Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Tawaf itu seperti salat. Rasulullah ﷺ bersabda,
Artinya,
“Tawaf itu salat. Jika kalian bertawaf, maka minimalkan pembicaraan–duniawi.” (H,R. Ahmad)
Hanya saja, tawaf tetap berbeda dengan salat. Maksimal kita hanya bisa mengatakan mirip. Bukan sama, atau varian salat. Karena itulah dalam Al-Qur’an Allah menyebut salat berbeda dengan tawaf. Allah berfirman,
Artinya,
(Ingatlah ketika) Aku wasiatkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Sucikanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, serta yang rukuk dan sujud (salat)!” (Q.S. Al-Baqarah: 125)
Atas dasar ini, mengingat tawaf mirip dengan salat maka syarat sah tawaf juga agak mirip dengan salat.
Perhatikanlah syarat-syarat sah tawaf berikut ini agar tawaf Anda sah. Mengabaikan syarat sah ini akan membuat tawaf Anda tidak sah, sehingga tidak ada nilainya walaupun sudah mengelilingi Kakbah sebanyak tujuh kali.
Syarat sah tawaf ada tiga yaitu,
- Menutup aurat
- Suci dari hadas dan najis
- Lokasi tawaf di area Masjidil Haram di luar Baitullah
MENUTUP AURAT
Dalil yang menunjukkan bahwa menutup aurat itu syarat sah tawaf adalah hadis berikut ini,
Artinya,
“Nabi ﷺ memerintahkan agar tidak ada orang telanjang yang bertawaf mengelilingi Kakbah.” (H.R. al-Bukhārī)
Dalam hadis di atas Rasulullah ﷺ melarang orang telanjang bertawaf. Maknanya orang harus menutup auratnya jika ingin bertawaf. Jadi, orang yang tidak menutup aurat maka tidak sah tawafnya.
Jika auratnya terbuka karena kelalaiannya, maka tidak sah tawafnya. Tetapi jika auratnya terbuka bukan karena kelalaiannya, dan dia langsung berusaha menutupinya maka tawafnya tidak batal.
SUCI DARI HADAS DAN NAJIS
Dalil yang menunjukkan bahwa tawaf harus suci dari hadas dan najis adalah sabda Nabi ﷺ sebelumnya yang mengatakan bahwa tawaf itu seperti salat. Jadi, sebagaimana salat wajib suci dari hadas dan najis, maka tawaf juga wajib suci dari hadas dan najis.
Yang menguatkan, Aisyah mengabarkan bahwa Rasulullah ﷺ ketika hendak tawaf, beliau berwudu dulu. Muslim meriwayatkan,
Artinya,
“Pertama kali yang dilakukan Nabi ﷺ saat mendatangi Mekah adalah berwudu kemudian bertawaf mengelilingi Kakbah.” (H.R. Muslim)
Yang menguatkan, Rasulullah ﷺ melarang Aisyah tawaf saat haid hingga suci, ini menunjukkan hadas itu menghalangi seseorang untuk bertawaf.
Suci dari hadas mencakup hadas kecil dan hadas besar.
Suci dari najis mencakup najis pada badan, pakaian dan tempat yang diinjak untuk tawaf.
Jika bersentuhan dengan lawan jenis yang membuat batal, maka sedapat mungkin berwudu lalu melanjutkan tawaf. Jika suasana sesak dan menimbulkan masyaqqah jika harus bolak-balik wudu, maka di-ma’fu dan tidak perlu berwudu.
Demikian pula masalah najis. Jika banyak kotoran burung yang susah menghindarinya, maka itu di-ma’fu. Semua najis yang tak terlihat oleh mata juga di-ma’fu. Najis kecil seperti yang ada dalam lumpur walaupun kita meyakini kenajisannya juga di-ma’fu. Termasuk juga sandal yang kita pakai dari kamar kecil, walaupun ada dugaan mengandung najis, yang demikian tetap di-ma’fu selama masuk kriteria tak terlihat oleh mata atau kecil.
LOKASI TAWAF DI AREA MASJIDIL HARAM DI LUAR BAITULLAH
Dalilnya adalah ayat berikut ini,
Artinya,
“Hendaklah melakukan tawaf di sekeliling al-Bait al-‘Atīq (Baitullah).” (Q.S.Al-Ḥajj: 29)
Dalam ayat di atas Allah memerintahkan bertawaf mengelilingi Kakbah. Orang yang tawaf di luar Masjidil Haram berarti mengelilingi masjid, tidak mengelilingi Kakbah.
Tawaf juga wajib di luar Kakbah, karena orang yang bertawaf di dalam Kakbah tidak bisa disebut tawaf mengelilingi Kakbah.
Penghalang dalam Masjidil Haram semisal tiang masjid atau tempat minum tidak masalah. Tempat tawaf juga tidak disyaratkan lebih rendah daripada Kakbah. Jadi, tidak masalah tawaf di Masjidil Haram di lantai yang lebih tinggi daripada Kakbah. Jika Masjidil Haram diperluas, maka tempat tawaf juga ikut menjadi lebih luas.
Tidak boleh tawaf memasuki Ḥijr Ismail, karena area dalam Ḥijr Ismail itu dihitung bagian dari Baitullah/Kakbah. Tidak sah juga bertawaf dengan cara berjalan di atas Syāżarwān karena ia bagian dari Kakbah. Apalagi tawaf di dalam Kakbah, lebih jelas lagi tidak sah tawafnya.
5 Rajab 1444 H /27 Januari 2022 M pukul 19.06