Oleh: Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin) – Dosen Universitas Brawijaya
Saat tawaf, posisi pandangan terbaik adalah pandangan yang merealisasikan gaḍḍul baṣar (menahan pandangan mata).
Tidak jelalatan, tidak melihat-lihat kecantikan wanita, tidak melihat ketampanan lelaki, atau pandangan menghina, atau melihat-lihat hal lain yang tidak perlu dan hanya menjadi “polusi” mata serta mengotori hati.
Menjaga mata saat tawaf agar tidak melihat yang tidak halal hukumnya wajib.
Untuk merealisasikan hal ini, arahkan pandangan ke tempat yang diinjak saat tawaf. Dengan kata lain, memandang arḍul maṭāf (أَرْضُ الْمَطَافِ) adalah posisi pandangan yang paling afdal saat tawaf.
Jangankan memandang yang haram, bahkan memandang langit atau Kakbah sekalipun, saat tawaf tidak dianjurkan. Al-Haitamī berkata,
Artinya,
“(Sikap beradab saat tawaf adalah) dengan menahan pandangannya, melihat ke tanah tempat tawaf, (bahkan) tidak melihat langit dan Kakbah.” (Ḥāsyiyah Ibn Ḥajar al-Haitamī ‘Alā Syarḥ al-Īḍāḥ, hlm 274)
Hukum melihat Kakbah atau melihat langit saat tawaf adalah makruh.
Hukum makruh ini adalah hasil qiyās atau ilḥaq makruhnya melihat langit dan Kakbah saat salat. Mengingat tawaf itu semakna dengan salat berdasarkan hadis, maka melihat Kakbah dan langit saat tawaf juga dimakruhkan.
Jika orang tawaf sambil melihat Kakbah atau melihat langit, maka tawafnya tetap sah, hanya saja melakukan hal makruh dan kehilangan keutamaan.
12 Rajab 1444 H /3 Februari 2022 M pukul 13.0405