Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Seorang mukmin hendaknya jangan sampai terfitnah oleh santapan kuliner.
Idealnya siap dengan makanan apapun yang direzekikan Allah kepadanya.
Di kasih enak oke, sederhana juga oke. Makanan hangat oke, makanan dingin juga oke. Makanan mewah tidak lebay, makanan ndeso juga tidak minder. Makanan variatif siap, makanan itu-itu saja juga tidak menggerutu.
Semua disantap dengan syukur. Yang penting halal dan sehat.
Jangan sampai terfitnah oleh kuliner seperti Bani Israel.
Karena terbiasa makanan enak di Mesir, mereka akhirnya tidak bisa mensyukuri makanan dari Allah di padang sahara; Manna dan Salwa. Padahal itu makanan jenis mukjizat dan karamah.
Allah menceritakan perilaku buruk Bani israel tersebut sebagai berikut,
Artinya,
(Ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa, kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan. Maka, mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah.” Dia (Musa) menjawab, “Apakah kamu meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik? Pergilah ke suatu kota. Pasti kamu akan memperoleh apa yang kamu minta.” Kemudian, mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena sesungguhnya mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu ditimpakan karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (Al-Baqarah: 61)
Apa itu Manna dan Salwa?
Awalnya Bani Israel ingin makan roti dan makan daging, karena selama perjalanan hijrah dan lari dari kejaran Fir’aun mereka belum pernah memasak.
Lalu Allah memberi Manna dan Salwa.
Manna di berikan setiap pagi, dan diperintahkan segera diambil sebelum matahari terbit meninggi.
Salwa diberikan setiap sore.
Jadi pagi sore mereka mendapatkan Manna dan Salwa.
Adapun deskripsinya;
Manna itu sejenis substansi/zat yang mirip dengan getah yang diturunkan pada pepohonan sahara. Cara Allah menurunkan seperti embun yang jatuh dan membentuk benda laksana stalaktit atau es beku yang menggantung di langit-langit gua. Rasanya manis agak asam. Warnanya kekuningan. Mungkin bentuknya seperti gondorukem.
Adapun Salwa, maka ia ada jenis burung padang pasir yang jinak dan lezat di makan. Menangkapnya mudah dan juga gampang dimasak. Cara Allah mengirimkannya adalah dengan meniupkan angin selatan di sore hari yang membuat burung tersebut mengumpul di dekat mereka.
Bagaimana dengan wisata kuliner?
Wisata (nuzhah/siyahah) hukum asalnya mubah. Meskipun sekedar bersenang-senang melepaskan kepenatan, termasuk “memburu” makanan lezat. Jika sampai haram, maka itu karena sebab lain di luar hukum asal, misalnya makanannya haram, melalaikan kewajiban nafkah, melalaikan kewajiban membayar utang, membuat tidak bersyukur dan sebagainya.
Jika ada makanan di sekitar rumah, atau ada di rumah, lalu dihadiahkan ke tetangga atau disedekahkan kepada orang miskin, lalu keluar mencari makanan enak, maka ini tidak bisa dicela dan tidak bisa diharamkan. Karena Allah menghalalkan perhiasan dan kenikmatan untuk anak Adam selama tidak melampaui batas dan tidak melalaikan kewajiban bersyukur.
Jadi poinnya adalah bersyukur dan tidak terfitnah dengan makanan. Mengangan-angankan yang tidak ada dan merendahkan apa yang direzekikan Allah kepada kita. Bukan mengharamkan makanan lezat atau sesekali “berburu” makanan lezat.
Tentu saja jika dikaitkan dengan zuhud, maka level orang bisa berbeda-beda. Tapi zuhud ideal tidak boleh menjadi hujah untuk mengharamkan makan santapan lezat atau berwisata kuliner.
12 Dzulqa’idah 1443 H/ 12 Juni 2022 M pukul 07.48