Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Ada banyak variasi bacaan tasyahud yang sahih, tetapi yang terkenal dan disebutkan dalam Sahih al-Bukhāri atau Muslim ada 3 yaitu,
Pertama: Tasyahud Ibnu Mas‘ūd
Kedua: Tasyahud Abū Mūsā al-Asy’arī
Ketiga: Tasyahud Ibnu ‘Abbās
Selain dalam ṣahīhain, ada juga Tasyahud Umar bin al-Khaṭṭāb, Tasyahud Aisyah dan lain-lain.
Semua variasi bacaan tasyahud ini boleh dipakai. Abū Ḥanīfah, Ahmad dan umumnya ahli hadis memilih tasyahud Ibnu Mas‘ud karena riwayatnya paling kuat kesahihannya dari semua variasi riwayat. Malik memilih tasyahud Umar bin al-Khaṭtāb sesuai dengan manhaj beliau yang mengutamakan amalan penduduk Madinah.
Hanya saja, dari sekian variasi bacaan tasyahud itu, yang paling afdal dan paling utama adalah tasyahud Ibnu Abbās. Lafalnya sebagai berikut,
Minimal ada 5 argumentasi dalam mazhab al-Syāfi‘ī mengapa tasyahud Ibnu Abbās ini yang paling utama.
Pertama,
Riwayat Ibnu Abbās mengandung lafal mubārakāt. Lafal ini tidak ada dalam variasi tasyahud lainnya. Adanya tambahan lafal mubārakāt ini membuat riwayat Ibnu Abbās menjadi istimewa karena memiliki tambahan kebaikan yang tidak ada dalam riwayat lainnya. Kata al-Syaukānī, andai tidak ada ijmak bolehnya membaca berbagai variasi riwayat tasyahud yang sahih, maka mestinya yang harus diambil adalah riwayat yang ada tambahannya. Al-Syaukānī berkata,
Artinya,
“Seandainya tidak ada ijma sebagaimana telah kami nyatakan sebelumnya terkait bolehnya membaca setiap tasyahud yang diriwayatkan dengan sahih, maka semestinya menjadi keharusan untuk mengambil riwayat yang ada tambahan lafadznya karena tambahan tersebut adalah bagian dari riwayat sahih itu.” (Nailu al-Auṭār, juz 2 hlm 325)
Kedua,
Tambahan mubārakāt dalam riwayat Ibnu Abbās itu sesuai dengan ayat Al-Qur’an. Kesesuaian dengan ayat Al-Qur’an menunjukkan bacaan tersebut lebih utama karena penjelasan Nabi ﷺ esensinya adalah menerangkan Al-Qur’an. Ayat yang sesuai dengan tambahan lafal mubārakāt tersebut adalah ayat berikut ini,
Artinya,
“…salam yang penuh berkah dan baik dari sisi Allah” (Q.S. al-Nūr: 61)
Ketiga,
Ibnu Abbās bersaksi bahwa bacaan tasyahud yang beliau riwayatkan itu diajari Rasulullah ﷺ langsung sebagaimana beliau mengajarkan Al-Qur’an. Artinya, Rasulullah ﷺ tidak sekadar mengajarkan makna bacaan tasyahud, tetapi mengajarkan lafal sekaligus maknanya. Muslim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata,
Artinya,
“Rasulullah ﷺ mengajarkan kami tasyahhud sebagaimana beliau mengajarkan kami sebuah surat al-Quran.” (H.R.Muslim)
Tiga argumentasi ini disebutkan al-Nawawī dalam syarah beliau terhadap Sahih Muslim. Al-Nawawī berkata,
Artinya,
“Mazhab Syafi’i rahimahullah ta’ala dan sebagian ulama Malikiyah (berpendapat) bahwasanya tasyahud Ibnu Abbas itu lebih afdal karena ada tambahan lafadz ‘mubārakāt’ di dalamnya. Lafaz ini sesuai dengan firman Allah azza wa jalla ‘taḥiyatan min ‘indillāh mubārakatan ṭayyibah’. Lagi pula Ibnu Abbas menguatkannya dengan pernyataan, ‘Rasulullah ﷺ mengajari kami tasyahud sebagaimana mengajari kami surat Alquran.” (Syarhu al-Nawawī ‘Alā Muslim juz 4 hlm 115)
Keempat,
Bacaan tasyahud Ibnu Abbās itu diajarkan Rasulullah ﷺ kepada beliau dan Sahabat lain yang sebaya dengan beliau. Padahal sudah diketahui Ibnu Abbās itu lebih muda daripada Ibnu Mas‘ūd. Maknanya, bacaan tasyahud itu adalah bacaan “ter-update” dan paling baru sehingga lebih utama daripada bacaan tasyahud Ibnu Mas’ūd yang lebih “tua”. Argumentasi seperti ini disebutkan al-Baihaqī dalam Sunan-nya. Beliau berkata,
Artinya,
“Tasyahud yang diajarkan Rasulullah ﷺ kepada putra pamannya yakni Abdullah bin Abbas dan sahabat-sahabat yang sebaya dengannya tidak ada keraguan bahwa tasyahud tersebut diajarkan sesudah tasyahud yang diajarkan Rasulullah ﷺ kepada Ibnu Mas’ud dan yang sebaya dengan beliau.” (Al-Baihaqī dalam al-Sunan al-Kubrā, juz 3 hlm 651)
Kelima,
Sanad riwayat Ibnu ‘Abbās adalah ḥijāzī sementara sanad riwayat Ibnu Mas‘ūd adalah kūfī. Sanad hijāzī diutamakan daripada kūfī karena sanad hijāzī lebih dekat dengan sumber syariat, mengingat Rasulullah ﷺ muncul dari Hijaz bukan dari Kufah. Argumentasi seperti ini dinyatakan al-Baihaqī dalam al-Khilāfiyyāt. Beliau berkata,
Artinya,
“Menurut pendapat saya, (alasan) beliau (al-Syāfi‘ī) memilih riwayat Ibnu Abbas (untuk tasyahud) adalah karena sanadnya adalah sanad hijazi sementara sanad hadis Abdullah bin Mas’ud adalah sanad Kufi. Imam-imam kami terdahulu di kalangan penduduk Madinah selama mereka mendapatkan jalur hadis di Hijaz maka mereka tidak akan berhujjah dengan hadis yang keluar dari Kufah.” (al-Khilāfiyyāt, juz 3 hlm 22)
Karena itulah al-Ṭībī memuji pilihan al-Syāfi‘ī ini dan mengatakan bahwa pilihan tersebut menunjukkan bahwa belau lebih fakih. Al-Qārī berkata,
Artinya,
“Al-Ṭībī berkata, ‘al-Syāfi‘ī memilih riwayat Ibnu Abbas meskipun riwayat Ibnu Mas’ud lebih kuat kesahihannya karena beliau lebih faqih.” (Mirqāt al-Mafātīḥ, juz 2 hlm 733)
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين
15 Muharam 1444 H/ 13 Agustus 2022 pukul 07.56
*
CATATAN
Tasyahud Ibnu Mas’ud sebagai berikut,
Tasyahud Abu Musa al-Asy’ari sebagai berikut,
Tasyahud Umar bin al-Khaṭtāb sebagai berikut,