Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Seorang muslim baru wajib berumrah jika utangnya diberesi semua. Tidak peduli apakah utang yang jatuh tempo maupun yang masih belum. Tidak peduli juga berapapun jumlah utang, sedikit ataukah banyak.
Jadi utangnya dulu diberesi sebelum berpikir umrah.
Bukan malah berutang untuk umrah! (Hukum umrah dengan utang akan dibahas di bawah sekilas)
Jika utang sudah diberesi semuanya, lalu harta berlebih, kemudian ternyata cukup untuk biaya akomodasi selama pergi ke tanah suci sampai pulang kembali, barulah saat itu menjadi wajib baginya untuk berumrah.
Demikiankah hukum asal terkait ibadah umrah dalam hubungannya dengan utang.
Yang seperti ini lebih dekat kepada ketakwaan, lebih jauh dari kezaliman terhadap sesama, tidak membuat sakit hati orang yang mengutangi, lebih dekat dengan ikhlas, dan lebih aman dari motivasi riya’, mencari status, pamer dan motif duniawi lain saat menjalankan ibadah umrah.
Jadi orang yang masih punya utang tapi “maksa” umrah, maka berhati-hatilah.
Jika memaksa umrah padahal ada utang yang harus dibayar dan sudah jatuh tempo, maka itu dosa, maksiat dan menzalimi hamba Allah yang lain. Karena dalam kondisi ada uang untuk membayar utang, maka melunasi utang lebih wajib daripada berumrah.
Jika memaksa umrah dengan alasan utang masih belum jatuh tempo, maka waspadalah betul. Pastikan selesai umrah Anda bisa membayar utang yang jatuh tempo sehingga tidak sampai menzalimi orang lain. Sebab orang yang sebenarnya mampu membayar utang, tapi malah diprioritaskan untuk umrah sehingga tidak bisa membayar utang tersebut maka dia berdosa karena tergolong maṭlul ganī (orang mampu yang menunda-nunda pembayaran utang).
Jika menduga kuat bahwa saat pulang umrah bisa membayar utang, maka tata betul niat Anda saat umrah. Jangan sampai salah niat. Sebab dalam kondisi Anda masih punya utang, sebenarnya Anda tidak wajib umrah. Jika Anda maksa umrah, maka Anda harus punya alasan kuat di hadapan Allah untuk umrah, sehingga sampai menomorduakan pelunasan utang.
Salah niat itu memang hanya kita dan Allah yang tahu. Tapi di antara tanda hidup yang barangkali bisa dibaca adalah: Jika setelah umrah urusan dunia makin dipersulit dan makin sempit, maka bisa jadi itu adalah teguran Allah atas kekeliruan niat saat umrah. Sebab Rasulullah ﷺ menjamin orang yang umrah dengan niat benar itu akan dijauhkan dari kefakiran. Jika setelah umrah utangnya malah banyak, musibah datang bertubi-tubi, maka segera istighfar dan bertaubat dan bertekad lebih serius untuk memperhatikan hak sesama.
Jika orang yang sudah memegang uang saja bisa tidak wajib umrah karena masih punya utang, maka lebih tidak wajib lagi orang yang umrahnya hanya bisa dengan cara utang!
Jenis ini harus lebih ekstra waspada lagi dengan niatnya, sebab tak jarang orang itu demi bisa umrah, dia tidak peduli dengan utang, entah ada ribanya ataukah tidak!
Yang seperti ini jelas sangat mengkhawatirkan niatnya. Sebab ibadah apa yang cara melakukannya adalah dengan melanggar perintah Allah yang lain?
Pahala yang bagaimana yang diharap pada orang yang berpuasa lalu berbuka dengan makan babi?
Hanya saja berumrah dengan cara utang tetap sah. Tidak ada dalil apapun yang mengharamkannya.
Hukum berutang dalam kondisi ini mubah selama yakin atau minimal menduga kuat bisa membayar.
Sufyān al-Tsaurī berkata,
Artinya,
“Tidak mengapa seseorang berhaji dengan cara utang jika dia punya barang dagangan, sehingga kalau mati dia bisa melunasinya.” (al-Tamhīd, juz 6 hlm 250)
Hanya saja sebagian ulama memang cenderung tidak suka jika orang sampai harus berutang untuk haji (atau umrah). Misalnya seperti Ibnu Abī Aufā. Al-Baihaqī meriwayatkan,
Artinya,
“Dari Ṭāriq beliau berkata, ‘Aku mendengar Ibnu Abī Aufā ditanya tentang seorang laki-laki yang berutang dan berhaji. Beliau menjawab, “Mintalah rezeki kepada Allah dan tidak perlu berutang”. Tāriq berkata, “Kami terbiasa berfatwa, ‘Tidak perlu berutang kecuali bisa membayar.” (al-Sunan al-Kubrā, juz 9 hlm 224)
Jika seorang memutuskan berutang untuk umrah karena alasan-alasan tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, maka semoga Allah menerima alasan tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu wasilah untuk membenahi urusan din maupun dunianya.
4 Jumadal Akhirah 1444 H/ 28 Des 2022 M pukul 19.50