Dijawab Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
PERTANYAAN
“Saya pernah bernazar mengkhatamkan Al-Qur’an setiap 8 hari sekali jika tembus masuk universitas favorit. Ternyata Allah mengabulkan keinginan tersebut dan saya kuliah di universitas idaman itu. Awal-awal melaksanakan nazar itu saya masih sanggup. Tapi semakin bertambah usia, lama-lama terasa berat dan tidak sanggup. Adakah jalan keluar untuk saya?” (Fulanah)
JAWABAN
Hukum asal memenuhi nazar adalah wajib. Ada sejumlah dalil sahih yang menunjukkan hal tersebut. Jadi, dalam kasus di atas, hukum asalnya wajib membaca Al-Qur’an sampai khatam setiap 8 hari sekali sampai akhir hayat.
Akan tetapi kadang-kadang seseorang mengalami satu kondisi di mana dia lemah melaksanakan nazarnya. Entah karena tua, sakit, diuji dengan banyak aktivitas yang tak terhindarkan, kesempitan rezeki dan sebagainya. Akhirnya dia menjadi tidak sanggup melaksanakan nazarnya. Yang semisal dengan kasus di atas adalah orang yang bernazar setiap tahun untuk berkurban, lalu dia bisa melaksanakan nazarnya selama 3 tahun, lalu rezekinya disempitkan Allah sehingga tidak mampu berkurban lagi.
Kalau begitu bagaimana solusinya?
Jawabannya adalah: Membayar kafarat sumpah.
Jika orang bernazar kebaikan, lalu tidak sanggup melaksanakannya, atau sempat berhasil melaksanakannya tapi kemudian menjadi lemah, maka jalan keluar baginya adalah membayar kafarat sumpah. Jika kafarat sumpah ini sudah dibayarkan, maka dia terbebas dari beban nazar itu selamanya. Ibnu ‘Abbās berkata,
Artinya,
“Barangsiapa bernazar dengan sebuah nazar yang tidak disanggupinya, maka kafaratnya adalah kafarat sumpah.” (H.R.Abū Dāwūd)
Rasulullah ﷺ juga menegaskan bahwa kafarat nazar itu sama dengan kafarat sumpah. Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Kafarat nazar adalah kafarat sumpah.” (H.R.Muslim)
Ketentuan membayar kafarat sumpah adalah sebagai berikut,
- Berilah makan 10 orang fakir miskin atau berilah pakaian untuk 10 fakir miskin
- Jika tidak mampu, maka berpuasalah sebanyak 3 hari
Jadi, tidak boleh langsung berpuasa 3 hari. Urutan pertama harus mendahulukan memberi makan atau pakaian 10 orang miskin. Itu sifatnya pilihan.
Sebenarnya dalam Al-Qur’an pilihannya 3 yaitu, memberi makan 10 orang miskin, memberi pakaian 10 orang miskin atau membebaskan budak. Tetapi karena budak hari ini sudah tidak ada, maka pilihannya tinggal dua, yakni memberi makan atau pakaian 10 orang miskin.
Jika orang mampu memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian mereka, tapi dia memilih membayar kafarat dengan berpuasa 3 hari, maka kafaratnya tidak sah dan dia masih punya beban nazar tersebut.
Selanjutnya dinasihatkan kepada kaum muslimin agar tidak gemar bernazar. Sebab bernazar itu tidak disunahkan. Bahkan hukumnya makruh. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Memulai nazar itu makruh.” (al-Majmū‘, juz 8 hlm 450)
CATATAN
- Makanan yang dipakai untuk memberi makan 10 orang miskin harus berupa Qūtul Balad (makanan pokok negeri setempat). Oleh karena negeri kita umumnya orang makan dengan beras, berarti membayarnya adalah dengan beras. Satu orang minimal diberi 1 mudd. Jika dilebihkan maka itu baik. Jika orang mengukur nilai makanan untuk satu orang ini dengan kebiasaan harga makanan saat dia satu kali makan di restoran misalnya, maka itu juga baik karena umumnya satu porsi makanan di warung makan melebihi nilai 1 mudd.
- Mukmin yang lebih berhati-hati memandang ketidakmampuan itu dua macam. Jika tidak ada harapan akan muncul lagi kemampuan maka cukup membayar kafarat sumpah. Jika ada harapan mampu lagi, maka wajib kembali melaksanakan nazar saat sudah mampu.
22 Dzulqa’idah 1443 H/ 22 Juni 2022 M pukul 19.43