajar jika Nabi Adam bimbang. Di satu sisi seluruh argumentasi Iblis terlihat sangat masuk akal. Tapi di sisi lain Allah sebelumnya sudah berpesan agar Nabi Adam tidak mendekati pohon terlarang. Dalam kondisi seperti inilah Iblis membuat sebuah “closing statement” untuk melenyapkan segala bentuk keraguan dalam benak Nabi Adam. Iblis berani bersumpah atas nama Allah bahwa semua ucapannya benar dan tidak ada motif apapun saat menyampaikan sarannya kecuali motif kebaikan, yakni memberi nasihat secara tulus kepada Nabi Adam. Allah mengisahkan ucapan Iblis ini sebagai berikut,
﴿وَقَاسَمَهُمَا إِنِّي لَكُمَا لَمِنَ النَّاصِحِينَ﴾ [الأعراف: 21]
Artinya,
“Dia (Iblis) bersumpah demi Allah kepada keduanya (Adam dan Hawa), ‘Sungguh aku benar-benar memberi nasihat kepada kalian” (Q.S. al-A‘rāf: 21)
Dari situlah Nabi Adam berani berhusnuzan bahwa ucapan Iblis pasti benar. Nabi Adam berfikir, tidak mungkin ada hamba Allah di langit yang berani bersumpah atas nama Allah secara dusta. Ibnu Kaṡīr menuliskan husnuzan nabi Adam itu dengan redaksi sebagai berikut,
«وَعِزَّتِكَ مَا حَسِبْتُ أَنَّ أَحَدًا يَحْلِفُ بِكَ كَاذِبًا». [«تفسير ابن كثير – ت السلامة» (3/ 398)]
Artinya,
“Demi kemuliaanMU, aku tidak menyangka ada seseorang yang akan bersumpah dengan (nama)Mu dalam keadaan berdusta” (Tafsīr Ibn Kaṡīr, juz 3 hlm 398)
Akhirnya karena husnuzan yang salah penempatan ini, Nabi Adam jadi tersesatkan.
Bagaimana ciri husnuzan yang salah itu?
Ciri husnuzan yang salah adalah husnuzan yang mengantarkan pada pelanggaran syariat. Seperti Nabi Adam yang berhusnuzan kepada Iblis, lalu husnuzan tersebut mengantarkan pada pelanggaran syariat yang qaṭ‘i, yakni memakan buah terlarang.
Jika jelas seperti ini, mulai sekarang Anda harus lebih berhati-hati lagi dengan yang namanya husnuzan. Jangan salah menempatkan. Jangan sampai husnuzan ujung-ujungnya Anda diajak melanggar syariat. Itu jelas penyesatan dan kesesatan.
Oleh karena itu, jangan pernah tertipu dengan gelar dan “karamah” orang. Meskipun dinamakan ‘Allāmah, Qāḍī Quḍāt, Mujtahid Mutlaq, Sulṭānul ‘Ulamā’, Syaikhul Islām, al-Syaikh al-Akbar, al-Kibrīt al-Aḥmar, Muftī Zamānihī, Wali Abdāl, Wali Quṭub, Wali Ghauṡ, Kyai Keramat, dan gelar-gelar lainnya, tapi jika jelas mengajarkan pelanggaran syariat qaṭ‘i misalnya tidak apa-apa tidak salat 5 waktu yang penting eling/ingat Allah atau diganti salat dua rakaat semenjak maghrib hingga subuh, puasa Ramadan bisa diganti puasa wiṣāl 3 hari, zakat bisa diganti dengan sedekah sekian-sekian, haji bisa dilakukan di rumah dan semisalnya, maka tidak usah ragu lagi itu adalah penyesatan.
Tinggalkan orang-orang seperti itu.
Tidak usah ditakwil. Tidak usah husnuzan. Ingatlah kembali nasib moyang kita. Gara-gara husnuzan dan gara-gara mentakwil, beliau jadi tersesatkan. Larangan memakan buah adalah syariat yang jelas. Syariat qaṭ‘i. Tidak perlu tahu kita alasan larangan itu dan hakikat larangan itu. Perintahnya hanya satu dan sangat jelas: Taatlah. Ketika Nabi Adam berhusnuzan kepada Iblis dan mentakwil syariat tersebut, apa akibatnya? Tersesatkan oleh Iblis!
26 Ramadhan 1443 H/ 28 April pukul 10.33