Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Hukum asalnya seluruh kerabat yang sanggup dijangkau wajib disambung tali silaturahmi. Tidak peduli apakah dari pihak ayah ataukah dari pihak ibu, termasuk ahli waris ataukah bukan, mahram ataukah bukan mahram, ahlul faridah, asabah maupun ẓawul arḥām. Semua kerabat yang masih ada hubungan darah (yakni kekerabatan karena nasab) wajib disambung tali silaturahmi sejauh-jauhnya.
Adapun kerabat karena persusuan (raḍā‘) atau karena pernikahan (muṣāharah), maka mereka tidak masuk definisi kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi.
Hal ini bermakna jika Anda tahu leluhur Anda maksimal sampai kakek misalnya, maka Anda perlu mengenal siapa istri kakek, siapa saja anak-anak kakek, lalu keturunannya ke bawah sejauh-jauhnya. Anda juga harus tahu seluruh keturunan kakek bukan hanya dari jalur ayah, tetapi juga dari jalur ibu.
Jika Anda tahu nasab ke atas melebihi kakek, misalnya tahu sampai buyut, maka Anda juga perlu mengenal siapa istri buyut, siapa saja anak-anak buyut, lalu keturunannya ke bawah sejauh-jauhnya. Anda juga harus tahu seluruh keturunan buyut bukan hanya dari jalur ayah, tetapi juga dari jalur ibu.
Ketentuan yang sama juga berlaku jika Anda tahu leluhur melebihi buyut, misalnya sampai canggah, wareng, udeg-udeg, gantung siwur dst. Bahkan seandainya Anda tahu sampai 20 generasi ke atas, maka sejauh itu pulalah anda wajib mengenal kerabat lalu menyambung tali silaturahmi dengan mereka.
Dalil yang menunjukkan ketentuan ini adalah ayat berikut,
Artinya,
“Bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nya kalian meminta, dan jagalah betul silaturahmi.” (al-Nisā’: 1)
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan untuk menyambung tali silaturahmi. Kerabat yang diungkapkan dengan kata arḥām sifatnya umum, karena itu ia mencakup semua kerabat nasab tanpa dibedakan apakah mewarisi ataukah tidak, mahram atau bukan.
Yang semakna dengan ini adalah sabda Rasulullah ﷺ berikut ini,
Artinya,
“Sambunglah tali silaturahmi dengan kerabat kalian.” (H.R. Ibnu Mājah)
Dalam hadis di atas Rasulullah ﷺ memerintahkan menyambung tali silaturahmi terhadap kerabat. Lafal kerabat yang memakai kata “arḥām” sifatnya umum, karena itu ia berlaku pada semua kerabat yang memiliki hubungan darah sejauh-jauhnya.
Dalil lain yang menguatkan adalah hadis berikut ini,
Artinya,
“Dari Abu Hurairah seorang laki-laki seraya berkata: ‘Ya Rasulullah صلى الله عليه وسلم , siapakah orang yang paling berhak mendapatkan kebaikanku? Beliau menjawab: ‘Ibumu, lalu Ibumu, lalu Ibumu, kemudian bapakmu, kemudian kerabat yang terdekat denganmu, lalu di bawahnya dan seterusnya.” (H.R.Muslim)
Dalam hadis di atas, Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan membaiki kerabat terutama sekali ibu, kemudian ayah, kemudian kerabat lain yang terdekat kemudian lebih dekat lagi. Perintah membaiki kerabat ini sifatnya umum, tidak dibatasi jenis kerabat tertentu. Oleh karena itu, selama masih ada kerabat yang bisa dijangkau, berarti kerabat tersebut berhak dibaiki dan disambung tali silaturahmi dengannya.
Dalil lain yang menguatkan adalah perintah Rasulullah صلى الله عليه وسلم kepada para Sahabat untuk membaiki orang Mesir. Padahal secara ras, Arab dengan Mesir itu cukup jauh bedanya. Tapi Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengingatkan bahwa orang Mesir itu punya hubungan kekerabatan dengan orang Arab dari jalur moyang yang sangat jauh, yakni Hajar. Ketika kesamaan moyang sejauh Hajar masih diperhitungkan, maka hal ini menjadi bukti bahwa kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi itu sifatnya umum dan sejauh-jauhnya selama diketahui. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda,
Artinya,
“Sesungguhnya kalian akan menaklukkan Mesir. Ia adalah tanah yang di dalamnya ada istilah qīrāṭ. Jika kalian menaklukkannya maka baikilah penduduknya karena mereka punya hak perlindungan dan silaturahmi.” (H.R.Muslim)
Dalil lain yang menguatkan adalah hadis yang memerintahkan untuk membaiki kawan dekat ayah,
Artinya,
“Sesungguhnya di antara kebaikan paling prima adalah seorang anak yang membaiki orang-orang yang punya hubungan dekat dengan ayahnya.” (H.R.Muslim)
Dalam hadis di atas Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan untuk berbuat baik kepada teman dekat ayah yang disayangi beliau, padahal teman jelas bukan kerabat. Jika membaiki teman ayah saja diperintahkan padahal tidak ada hubungan kerabat, maka menyambung tali silaturahmi kerabat tentu saja lebih utama meskipun tidak termasuk mahram atau ahli waris sejauh apapun.
al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Pendapat yang kedua ini (yakni kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi adalah semua kerabat nasab sejauh-jauhnya) adalah pendapat yang benar.” (Syarḥu al-Nawawī ‘Alā Muslim, juz 16 hlm 113)
Adapun pendapat yang mengatakan bahwa silaturahmi hanya wajib kepada kerabat yang haram dinikahi dengan alasan bahwa jika tidak dibatasi maka itu berakibat kita wajib menyambung tali silaturahmi dengan seluruh Bani Adam dan itu jelas memberatkan dan tidak mungkin, maka alasan ini bisa dibantah dengan fakta.
Realitasnya, pengetahuan nasab seseorang itu terbatas dan seolah-olah memang akan dibatasi Allah secara alami melalui keturunan yang terputus, peperangan, pandemi, hilang kontak, hilang informasi dan lain-lain. Jadi realitas kerabat yang diketahui itu tidak akan terlau banyak, tetap akan terbatas, dan itupun masih akan dibatasi dengan kaidah mengutamakan yang butuh kemudian yang paling dekat dan kriteria-kriteria lain dalam hal pengutamaan sedekah atau berbuat baik.
Adapun larangan menghimpun wanita dengan bibinya, maka itu tidak bermakna kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi hanya yang mahram saja, tapi itu bermakna jangan menghimpun wanita dengan bibinya karena berpotensi membuat mereka bertengkar dan memutus silaturahmi. Penyebutan wanita dengan bibinya dalam hadis hanyalah contoh kerabat yang bisa terputus sliaturahmi akibat pertengkaran, tidak bermakna bahwa kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi terbatas pada kerabat mahram saja.
Adapun pernyataan bahwa illat ini akan berkonsekuensi bahwa haram juga mempoligami sepupu dengan sepupunya, maka ini tidak bisa diterima sebab menikahi sepupu itu halal, jadi mempoligami mereka juga halal. Berbeda dengan kasus bibi yang termasuk mahram dan dinyatakan dengan nas, sehingga ketentuan haramnya poligami dibatasi di situ tidak bisa ditarik lebih jauh. Lagipula pendapat yang membatasi bahwa kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi itu hanya kerabat mahram akan membuat seluruh sepupu tidak termasuk arhām, padahal sudah jelas mereka termasuk żawul arḥām.
Membatasi kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi pada ahli waris saja juga tidak bisa diterima, karena warisan itu karunia yang diberikan Allah kepada kerabat tertentu, sementara silaturahmi itu perintah Allah yang lain yang tidak terkait balas jasa. Jadi meskipun bukan ahli waris, maka tetap wajib dibaiki sebagaimana wajibnya anak berbakti kepada orang tua meskipun orang tuanya tidak saleh atau kafir sekalipun.
CATATAN
Para ulama berbeda pendapat terkait batasan kerabat yang wajib disambung tali silaturahmi.
Ringkasnya ada 3 pendapat,
Pertama, kerabat yang tergolong mahram (haram dinikahi) saja.
Kedua, kerabat yang mendapatkan hak warisan saja.
Ketiga, seluruh kerabat nasab (bukan karena persusuan atau pernikahan) sejauh-jauhnya selama masih ada hubungan darah, baik dari jalur ayah maupun ibu.
Artikel ini menguatkan pendapat ketiga dengan argumentasi yang telah dijelaskan.
30 Dzulqa’idah 1443 H/ 30 Juni 2022 M pukul 10.42