Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Syariat mencium Hajar Aswad itu dilakukan Rasulullah ﷺ saat beliau tawaf. Tidak ada riwayat beliau mencium Hajar Aswad di luar tawaf. Oleh karena itu, berusaha mencium Hajar Aswad di luar tawaf dengan meyakini keutamaan atau kesunahannya adalah keyakinan yang dipertanyakan dasarnya.
Al-Nawawi menegaskan bahwa mencium Hajar Aswad itu memang sunah dalam kondisi tawaf. Termasuk juga melakukan istilām (menyentuh dan mengusap) serta meletakkan dahi pada Hajar Aswad.
Urutannya,
- Istilām dulu terhadap Hajar Aswad
- Lalu lakukan taqbīl (mencium) Hajar Aswad
- Terakhir letakkan dahi pada Hajar Aswad
Al-Nawawi berkata,
Hanya saja ada riwayat Ibnu Umar yang mencium Hajar Aswad di luar tawaf. Barangkali atas dasar atsar itulah al-Nafrāwī memfatwakan bolehnya mencium Hajar Aswad dengan diksi “lā ba’sa” (tidak mengapa), alias mubah. Al-Nafrāwī berkata,
Artinya,
“Tidak mengapa mencium Hajar Aswad tanpa tawaf, tetapi itu bukan kebiasaan orang-orang.” (al-Fawākih al-Dawānī juz 1 hlm 356)
Adapun mencium Hajar Aswad dengan niat ber-tabarruk (mencari berkah), saya belum mengetahui dalil khusus maupun ucapan ulama yang menunjukkan bahwa Hajar Aswad itu mubārak sehingga bisa di-tabarruki.
Ucapan Umar malah menegaskan bahwa ia hanya batu yang tidak memberi manfaat dan tidak membahayakan.
Juga menegaskan bahwa mengusap dan mencium Hajar Aswad itu motif utamanya adalah mengikuti Nabi ﷺ secara mutlak, bukan ber-tabarruk atau menganggap “bersalaman” dengan Allah. Hanya taat mutlak saja walaupun tidak mengerti alasannya, sebagaimana malaikat taat perintah sujud kepada Nabi Adam tanpa bertanya hikmahnya. Yakni mereka sujud semata-mata karena taat dan menyembah Allah.
10 Rajab 1444 H /1 Februari 2022 M pukul 07.37